Rabu, 16 November 2011

ONS (One Night Service)

Liputan P9 - ONS

Sibuk ngurusin kerjaan yang ruwet, membuat pusing tujuh keliling. Sebenarnya sudah merupakan suatu siklus, kalau akhir tahun, buat daftar prospek tahun depan alias rencana pendapatan dan pengeluaran, laporan realisasi prospek dan acara tutup buku. Sementara kerjaan di awal tahun adalah cek fisik antara stok barang di gudang dengan yang di akunting, siap-siap pajak di bulan Maret. Pertengahan tahun rapat umum pemegang saham. Itu yang rutin, belum yang darurat. Masih ditambah ngurusin Liputan dan iseng-iseng buat web site (aku baru tahu repotnya membuat website ditambah mengedit cerita plus ngejawab email dari penggemar, gimana dengan Mas Wiro yah?).

Yah, namanya juga manusia. Kadang ada sehat kadang ada saat sakit. Karena kesibukanku, kurang tidur, nggak pernah olah raga, makan nggak teratur, kencing sering ditahan karena lagi tanggung (kamar mandinya jauh), ditambah buang air besar yang nggak jelas jadwalnya, akhirnya tumbang juga. Aku coba doping dengan multi vitamin dan beristirahat. Tetap saja nggak ada perubahan. Istirahat di rumah mana bisa total. Kadang ada telepon atau ada acara televisi bagus nonton, macem-macem deh.

Aku kontrol lagi dan dokter memvonisku untuk segera rawat inap dan istirahat total alias bed rest. Karena penyakit hepatitis, dia melarangku pulang, memintaku langsung masuk kamar. Aku telpon orang rumah untuk membawakan keperluanku - hanya alat kecil inilah penghubungku ke dunia luar. Paling nggak enak dengan bed rest - nggak bisa ngapa-ngapain, makan, minum, pipis, ee dan lain sebagainya di tempat tidur.

Perusahaanku menggunakan jasa asuransi, sehingga dengan jasa tersebut aku masuk sebuah rumah sakit di daerah Kuningan, Rasuna Said. Sesuai dengan preminya aku masuk ruangan perawatan yang berisi tiga tempat tidur, dan di pojoknya terdapat kamar mandi. Setelah menandatangani beberapa surat rawat inap dan lain-lain, aku masuk ke kamar perawatan yang bersisi dua tempat tidur. Kemudian aku baru tahu bahwa tempat tidur dekat kamar mandi sedang diletakkan di luar karena pasiennya habis meninggal tadi pagi. Wah, tambah serem aja.

Belum ada pasien yang menginap di kamar tersebut, jadi aku sendirian. Serem bener di kamar rumah sakit. Sendirian lagi, nggak ada teman, habis ada yang meninggal lagi. Aku pilih tempat tidur di tengah, karena di sebelah kanan dekat jendela. Nah, di luar jendela itu ada papan reklame dengan menggunakan lampu yang cukup terang, takut malamnya menyilaukan aku walaupun ada tirainya, sementara yang kiri dekat dengan kamar kecil, takut bau.

Nggak lama datang dua orang perawat dengan membawa botol infus dan peralatan lainnya. Pertama dia memasang gelang plastik, yang bertuliskan namaku. Kemudian mengukur suhu di ketiakku. Tidak berapa lama bersiap menusuk pergelangan tanganku untuk memasang infus. Enak juga ternyata ikut asuransi, nggak usah repot mikir beli obat.

"Pak, pasang infus yah," Katanga.
"Suster, aku takut lho sama jarum!" kataku manja seperti anak kecil.
"Ya, rileks aja pak, nggak sakit koq!" kata yang satunya. Ditekan pergelangan tangan kiriku dengan kuat dan dipukul dengan jari untuk mencari pembuluh darah yang akan ditusuk. Begitu mendapatkan, ces, aduh sakitnya.

Setelah acara infus, aku ingin sekali istirahat. Mata ini akan terpejam, eh datang lagi dua orang perawat yang berbeda dengan yang tadi.

"Maaf pak, skin test," Katanga.
"Buat apaan sih?" tanyaku.
"Sebelum bapak diberi antibiotik, dicoba dulu, bapak alergi nggak," jawabnya.
"Suster, aku ini udah sakit. Tambah sakit sus, kalau ditusukin terus," kataku.
"Nggak sakit koq pak. Paling sakit sedikit seperti dicubit," Katanga.
"Ya sudah," kataku sambil memberikan lengan kananku. Tidak berapa lama dia menyuntikkan obat, tetapi tidak ke dalam daging, hanya berkisar antara kulit dan daging. Aduh mak, sakitnya, minta ampun.

"Khan, nggak sakitkan?" katanya menghibur. Nggak lama dia pergi.

Baru mau memejamkan mata sudah datang lagi pegawai dari laboratorium, yang ingin mengambil darahku, dan memberikan tempat untuk menampung air seni dan kotoranku. Kapan aku istirahat, kalau pegawai rumah sakit silih berganti menggangu pasiennya.

Akhirnya aku istirahat siang. Cukup lama nampaknya, hingga aku terbangun karena ada suara agak berisik. Ternyata ada pasien baru. Tentu saja seorang pria, nggak mungkinkan dicampur. Dia mengambil tempat di sisi jendela. Penyakitnya sama dengan aku, cuma dia agak parah. Sama dengan aku, datang sendirian. Sambil memicingkan mata karena silau, tampan juga tampangnya, seperti seorang presenter sebuah acara kuis di televisi. Dari namanya aku tahu kalau dia orang Manado.

Suster yang memasang gelang plastik dan infus, nampaknya lebih pelan dan nggak buru-buru seperti aku. Wah, ternyata susternya melek juga matanya kalau lihat pria ngganteng. Sama halnya dengan diriku, belum sempat dia beristirahat, sudah datang lagi perawat yang lain. Prosedur yang sama denganku dilakukan tetapi dengan cara yang berbeda, agak dilama-lamain dalam melayani. Ternyata, suster suka juga dengan pria tampan.

Baru kita berdua akan istirahat, menjelang sore, kira jam 1500, terdengar suara tempat tidur masuk, kemudian dibersihkan dan dipasang bed cover. Dan tak lama datang lagi pasien, pria tentunya. Kali ini bersama dengan istrinya, dan nggak tanggung-tanggung, datang dari daerah Irian Jaya; istrinya tinggal di Jakarta - suami lagi tugas, langsung masuk rumah sakit. Karena sisa tempat tidur ada di dekat kamar mandi, yah itulah pilihannya.

Dianya langsung mendapat perlakuan sama dengan pasien lainnya. Penyakitnya belum jelas, aku dengar dari pembicaraan mereka. Repot lho, kalau belum jelas penyakitnya. Bisa-bisa salah obat. bukan sembuh tapi makin parah. Jeleknya lagi setelah parah baru ketahuan penyakitnya - dan ternyata salah diagnosa.

Menjelang jam 1600, acara mandi sore. Aku ingin kencing, tetapi aku bel, koq nggak ada perawat yang datang untuk membawakan pisspot. Ah bodo amat, jalan ke situ aja masak nggak kuat sih. Paling cuma lima meter. Aku coba matikan dulu roda pengatur cairan infus, dan aku ambil botolnya. Udah gitu jalan ke kamar mandi sambil bawa botol infus. Pas aku mau masuk ke kamar mandi, terdengar, pembicaraan di luar ruang.

"Kita hom pim pa aja, untuk menentukan siapa yang mandiin dia," kata seorang wanita.
"Nggak bisa gitu dong. Curang itu namanya. Kamu khan tadi udah masang infusnya, terus kamu sudah skin test, sekarang giliran kita!" kata seorang wanita lainnya. Seterusnya aku nggak dengar, karena air seniku sudah di ujung tanduk.

Setelah kembali dari kamar kecil, ternyata mas Manado itu lagi di washlap. Gitu aja rebutan. Tidak lama giliran aku tapi dengan perawat yang lain. Sementara di sebelah kiriku dibersihkan oleh istrinya sendiri. Tidak berapa lama datang petugas laboratorium untuk mengambil semua contoh air seni dan kotoran para pasien.

Jam besuk mulai tiba, nah ramai deh. Teman kantor masing-masing pasien berdatangan. Saat mereka pulang, datang lagi para tetangga. Agak malam, datang beberapa kerabat dekat. Jam besuk habis, mulai sepi lagi. Setelah menghabiskan makan malamku, aku tidur. Semua tirai ditutup sehingga menutupi sekeliling tempat tidur pasien. Kurang lebih sama dengan di papitra kelas reguler. Malam Pertama - LANCAR.

Hari ke dua, pagi hari jam 0600 sudah mulai sibuk. Pegawai kebersihan membersihkan ruangan dan kamar mandi. Nggak lama pegawai laboratorium datang untuk mengambil darah lagi. Semua pasien dibersihkan alias mandi bagi yang sudah bisa jalan. Semua tirai pembatas antar pasien dibuka, sehingga ruangan terlihat agak luas. Suster menyiapkan semua status para pasien di meja dokter ruangan. Suster yang jaga tadi malam membersihkan diri siap-siap serah terima pekerjaan dengan yang tugas pagi, tetapi sebelum mereka pulang ikut visit-dokter ke ruangan pasien. Makanan pagi datang.

Dokterku ternyata sama dengan dokter tetangga pasienku di kiri dan kanan. Orangnya sudah berumur, tetapi kocak.

"Bagaimana pak, sehat?" tanya ke si mas Manado. Dia nggak jawab, hanya senyum saja. Aku perhatikan matanya para suster seperti akan keluar aja dari kelopak matanya. Tidak lama dia melihat status dan menerima laporan dari suster jaga malam.
"Bagus, kondisi sudah mulai membaik, tetapi masih perlu recovery," kata dokter.
"Kalau kondisi ini terus membaik kita coba lepas infusnya, kalau tidak ada apa, boleh pulang, OK?" tambahnya.

Setelah itu berpaling ke arahku, dan...
"Bagaimana pak, kabarnya?" tanyanya.
"Yah begini dok, masih di tempat tidur," jawabku.
"Apa yang dirasakan," Katanga. Dokter aja nanya, artinya masih pinteran pasiennya dong!
"Perut agak gimana gitu dok. Seperti makan kekenyangan, padahal makannya khan bubur. Agak sedikit mual, dan lemah," kataku.
"Baik, kalau gitu. Saya beri obat anti mual dan obat multi vitamin dosis tinggi, biar cepat pulih. Kalau lihat hasil lab pagi ini SGOT dan SGPT-nya mulai ada perubahan membaik," katanya sambil memberikan perintah ke suster jaga pagi untuk mengganti obat yang aku minum.

Dokter memeriksa ke pasien sebelahku.
"Bagaimana pak hari ini?" tanya dokter.
"Baik dok," jawabnya.
"Apa yang dirasakan?" tanya dokter lagi.
"Tidak ada apa-apa dok," jawabnya.
Dokter melihat status, dan...
"Infusnya boleh dilepas, obat ini dihentikan, ganti dengan yang ini," memberikan perintah ke suster jaga pagi. Inilah bisnis kesehatan, dengan enaknya mengganti obat, padahal khan beli, sementara ada pasien yang nggak mampu butuh obat.
"Pak, kita lihat apakah ada perubahan setelah infus dilepas. Kalau melihat hasil rotgen, laboratorium, dan suhu, tidak ada masalah. Jangan-jangan hanya kangen sama istri," kata dokter sambil bercanda dan meninggalkan ruang untuk menuju ke ruangan lainnya.

Kegiatan tak jauh beda dengan kemarin. Perbedaan hanya, pasien sebelah kiriku, mandi sorenya di kamar mandi dan istrinya tidak pulang. Malampun tiba. Setelah lampu dan televisi dimatikan serta tirai ditutup oleh suster. Kita semua mulai tidur. Istri bapak di sebelahku tadinya tidur sambil duduk di kursi dan badannya disandarkan telungkup di tempat tidur. Karena suaminya kasihan lihat istrinya tidur seperti itu akhirnya dia tidur bareng satu tempat tidur. Tumben malam ini aku sulit tidur. Maklum nggak biasa tidur siang. Tadi siang aku tidur cukup lama, jadi kelebihan tidur. Akibatnya malam sulit tidur - selagi sehat aku hanya tidur empat sampai lima jam, karena aku punya hobi tidur menjelang pagi.

Pasien sebelah kananku mendengkur. Si mas Manado ternyata cakep-cakep ngorok toh. Terdengar sayup-sayup suara yang nggak asing olehku dari sebelah kiri. Di dalam ruang kamar yang redup dan penyejuk ruang yang cukup dingin, menunjang untuk melakukan hajat mereka, Apalagi telah berpisah cukup lama. Perbuatan mereka cukup sempurna, hampir tidak mengeluarkan rintihan, tetapi deru nafasnya yang nggak bisa diatur di tengah malam yang sepi, di rumah sakit lagi. Beruntung tempat tidur yang digunakan cukup baik sehingga tidak mengeluarkan bunyi. Seandainya aku mau iseng, bisa aja aku tarik rem roda tempat tidur itu sehingga akan ada guncangan sesuai dengan goyangan mereka.
Malam ke dua - Pasien sebelah kiri GILA.

***

Pagi harinya, kegiatan rutin seperti biasa. Istri pasien sebeleh pulang sebelum fajar. Suster yang membersihkan sprei bapak sebelah kiri bingung, masalahnya ada noda yang nggak umum untuk di rumah sakit. Setelah si bapak keluar dari kamar mandi (weleh weleh habis keramas dia), ditanya sama suster,

"Pak ini noda apaan, nih?" tanya suster.
"Oh maaf suster, saya mimpi basah. Maklum udah lama nggak campur, terus bertemu istri, jadi ngimpinya ngaco," jawabnya polos. Udah tua juga suka bohong nih si bapak. Susternya geleng-geleng sambil memasukkan ke dalam plastik dan mengganti dengan yang baru.

Setelah visit dokter, infusku dilepas. Mas Manado juga dilepas, tetapi jangan turun dari tempat tidur kecuali untuk aktifitas ke kamar mandi. Kegiatan yang membosankanpun berjalan, hingga sorepun tiba. Bener bener menghitung hari aja di sini kegiatannya. Aku lihat si Manado setelah mandi, tidak menggunakan pakaian pasien (asli lho, seperti narapidana aja, pakai seragam dan dipeneng) dan menggunakan parfum, nggak lama dia...

"Mas, di samping itu kalau nggak salah ada diskotik namanya Dxxxxxx?" tanyanya.
"Iya," jawabku.
"Tolong, kalau ditanya suster bilang aku ke bawah sebentar," Katanga.
"he eh," jawabku. langsung dia ngeloyor pergi. Dasar gila jojing.
Istri bapak sebelah sudah datang, tampak ceria sekali. Tadi siang aku sempat bicara dengan bapak di sebalah kiriku. Ternyata dia telah jauh dari istri sekitar dua bulan. Oh pantes didukung situasi dan kondisi seperti itu aku maklum aja.

Sesuai dugaanku malam ini, si bapak melangsungkan lagi buang hajatnya. Lebih seru lagi nampaknya, istigosah ke dua (ISTrI GOyang Suami basAH), soalnya si ibu sampai mengeluarkan sedikit desah, bahkan lupa sama tumitnya yang sudah mendorong tirai hingga menonjol ke arah tempat tidurku. Sepertinya si ibu di bawah dan kakinya dibuka lebar ke atas. Aku tertidur sambil mendengarkan desahannya. Aku nggak tahu si Manado gila jojing itu pulang jam berapa. Bodo amat. Malam ke tiga - Pasien sebelah kiri dan kanan sama GILA-nya.

***

Pagi hari aku bangun cukup pagi, karena desakan air seni yang akan keluar, buru-buru aku ke kamar mandi. Saat aku mengeluarkan kemaluanku, koq pada lengket. Sambil kencing aku perhatikan celana dalamku. Ya amplop, aku mimpi basah. Aduh, pengaruh si bapak sebelah nih. Segera aku mandi dan istirahat lagi. Rutinitas kehidupan rumah sakit berjalan sepeti biasanya.

Menjelang sore hari, aku pikir tetangga pasien pada edan, kalau nggak ikut edan bisa nggak kebagian, nih. Aku iseng telepon papitra yang sudah lama aku nggak kunjungi. Tempatnya nggak begitu bagus, tapi suasananya lumayan, dan nggak bisa macam-macam di situ, karena managernya selalu mondar-mandir memeriksa ruang, sambil memperhatikan kaki Wpnya. Kalau mau macam-macam bisa pesan setelah kerja dan bisa dibawa ke motel terdekat. Biasanya ke Pondok Wisata. Lokasi Papitra di belakang polres Jakarta, lurus dari Kejaksaan Agung, dan nanti pasti belok kiri. Nah sekitar situlah tempatnya. Semua WP-nya menggunakan jarik dengan wiron (kain kebaya dengan ujung kain dilipat, dan lipatannya di letakkan tepat jatuh di bawah pusernya hingga jempol kaki).

Aku buka phone-book, nomor yang aku simpan untuk papitra. Aku acak menggunakan rot1, kalau teks pakai rot13. Setelah menuliskan di secarik kertas, semua angka aku tambahkan satu, nah keluarlah nomor teleponnya. 02172xxxxx (ada di websiteku atau yellowpages - tapi cari sendiri yah).

"Sari Perempuan, selamat sore," jawab di seberang telepon.
"Sore mbak, bisa bicara dengan mbak Dewi?" kataku.
"Sebentar saya carikan dahulu," jawabnya.
Tidak berapa lama, "Halo, siapa ini?" jawabnya.
"Budi, mbak," kataku.
"Budi yang mana? Banyak nama Budi soalnya!" tanyanya lagi.
"Itu yang SETIA, SElingkuh TIada Akhir," jawabku.
"Oh, Eh, Mas Budi apa kabar, udah lama nggak ke sini," katanya mulai nyambung.
"Iya nih. Aku bisa minta tolong?" tanyaku.
"Tolong apaan?" tanyanya.
"Masih bisa ONS?" tanyaku lagi.
"Apaan sih ONS?" tanyanya.
"One Night Service," kataku.
"Oke deh. Di mana dan kapan?" nanyanya nafsu bener.
"Aku ada di rumah sakit xxx kamar 302, datangnya kalau kamu selesai tugas aja," kataku. Setelah bercerita sedikit mengenai kondisiku, aku tutup pembicaraan di telepon.

Seperti biasa, mas Manado udah pergi jojing dan bapak sebelah juga sudah kelonan. Jam 2200, mbak Dewi datang dengan menggunakan pakaian tugasnya. Gila bener nih sih mbak, masak besuk sudah malam pakai kebaya lagi.
"Nggak kesulitan ke sininya?" tanyaku.
"Ke rumah sakitnya sih nggak masalah, tapi masuk ke ruangannya yang sulit. Aku bilang sama suster kalau aku saudara dari kampung, besok segera kembali. Akhirnya dia memaklumi, oleh sebab itu aku nggak ganti pakaian selain berhemat waktu juga sebagai alasan," jelasnya. Pinter juga nih si mbak cari alasan. Harusnya jadi lawyer aja.
"Bawa perlengkapan?" tanyaku. Maksudku kondom, lotion, dan lain-lainnya.
"Iya dong," jawabnya.
"Pakai cd, nggak?" kataku perlahan.
"Mana sempat. Keburu telat," katanya sambil mencubit hidungku, dan minta ijin untuk membersihkan badan di kamar mandi.

Setelah selesai membersihkan badannya,

"Mau diapain?" tanyanya, sedikit berbisik di telingaku.
"Dipijat dulu deh mbak," kataku sambil telungkup tanpa selembar benangpun. Nggak lama dia memijatku. Asyik juga lho pijat di rumah sakit. Habis kamarnya juga nggak beda jauh, ada tirainya, luasnya kamarnya mungkin nggak beda jauh.

Lagi asik mijat, tiba-tiba terdengar suara erangan dari sebelah. Kulihat wajah mbak Dewi geleng-geleng, sambil meletakkan telunjuk secara horisontal di keningnya. Dia nanya setengah berbisik kearah telingaku, "Pakai krem nggak?"
"Nggak ah, nggak pakai aja udah enak!" kataku.

Kemudian aku disuruh berbalik atau terlentang dengan posisi kemaluan sangat tegang. Saat mijat dengan posisi telungkup dia sudah mencoba membuatku "keras" dengan meraba-raba bijiku.

Setelah terlentang dia memijat sekitar mata kaki menuju ke atas, betis, paha, dan pangkal paha biji kemaluanku tersengol, sementara kemaluanku sudah keras banget. Dia tak sedikitpun berusaha memegangnya. Cukup lama dia memijat kakiku, kemudian pindah dengan kaki yang satunya, dengan cara yang sama pula dia melakukannya.

"Perutnya nggak bisa mas kalau nggak pakai krem," katanya tanpa berbisik, soalnya di sebelah sudah agak keras lenguhannya. Mereka pikir kita berdua sudah tidur.
"Kalau gitu di massage aja deh adikku," kataku.

Kemudian dengan diraba bulu di bagian bijiku tanpa menyentuh daging, uh uh, tambah keras deh batangku. Kepalanya mbak Dewi didekatkan ke kemaluanku, di jilatinya bijiku, mhp. Terus lidahnya berjalan di sepanjang batang kemaluanku hingga mencapai kepala kemaluanku. Dijilati ujung kemaluanku. Aduh makin mules aja perutku seperti mau ke belakang. Tidak berapa lama dia memasukkan bagian kepala kemaluan saja ke dalam mulutnya dan memberikan ludah cukup banyak, sehingga terasa lembut banget.

Diputar mulutnya seperti menghisap permen kojek (inget nggak sama si Teli savalas; aku nggak tahu ejaan; yang jelas bintang film jamannya aku masih muda - duhh yang pernah muda), aku cengkram bed cover (sengaja dari tadi aku tidak menyentuhnya; bukan karena dia memakai kebaya; biar dia lebih intens merangsangku, harapan dia kalau aku sudah bener-bener konak pasti akan memegangnya).

Akhirnya hanya sekitar tiga menit muncrat di dalam mulutnya dan mantul di langit-langit mulutnya dan jatuh ke kemaluanku. Uh sedap.

"Kentel banget sih mas?" Katanga. Aku lihat, iya sih, seperti lem putih; maklum udah lama nggak dikeluarin atau karena mutivitamin dosis tinggi yang aku minum. Khan yang kemarin ngimpi keluar sendiri - kalau keluar sendiri artinya sudah penuh, nah kalau dikeluarin artinya dikosongin, tapi segera diisi oleh tubuh kita. Setelah selesai ejakulasi, dijilati kepala kemaluanku.
"Udah mbak, ngilu," kataku. Diambilnya tisu untuk membersihkan sperma yang tercecer di sekitar kemaluanku. Aku benar-benar lemas, namanya juga pasien.

"Aku ke kamar mandi dulu yah?" Katanga. Kujawab dengan mengangguk. Tidak berapa lama dia masuk ke kamar ku.

"Sekarang apa lagi?" Katanga. Aku lihat jam sudah jam 1200.
"Istirahat aja deh, aku capek," jawabku.
"Terus aku tidur di mana?" tanyanya.
"Di sini di sampingku!" kataku.
"Muat apa?" jawabnya.
"Dimuat-muatin!" kataku.

"Aku ganti pakaian dulu yah?" tanyanya.
"Jangan, udah gitu aja," kataku.
"Susah naiknya," katanga.
"Pantatnya dulu dong yang dinaikkin, sedikit loncat, baru kakinya diangkat," kataku sambil membantu mengangkatnya. Akhirnya kita tidur bersama-sama. Aku masih telanjang di bawah selimut. Dia juga ikut masuk ke dalam selimut, tapi masih pakai kebaya.

"Manja banget sih spt anak kecil, tidur sendiri koq nggak berani," katanya, sambil mengangkat kepalanya dan ditahan oleh tangan kanannya menghadap arahku, sementara tangan kirinya mengusap dadaku. Aku hanya tersenyum. Dia mengecup keningku, turun ke arah telingaku. Daun telingaku dijilati, uh uh, meregang lagi pembuluh darah di sekujur tubuhku. Turun ke leher, emh, geli-geli enak, lidahnya berjalan maju mundur ke arah putingku.

Kasihan juga aku melihatnya. Dia khan juga punya emosi dan nafsu. Masih seperti yang dulu, di balik lipatan kainnya (wiron) ada reustleting. Aku tarik ke bawah hingga lutut. Dengan menarik kakinya ke atas maka lepaslah kainnya. Dia membantu melepas kebaya hijaunya dan melepas bra hitamnya.

Kucium payudaranya. Terasa semburan hawa panas dari lubang hidungnya. Setelah dapat melepaskan diri dari kain kebaya, dia merubah posisi ke atas badanku. Kemaluanku belum begitu keras, pasti belum bisa dimasukkan. Dia hanya mem"parkir"nya di sekitar labia minornya. Selanjutnya dia menjilati putingku kembali dan naik ke atas, kebalikan dari rute yang tadi. Saat di telingaku, terdengar hembusan nafasnya, menambah sensasiku. Kemaluanku mulai mengeras, tetapi belum keras sekali, tetapi cukup untuk melakukan penetrasi.

Dia menggoyang naik turun, mengusahakan agar kemaluanku masuk ke vaginanya. Kepalanya berada di sebelah kepalaku, karena dia sedang menjilati leherku bagian belakang, dari balik pundaknya aku melihat pinggulnya yang lebar sedang menggoyang. Ehm bulat bener, oups masuklah kemaluanku. Ya ampun basah banget.

"Mbak kamu terangsang banget yah?" kataku.
"He em," jawabnya sambil terus menjilati leherku dan kadang mengencup tanpa suara. Terus terang aku belum begitu konak, tapi dia melakukan gerakan naik turunnya sambil dicengkram dengan vaginanya. Gerakan pantatnya yang naik turun (tepatnya berputar berlawanan arah jarum jam kalau dilihat dari samping; saat klitorisnya menyentuh bulu kemaluan, pantatnya agak ke atas, kemudian dengan gerakan menjepit di vaginanya klitorisnya ditarik ke atas sehingga pantatnya agak ke bawah).

Gerakan tadi bukan lagi sekedar naik turun searah jarum jam, tapi ada gerakan menyamping, sehingga pantatnya yang naik turun satu persatu. Makin lama semakin enak dan vaginanya semakin longgar serta lendir yang dihasilkan goyangannya sudah cukup banyak; ini berarti tinggal beberapa saat lagi dia akan orgasme. Aku diam saja, tetapi gerakannya semakin cepat, cepat, dan cepat kemudian diam tanpa gerakan.

Kakinya menjepit kakiku, tangannya telah pindah ke belakang kepalaku melalu ketiakku, dan dengan jepitannya sangat kuat dan tidak ada deru nafasnya dalam beberapa detik dibarengi dengan kejutan vaginanya.

"Huh." Semburan udara yang sempat parkir beberapa detik di paru-parunya terdorong keluar menerpa daun telingaku, hampir mirip suaranya Lara Croft saat keluar dari menyelam di Tomb Rider Chronicle.
"Sampe?" tanyaku.
"Bukan nyampe lagi," katanya dengan nafas ngos-ngosan. Kepalanya masih di atas pundakku.
"Belum keluar yah?" tanyanya.
"Udah tahu nanya!" kataku. Kemudian dengan badan tidak bergerak hanya ada gerakan nafas yang cukup cepat saja, dia menggerakkan rongga vaginanya, tekan, lepas, tekan, lepas, dan seterusnya. Kemudian diikuti dengan gerakan pantatnya secara perlahan.

Siapa yang tahan dielus-elus dengan rongga vagina yang cukup licin. Karena gerakan dia hanya perlahan, akunya yang nggak tahan terpaksa aku menggerakkan pantatku naik turun. Pinter banget dia memancingku agar aku bergerak. Uh sedap, kalau lagi olahraga disuruh begini pasti capek mungkin hanya dapet beberapa kali, tetapi kalau lagi hubungan sex begini capeknya nggak terasa, ibarat pepatah mengatakan sekali dayung dua pulau terlampui, capeknya nggak hilang berhari-hari.

Dia bangun dari tidur sehingga posisinya berubah dengan menduduki kemaluanku. Dia tidak bergerak naik turun melainkan seperti orang naik kuda, maju mundur tetapi pelan, hanya di dalam vaginanya yang bekerja seperti meremas-remas kemaluanku, sementara tangannya memutar putingku. Jebol juga tanggul pertahananku. Uh lega rasanya. Sudah selesai ejakulasi, masih aja dipijat dengan rongga vaginanya sambil keluar masuk, layaknya memeras kemaluanku guna mengeluarkan semua spermaku yang masih tersisa di batang kemaluanku.

Aku biarkan saja, walau terasa agak geli-geli gimana gitu. Terasa spermaku mengalir melalui celah-celah antara dinding vagina dan kemaluanku, jatuh di biji kemaluanku, dan diikuti dengan keluarnya kemaluanku yang telah mengecil.

Buru-buru aku tarik kain kebayanya agar spermaku tidak jatuh ke sprei rumah sakit. Dia bangun dan ke kamar mandi. Setelah bersih dia berganti pakaian dan membersihkan diriku, memasukan perlengkapannya ke dalam tasnya, dan akhirnya aku dikeloni sampai pagi.

Saat dokter datang, dia lihat statusku. Suhu 36.8 derajat celcius, tekanan darah 110/70, SGPT dan SGOT dalam batas yang wajar walau ada ditepi, dan aku nggak punya keluhan, akhirnya aku disuruh pulang.

Bapak yang dari Irian Jaya juga nggak jelas penyakitnya, yang jelas dia tidak mengalami keluhan (hanya kalau malam suka melenguh), jadi diperbolehkan pulang.

Sementara mas Manado, SGOT dan SGPT, masih terlalu tinggi, bahkan tadi pagi sempat jatuh. Dia belum diperbolehkan pulang. Makanya kalau dibilang bed rest sama dokter harus nurut, buktinya aku sama bapak sebelah bed rest walaupun melakukan bed action, jadi biar cepat sembuh.

Saat akan pamitan sama suster sambil mengucapkan terima kasih, juga sama kepala ruangan, aku bilang, "Bu, pasien yang itu diiket aja, biar total bed rest," kataku. Bapak dari Irja mengangguk. Bukannya apa-apa, demi nyawanya dia sendiri, jojing melulu nggak lihat modal kesehatannya. Kepala Ruangannya hanya tersenyum, pasti nggak tahu yang kita (aku dan si Bapak) maksud.

Kesehatan bukan segalanya, tapi tanpa kesehatan uang, harta, bahkan wanita tiada artinya.


Budi Utomo
20010620-2300

Catatan Liputan P8 untuk pembaca:
Karena pertama kali merubah fokus, dari Panti pijat ke Perkawinan, aku agak meng"under estimate" Liputan P8, sehingga agak ragu-ragu untuk mengirimkannya. Tetapi kaget juga aku melihat respon yang diberikan serta penilaian Mas Wiro. Sebagai jawaban semua pertanyaan, itu hanya fiksi, bukan nyata.

Lelaki Bodoh dan Lelaki Baik

Bandung, 22 Desember 1995
06.00, Cihampelas-Bandung

Prolog

Wajah enam pemuda di kamar kost saya yang berukuran 4 x 4 cm terlihat serius dan was-was. Ketakutan mencekam hati setiap orang di kamar ini. Kita sedang membahas kejadian yang baru saja kami alami.
"Gimana ya kalo dia melapor ke polisi?" tanya Peter sambil di sela-sela asap rokoknya yang mengepul. Mukanya terlihat gundah.
"Tapi dia juga mau kok, bukan salah kita," kata Andi mencoba membela diri dengan nada yang tidak begitu meyakinkan.
"Untung gua nggak ngelakuan apa-apa," komentar saya bersyukur.
"Ah, siapa yang tau? Lagipula di mata hukum loe juga bersalah tau, siapa yang menyaksikan kejadian yang melanggar hukum tanpa berusaha mencegah kejadian tersebut sama saja dengan melakukan kejadian tersebut," sela Peter, yang kesal oleh pembelaan diri saya.
Kita semua kemudian terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Gus, loe kayaknya lelaki paling goblok yang pernah gua temui," tiba-tiba Peter memberi komentar mengenai apa yang baru saja saya lakukan.
Saya termenung, baru beberapa jam lalu seorang cewek mengatakan bahwa saya adalah lelaki yang paling baik yang pernah ia temui. Apakah lelaki baik sama dengan lelaki bodoh?


Bab I: Pertemuan Enam Sekawan
Bandung, 23 Desember 1995
17:30, kampus x

Dengan tergesa-gesa saya memasukkan buku saya ke dalam tas. Kuliah terakhir di tahun 1993 baru berakhir. Mata kuliah Konstruksi Bangunan yang biasanya sangat menarik bagi saya terasa seperti siksaan hari ini.
Iya, empat orang temen saya yang kuliah di Jakarta akan datang ini. Bayangkan, dengan satu temen saya lainnya yang kuliah di Bandung, malam ini merupakan reuni terbesar kita sejak berpisah dua tahun yang lalu. Mereka adalah temen-temen saya sejak SMA, temen main saya, temen saya ketika masih hijau, temen saya ketika masih saya belon mengalami pahit dan kerasnya kehidupan ini.
Tanpa menghiraukan temen kuliah lainnya saya segera memacu Suzuki Katana saya menuju tempat kost saya di jalan Cihampelas. Mereka akan tiba jam 18:00. Tetapi keinginan untuk segera tiba di kost tertunda oleh kemacetan di jalan Cihampelas. Saya memperhatikan mobil-mobil di sekitar saya yang sebagian besar ber-plat B.
"Uh...." pikir saya dengan perasaan sebel, "Penduduk Jakarta hanya membuat kemacetan di mana-mana".
Cewek-cewek cakep yang lalu lalang tidak saya perhatikan lagi. Biasanya saya selalu memperlambat mobil saya sambil cuci mata. Siapa tau ada yang mau ikut.... hihi....

Di kost ternyata temen-temen saya sudah menunggu. Ada Peter (tokoh ini pernah hadir di cerita Ketika Nafsu Menjadi Raja), Andi (tokoh ini pernah hadir di cerita Semerbak Teratai di Kolam Berlumpur), Ian, Stephen yang baru tiba dari Jakarta. Terlihat juga Guntur yang kuliah di universitas negeri di kota ini. Lengkap sudah dech.
"Wah, datang juga loe akhirnya...." Kata Peter ketika melihat saya, "Give me five!"
"Haha..." saya melayangkan telapak tangan saya yang terbuka untuk menepuk telapak tangannya Peter. Dia ini temen saya yang paling badung, playboy, dan aktif. Bersama dia, hidup menjadi ramai.
"Kecantol belon ama Mojang Priangan?" tanya dia.
"Udah dong," sahut dia, biar dia penasaran aja. Padahal belon ketemu tuh.
Akhirnya kita mengobrol panjang lebar di kamar saya yang tidak terlalu luas. Pembicaraan berkisar mengenai kuliah, temen kuliah, dan masalah cewek tentunya. Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam ketika kita sepakat untuk makan malam.
Menumpang dua mobil, akhirnya kita menuju Ayam Goreng Semar di dekat jalan Pasir Kaliki. Warung di pinggir jalan ini penuh sesak oleh pengunjung. Memang warung ini merupakan salah tempat makan untuk cukup dikenal di Bandung.
Selesai makan, kita menuju jalan Dago untuk duduk dan ngeceng di KFC - Gelael. Banyak cewek manis yang lalu lalang, tetapi tidak ada yang memberikan isyarat lewat tatapan mata mereka. Akhirnya jam 11 malam kita sepakat menuju diskotik yang berlokasi di jalan Cihampelas.


Bab II: Shinta dan Agnes
Jam 23.00, Diskotik SE, Cihampelas Bandung

Diskotik yang terdiri dari dua lantai ini masih terlihat sepi, maklum jam 11 malam masih terlalu pagi bagi kalong-kalong malam untuk keluar menikmati kilau lampu diskotik. Mata saya segera berkeliaran mencari mahluk yang namanya cewek. Terlihat beberapa orang cewek sedang menikmati musik di lantai disco. Tetapi nggak ada yang menarik perhatian saya.
Kita akhirnya setuju untuk duduk di meja yang berdekatan dengan lantai disco dengan harapan banyak cewek yang akan lalu lalang melewati meja kita. Maklum aja toilet diskotik ini terletak di depan, satu-satunya tempat berdandan buat cewek di tempat yang gelap ini ya di toilet. Jadi mereka biasanya selalu mondar mandir ke toilet.
Saya dan temen-temen saya memesan bir. Kerasnya musik di diskotik ini tidak menghalangi kita untuk mengobrol, walaupun harus berteriak. Tanpa terasa ruangan diskotik semakin rame, meja-meja hampir seluruhnya terisi dan lantai disco terlihat sesak oleh ramainya orang yang berdisco.
Mata saya kembali bekerja, dua orang cewek yang sedang berdisco menarik perhatian saya. Goyangan tubuh mereka yang seronok menghidupkan khayalan saya. Kedua cewek tersebut terlihat masih muda, menurut taksiran saya, umur mereka masih di bawah dua puluh tahun.
Yang menarik perhatian saya adalah kedua gadis tersebut sangat berbeda. Gadis yang pertama memakai rok pendek berwarna hitam, rambutnya yang pendek dicat merah. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, sekitar 155 cm terlihat montok oleh tonjolan di dada dan pinggulnya. Gerakan mata dan tubuhnya sangat aktif dan liar. Temannya gadis yang memakai jeans ketat berwarna hitam terlihat sangat kalem. Tubuhnya tinggi, mungkin sekitar 165 cm, dan agak kurus. Tonjolan di daerah dadanya tidak mencolok. Rambutnya panjang dan hitam. Tatapan matanya sangat lembut, dan goyangan tubuhnya juga lemah lembut.
Saya sendiri lebih menyukai cewek yang kalem, karena itu gadis kedua lebih menarik perhatiaan saya.
"Gus, liat dua cewek tuh. Yang satu goyangnya asyik banget," kata Peter, sedikit berteriak.
"Ya, gua tau. Gua lebih suka yang tinggi," sahut gua.
"Payah loe, liat aja goyangannya. Ampunnnnnn...." kata Peter dilanjuti ketawa temen-temen gua.
"Kenalan tuh, ayo! Jangan asal ngomong aja," kata Guntur mencoba memanas-manasin kita.
Perhatian saya segera kembali ke kedua gadis tersebut. Terlihat beberapa orang cowok berjoget di samping mereka. Keliatannya mereka mencoba menarik perhatian kedua cewek tersebut. Bener aja, terlihat seorang cowok mengatakan sesuatu dan menjulurkan tangannya. Ternyata kedua gadis tersebut hanya tersenyum dan meneruskan jogetan mereka tanpa menghiraukan cowok tersebut. Haha... pikir gua dalam hati... malu dong!
"Keliatannya bukan cewek murahan," kata gua ke temen-temen gua, "mereka nggak mau kenalan tuh ama cowok di sampingnya."
Lima belas menit kemudian dua orang cowok lainnya mencoba mendekati mereka, lagi-lagi dicuekin. Dan tindakan cewek ini menarik minat saya soalnya ini merupakan tantangan. Biasanya cewek-cewek di diskotik cukup gampang diajak kenalan.
Cukup lama mereka berjoget dan akhirnya mereka berhenti dan berjalan ke arah meja kita. Dalam hitungan detik, mata saya yang tajam segera menangkap lirikan dan tatapan penuh arti dari mata cewek montok yang ditujukan ke arah Peter. Temen saya ini memang sangat tampan.
"Pet.... gua jamin mereka mau kenalan ama loe," kata gua ke Peter ketika mereka lewat.
"Ah... bisa aja loe," jawab Peter tidak percaya.
"Loe lupa kalo gua bisa membaca tatapan dan lirikan mata seseorang, ingat kejadian waktu SMA?" Kata saya mencoba menyakinkan dia. Sewaktu SMA saya juga memberitahukan Peter kalo ada cewek yang lagi memperhatikan dia dan ternyata bener, akhirnya cewek tuh menjadi pacarnya dia sewaktu SMA. Saya sangat sensitif dengan tatapan mata seseorang.
"Tapi mereka cuek tuh ama cowok," kata Peter ragu-ragu.
"Percaya dech ama gua. Mata tidak bisa menipu," jawab gua.
Akhirnya Peter mengajak saya untuk mendekati kedua cewek tersebut yang sekarang duduk di bar.
"Kenalan dong, nama saya Peter," kata Peter ke cewek yang bertubuh montok.
Kedua cewek tersebut menatap tajam ke saya, seakan-akan menyusuri pikiran dan hati kita.
"Hmmm, boleh kenalan?" ulang Peter, kali ini ada keraguan di suaranya.
"Shinta," jawab cewek yang bertubuh montok, singkat aja tanpa menjulurkan tangannya. Tatapan matanya dingin.
"Saya Agus," saya memperkenalkan diri saya, "dan kamu...?"
"Agnes," cewek yang tinggi kurus menjawab pertanyaan saya.
Akhirnya kita mengobrol dan semakin lama kita semakin akrab. Ternyata kedua cewek tersebut sangat kuat menenggak minuman keras. Kurang dari setengah jam, Shinta sudah menghabiskan tiga gelas Rainbow! Dan istimewanya, mereka menolak ketika Peter bermaksud membayar minuman mereka. Jarang saya menemukan gadis seperti ini di diskotik.


Bab III: Lelaki Bodoh/Baik?
02.30 Jalan Setiabudi, Bandung

Dua mobil beriringan memasuki kompleks bungalow yang sudah di-booking Peter. Saya melirik Agnes dan Shinta yang hampir tertidur.
"Gus, gua pengen muntah," kata Shinta. Saya bergegas membuka pintu dan memapah dia keluar. Kalo muntah di mobil saya kan berabe. Rupanya Shinta mabuk berat, dia sama sekali tidak bisa berdiri tegak. Baru berjalan dua langkah dia sudah memuntahkan isi perutnya. Bau asam terasa menyengat.
Temen-temen saya akhirnya membantu membopong tubuh Shinta. Saya kembali ke mobil. Agnes terlihat tertidur nyenyak. Perlahan saya menggoyang tubuhnya....
"Ayo, tidur di dalam, di sini dingin," bisik gua.
Dia cuman membuka matanya sebentar dan bermaksud untuk tidur lagi. Akhirnya dengan susah payah, berhasil membujuk dia untuk masuk ke bungalow yang terdiri dari 3 kamar tidur dan satu ruang tamu. Di ruang tamu hanya terlihat Guntur yang berbaring lemas di sofa.
Saya membawa Agnes menuju ruang tidur. Melewati ruang tidur pertama, saya melihat Peter, Ian, Stephen dan Andi mengelilingi Shinta yang berbaring di kasur. Tanpa pikiran apapun, saya membawa Agnes ke kamar kedua dan membaringkan dia di tempat tidur. Parfumnya tercium semerbak dan tubuhnya terasa hangat.
Karena merasa haus, saya melangkahkan kaki saya menuju mobil untuk mengambil aqua yang sudah kita persiapkan. Langkah kaki saya terhenti ketika melewati kamar pertama. Dari celah pintu yang tidak tertutup rapat, saya melihat keempat temen saya mengelilingi tubuh Shinta yang hampir telanjang. Walaupun tertutup oleh tubuh temen saya, pandangan mata sempat menyapu indah dan mulusnya tubuh Shinta. Saya berjalan masuk ke kamar tersebut.
Melihat saya, Ian membalikkan tubuhnya dan berbisik, "Dia mabuk Gus, tetapi kayaknya mau-mau aja tuh."
Saya berjalan mendekati kasur. Saat itu branya disingkap ke atas, memamerkan sepasang buah dadanya yang montok. Celana dalamnya yang berwarna hitam terlihat sudah diturunkan sampai ke lututnya. Bulu-bulunya yang tebal dibelai perlahan oleh Stephan seakan-akan dia membelai kucing.
Tiba-tiba terdengar gumanan Shinta, "Ah.... hehe.... sudah lama saya tidak bercinta, lelaki itu buaya.... semuanya.... termasuk kalian.... tetapi gua suka yang buaya.... hehe...."
"Shinta, kamunya masih perawan?" bisik Peter di telinganya.
"hehe... masih...." jawab Shinta dengan mata tertutup.
Temen-temen saya terpaku mendengar jawaban dia dan saling berpandangan, "tetapi itu tiga tahun yang lalu... hehehe....." lanjutnya kembali. Terlihat si Peter menarik nafas lega dan tersenyum.
"Mungkin bukan cewek baik-baik," bisik Ian ke saya.
Saya cuman berdiam diri.
Tidak terlihat adanya penolakan dari Shinta ketika temen-temen saya menyentuh buah dadanya yang lumayan montok. Bahkan terlihat dia menikmati, terbukti dari rintihan-rintihannya dan gerakan tubuhnya yang menggelinjang.
"Udah Gus, sikat Agnes aja," saran Peter, "kitanya mau giliran neh, loe mau ikutan?"
"Kagak mau, gua ada Agnes," jawab gua.
"Hati-hati loe, keliatannya dia nggak mabuk," komentar Ian.
Setelah itu temen-temen sepakat untuk menggilir Shinta dengan syarat yang lainnya menunggu di luar. Peter ngotot meminta giliran pertama dan disetujui temen-temen saya.
"Udah, punya saya yang paling panjang, jadi gua yang pertama," kata Peter, "punya gua ampe ke puser."
"Mungkin puser loe yang letaknya agak ke bawah," komentar si Stephan yang juga ngotot minta giliran pertama.
Tidak tertarik oleh debatan mereka dan dengan nafsu yang sudah bangkit, saya kembali ke kamar kedua. Setelah mengunci pintu kamar, saya berjalan menuju ranjang.
Agnes terlihat sudah tertidur pulas. Perlahan saya mencium pipinya, tiba-tiba membuka matanya yang terlihat merah dan mengantuk.
"Gus, saya pusing, pijatin dong," dia berkata pelan.
Saya duduk di ranjang dan Agnes menjatuhkan kepalanya di paha saya. Saya menggerakkan tangannya untuk memijat kepala dan dahinya. Dia menutup mata dan menikmati pijatan saya. Lima menit kemudian jari tangan saya turun memijat tengkuknya.
"Hihi... geli.... Gus, tapi enak," kata Agnes tanpa membuka matanya. Akhirnya saya memberanikan diri untuk mencium bibirnya yang ternyata dibalas dengan penuh nafsu oleh Agnes.
Masih dalam posisi Agnes berbaring di paha saya, ciuman kita berlanjut cukup lama. Akhirnya saya memberanikan untuk menyentuh buah dadanya. Jari-jari tangan saya menarik kaosnya keatas dan terlihatlah buah dadanya yang tidak terlalu besar, tertutup oleh branya. Dengan cekatan jari tangan saya menyusup ke dalam branya sambil meremas perlahan.
Ciuman si Agnes semakin liar dan buas. Kadang lidah saya diisap dengan penuh nafsu dan kadang digigit perlahan. Ketika jari tangan saya berhasil mencapai puncak sepasang gunung kembarnya, dia mendesah keras, "ah....."
Rintihan dan ciuman membuat nafsu saya menggelegak. Perlahan tangan saya menarik branya ke bawah, akhirnya sepasang gunung itu menonjol keluar, kecil dan mancung. Puncak kecil dan terlihat tegang menantang mulut saya untuk menikmatinya. Tanpa menunggu lama, saya menjulurkan kepala saya dan lidah saya sudah mempermainkan puncaknya.
Terganggu oleh kaos dan branya yang kadang menghalangi tatapan dan perjalanan lidah saya, tangan saya melepas kaosnya dan branya. Ciuman saya berlanjut ke perutnya dan bermain sebentar di titik tengah tubuhnya.
Setelah itu celana panjang dan celana dalam putihnya segera menjadi korban tangan saya. Dengan posisi berbaring menghadap ke samping, lidah saya berjalan menyusuri pahanya Agnes. Saat itu terasa sepasang tangan mungil Agnes berusaha melepaskan celana jeans saya. Terlihat dia bersusah payah walaupun akhirnya celana panjang dan celana dalam saya terlepas. Tangan-tangan Agnes menyentuh dan membelai belalai gajah saya yang sudah mengeras.
Paha Agnes masih tertutup rapat walaupun berkali-kali saya berusaha membukanya.
"Malu..... Gus..." kata Agnes sambil mempermainkan belalai gajah saya.
"Nggak papa kok... yang liat cuman saya kok," bujuk saya.
Cukup lama saya membujuk dia, akhirnya saat pahanya sedikit terbuka segera kepala saya menyeruak di antara pahanya. Diterangi lampu kamar yang lumayan terang, kemaluannya yang kecil mungil terpampang di hadapan saya.
Saat itu sebenarnya saya masih belum begitu berpengalaman dalam urusan puas-memuaskan wanita. Saya mencium perlahan kemaluan menyusuri bibir kemaluannya yang masih kencang, tanpa mengetahui titik titik sensitifnya (hehe... sekarang mah udah ahli). Bau kewanitaanya sangat merangsang. Pahanya tertutup mengepit rapat kepala saya.
"Ah......... gellllllliiiiiiiiii Gus, guaaaa nggak tahan," akhirnya dia menggerakkan pinggulnya ke belakang.
"Wah, geli Gus, gua nggak tahan, jangan dong," demikian pintanya.
"Ah, nggak pa-pa, bentar lagi juga enak," kata saya menggerakkan kepala saya menuju daerah kemaluannya lagi.
Tetapi dia menjauh dan berkata serius, "Jangan Gus, saya nggak tahan..... saya masih perawan. Saya tidak mau kehilangan keperawanan saya. Tolong, tolong... dech....."
Saya terdiam, saya memang tidak bermaksud merusak dia. Kalo memang dia mau mempertahankan keperawanannya, saya tidak akan memaksa dia.
"Iya..... " kata saya sedikit menyesal.
Melihat saya terdiam, rupanya ada rasa bersalah di hati Agnes juga. Dia mendekati saya dan mencium saya kembali. Tangannya mempermainkan belalai gajah saya. Dalam sekejap perasaan sesal berganti oleh nafsu yang bergelora.
Tiba-tiba Agnes mendorong saya untuk berbaring dan menduduki tubuh saya. Tubuhnya diangkat dan dia menggerakkan belalai gajah saya menggesek-gesek bulu kemaluannya yang masih halus, yang kemudian dilanjutkan di daerah kemaluannya. Rasanya sangat nikmat. Kadang dia mencoba memasukkan belalai tersebut di gua kenikmatannya yang masih tertutup rapat. Tetapi dia hanya memasukkan daerah kepala belalai tersebut, keluar-masuk, keluar masuk.
Mata saya tertutup menikmati perasaan hangat dan jepitan otot kemaluannya. Cukup lama dia melakukan hal tersebut. Akhirnya, dia menjatuhkan diri di samping saya.
"Capek Gus....." komentar dia.
Kasian, saya menggerakkan tubuh saya ke atas tubuhnya Agnes. Saya membuka kedua pahanya yang kali itu terbuka dengan mudah. Perlahan saya memasukkan belalai tersebut, tetapi cuman sebatas daerah kepalanya dan saya menggerakkannya keluar-masuk.
Agnes mendesis liar. Saat itu sebentar terlintas dalam pikiran saya untuk menghujamkan senjata saya sedalam-dalamnya dan mengambil keperawanan yang keliatan sudah dipasrahkannya. Tetapi perasaan kasian membuat saya tidak melakukan hal tersebut.
"Gus..... masukkin Gus... masukkin," akhirnya Agnes meminta saya untuk memasukkan semua belalai tersebut. Tetapi terlintas dalam pikiran saya betapa dia tadi dia mempertahankan keperawanan dia. Saya merasa kasian dan hanya memasukkan belalai tersebut sebatas kepalanya sambil sesekali memutar belalai tersebut.
Seperempat jam kemudian, sesudah terdorong keluar dari belalai tersebut. Dengan segera saya mencabut belalai tersebut dan muncratlah cairan hangat di sekitar kasur. Saya terbaring lemas sambil memeluk Agnes dengan nafas memburu.
Ketika nafas kita mulai teratur, Agnes berbisik perlahan, "Terima kasih Gus, kamu lelaki yang baik. Saya sebenarnya sudah tidak tahan dan merelakan keperawanan saya. Untung kamunya masih bisa menahan diri".
Saya cuman membelai rambutnya, tersenyum, dan berkata, "Berilah keperawanan kamu kepada cowok yang paling kamu cintai".
Itulah perkataan terakhir saya sebelum kita terlelap dan jam lima pagi, temen-temen saya mengajak saya untuk meninggalkan bungalow tersebut. dengan perasaan berdosa, saya meninggalkan Agnes dan Shinta saat mereka masih tertidur nyenyak.
Dalam perjalanan saya mengetahui bahwa keempat temen saya bergiliran meniduri Shinta. Tetapi mereka mengakui bahwa Shinta masih sadar dan menikmati permainan mereka.
Sesudah peristiwa berlalu, saya selalu berpikir, apa yang terjadi kalo seandainya saya mengambil keperawanan Agnes malam itu. Apakah saya akan menghancurkan masa depan dia? Apakah nggak ada bedanya, nanti juga akan diambil cowok lain? Bodohkah saya seperti kata temen saya? Atau baik kah saya seperti kata Agnes?
Yang pasti, menjadi lelaki bodoh kadang membuat kita bisa tidur lelap dan bebas dari rasa bersalah.

aku diperkosa ....tapi enak..!!!

penyakit “subita” (suka bini tetangga) yang diidap oleh si Comed, warga Desa Pagon Kecamatan Binong Kabupaten Subang ................ Untuk pemuda usia dia, mestinya aneh juga kelakuan seperti itu. Kenapa musti naksir bini orang, sedangkan stok gadis di Subang sini juga berlimpah, cukup hingga Lebaran mendatang. Mau yang muda, yang agak tua, yang bodas ngeplak (putih bersih) semua tersedia.

Namun Comed menyadari, profesi hanya buruh nyangkul seperti dirinya, mana ada perempuan sudi? Mendambakan gadis yang cantik, putih bersih, betis mbunting padi, itu sama saja pungguk merindukan bulan. Maka meski gadis di kampungnya mulus-mulus, selama ini Comed hanya turun naik di jakun. Betapapun ada yang ditaksirnya, tapi dia takut mengalami ambon sorangan (cinta bertepuk sebelah tangan).

Termasuk pada Ny. Wiwid, yang selama ini jadi tetangga dekat rumah. Comed sangat suka akan penampilan wanita itu, tapi juga hanya dipendam dalam hati. Apa lagi wanita itu adalah istri Kang Barna tetangganya yang tinggi besar. Dia tak bisa membayangkan, begitu ketahuan mengganggu bininya, Comed langsung ditenteng pakai tangan kirinya dan lalu dilempar ke kali, ......byurrrrr! “Amit, amit,” kata batin Comed.

Akan tetapi, cinta memang hak semua anak bangsa. Sepanjang itu hanya wacana dan disimpan dalam dada, silakan saja menaksir bini tetangga, di KUHP dijamin tak ada pasalnya. Dan itu pula yang dilakukan Comed, mana kala melihat bini Kang Barna melintas depan rumahnya, belanja ke warung misalnya, matanya melotooot mengikutinya sampai mau dipatol ayam rasanya. Agaknya, stagnan (penumpukan) asmara Comed memang harus diakhiri. Itu terjadi ketika suatu sore pas dia melintas dekat rumah Ny. Wiwid, mendengar suara orang gebyar-gebyur mandi. Comed mencoba mengintipnya. Alamak, yang mandi ternyata Ny,. Wiwid yang diidolakan selama ini. Wih...., tubuhnya dalam kondisi pakaian hawa, sungguh seindah warna aslinya. Dengkul Comed pun langsung ngaderekdek (bergetar).

Tali dan jaringan syaraf mata pun nyambung ke otak, lalu otak mendelegasikan ke pendulum, maka segera kontaklah dia: blip, blip, blip! Comed yang makin tersiksa akan aksi pengintipannya, tambah berani memelototi tubuh polos tetangganya. Ketika Ny. Wiwid usai mandi dan ambil air wudlu untuk salat Ashar, langsung dikuntit dari belakang. Sabodo teuing (bodo amat) dengan Kang Barna, begitu tekadnya.

Ini yang keterlaluan, mendadak Comed ingin memperkosanya meski dengan cara kekerasan. Kalkulasi politiknya mengatakan, dalam kondisi normal, mana mungkin Wiwid sudi melayani aspirasi arus bawahnya. Satu-satunya teori adalah: istri Kang Barna ini harus dilumpuhkan dulu. Maka ketika Ny. Wiwit sedang membasuh betisnya yang mbunting padi tersebut, langsung saja dikemplang kepalanya pakai kayu: pletakkk!

Ketika wanita tetangganya itu terjajar di lantai kamar mandi dalam kondisi pingsan, langsung saja Comed beraksi. Celana dalam Ny. Wiwid langsung dibuka paksa. Petani muda bau lumpur itu betul-betul syur. Dia yakin seyakinnya, dalam hitungan detik bakal berhasil menikmati tubuh mulus tetangga yang diidolakannya. “Takkan lari gunung dikejar,” begitu katanya sambil menutup wajah sendiri pakai kaos agar tak ketahuan.
si comed langsung meraba raba kemaluan nyonya Barna ini....
kemaluan yang putih bersih.....dimana tengahnya berwarna merah muda......
pendulum...alias torpedo comed telah berdiri dengan tegaknya....ia langsung mengangkangi ny wiwid....kemaluannya yang besar hitam itu di masukkannya perlahan.............
ny wiwid yang belum sadarkan diri itu ...tidak bergerak sama sekali.........comed.......berhasil menembus kemaluan Ny wiwid....diobok oboknya memek ny wiwid......diangkatnya kedua kaki ny wiwid kepundaknya......tangannya menarik pinggang ny wiwid kebawah dengan kerasnya pula kemaluannya dihunyamkan masuk ke memek Ny wiwid.....plok plok.....
comed sambil geleng geleng kepala menikmati tubuh Ny wiwid.....comed klimaks......ia menyemprotkan maninya kedalam vagina Ny wiwid......aaackkhhhhhhhh....
badan comed bergetar...karena orgasme.......
iapun dengan terburu buru memakai kembali celananya dan cepat berlalu dari tempat itu....jangan sampai ada yang memergoki perbuatan bejadnya.......ditinggalkannya Ny wiwid di tempat itu hingga 2 jam kemudian ..barulah Ny wiwid siuman....
ia kaget melihat kondisinya sudah tidak menggunakan celana dan setengah bugil...ia merasakan sakit di belakang lehernya akibat di pukul dengan kayu oleh si comed........
tapi lebih perih lagi dibagian kemaluannya.......
kemaluannya masih basah oleh sperma comed yang tumpah meleleh kepaha Ny wiwid saat Ny wiwid mencoba berdiri.....
achhhhh...aku telah diperkosa....tapi siapa yah yang memperkosa aku...tanyanya dalam hati.......
ia tidak mau menceritakan aib ini pada siapapun...juga pada suaminya........ditakutkan aib ini akan menyebar dan dia sendiri yang akan menanggung malunya..................

seminggu si comed menunggu reaksi apa yang akan terjadi dari perbuatan bejadnya itu........tapi keliatannya tidak ada apa apa.......iapun berada diatas angin......
keinginannya utk melakukan adegan ulang memperkosa Ny wiwid tergambar dan tersusun lagi dibenaknya.........

ia tahu kalau pak Barna tiap subuh meninggalkan rumahnya membawa dagangan sayuran kepasar di kecamatan........comed hapal betul...karena mereka bertetangga...
maka suatu hari kala orang dikampung menuju masjid utk sholat subuh.....sicomed lain lagi....ia mengendap di belakang rumah Kang barna.......sedikit dengan keahlian mencongkel grendel rumah barna maka iapun sudah berada didalam......kang barna baru saja meninggalkan isterinya dirumah.....dan Ny wiwid telah kembali berada dalam kamarnya tertidur ...menyambung tidurnya yang di cut oleh suaminya.......karena Ny wiwid subuh subuh sekali telah bangun menyiapkan sarapan subuh....untuk perut suaminya dan untuk dibawah perut suaminya....
karena kecapaian melayani suaminya iapun kembali tertuidur lelap tanpa mengetahui bahwa telah ada orang lain di dalam rumahnya......
si comed mematikan lampu kamar Ny wiwd....kondisi kamarpun gelap gulita....ia naik keranjang Ny wiwid perlahan.......,Ny wiwd yang hanya menggunakan sarung itu tidak menyadari....karena lelapnya......sarungnya disingkap pelan oleh sicomed.....kemudian si comed menindihnya ......ahirnya Ny wiwid kaget......ia ingin berteriak tapi mulutnya dibekap....dan dia merasakan sesuatu yang dingin dilehernya....rupanya si comed....menaruh parang diatas leher Ny wiwid.....tanpa berkata a..ii..uu....sicomed langsung mengarahkan torpedonya kekemaluan Ny wiwid....Ny wiwid hanya pasrah,.....ia mengerti kalau ia berteriak maka parang itu akan menggorok lehernya....maka dibiarkannya maling memek itu beraksi......
sicomed....menusukkan torpedonya dengan keras.....Ny wiwid terhentak hentak dibuatnya......ssshhh...perih dirasakannya....iapun kembali mengingat peristiwa yang lalu....mungkin ini juga yang memperkosaku dulu........kok perihnya sama.......
disodoknya keluar....masuk.....memek Ny wiwid.....ahirnya gairah Ny wiwid bangkit juga merasakan sodokan itu.......dengan tidak disadarinya pantatnya ikut bergoyang mengimbangi hentakan hentakan birahi si comed..........
karena sicomed merasakan pantat Ny wiwd bergoyang.....dan torpedonya merasa di pilin pilin oleh memek Ny wiwid ....maka ia pun segera klimaks......
rupanya si comed tidak mampu bertahan lama mendapat balasan goyangan INUL.........
iapun segera bangkit......ia berlari sambil menyelinap keluar rumah Ny wiwid lewat belakang......
Ny wiwid tidak berteriak ....ia cuma memakai kembali sarungnya......dan tidur........
pusing...amat....!!!! pikirnya.....
aku juga enak koq...........
hihihihihihihi

Rena Gadis SMU yang Mengairahkan

Pembaca sekalian perkenalkan nama ku Roy sampai sekarang aku masih melanjutkan kuliah di sebuah universitas di Magelang.
Umur ku masih 20 tahun. Cerita ini berawal ketika aku dan teman ku Ronald, Jefry dan rudi yg senang bermain game online ataupun sekedar bermain internet, membuka sebuah game centre dan warnet yg terletak di daerah Magelang utara. Pada dasarnya sih kami membuka usaha itu cuman iseng-iseng aja. Yah dari pada nga ada kerjaan ataupun malah menghabiskan uang untuk main game atau main internet di tempat lain, mendingan buat sendiri toh bias nambah nambah uang buat jajan dan beli rokok.

Belum lama usaha kami buka, kami seperti setengah kaget dan senang.
Bagaimana kami tidak senang, kebanyakan user kami adalah cewek-cewek SMU dengan postur tubuh yg sangat mempesona, bahkan bisa di ibarat kan buah apple yg siap di petik. Dan juga masih banyak gadis-gadis muda yg main ke tempat kami. Dengan keramahan teman-teman yg selalu sopan dan romantis dalam melayani pelangan, yah kami memang cukup professional. Bahkan postur tubuh kami dah wajah kami juga cukup lumayan mungkin itu juga salah satu factor yg membuat mereka tertarik untuk selalu datang berkunjung.

Di antara gadis-gadis yg masih segar itu ada satu yg sangat istimewa di mataku dan teman-temanku. Nama nya Rena dia cukup cantik, bukan hanya cantik, luar biasa mungkin dan istimewa tentu nya. Terkadang dia datang dengan Karina, Monica dan Cindy teman-teman rena yg juga tidak kalah cantik, tapi lebih istimewa Rena tentu nya.dan akhir nya suatu kesempatan, dia datang sendiri ke tempat kami. Ketika dia baru duduk aku sapa,
”loh temen nya mana Rena”,
dia hanya menjawab,
“dah pada balik, pada mau les katanya”.
Lalu aku berbalik ke mejaku dan berusaha mencuri-curi untuk sekedar melihat lekuk tubuh nya dari balik monitor computerku.

15 menit sudah aku memandang nya, eh dia membalas pandangan ku,
aku kaget juga jangan-jangan dia marah, eh dia malah tersenyum.
Karena penasaran dia sedang apa aku mencoba melakukan remote anything ke computernya, yah kami biasanya menyebutnya dengan kata-kata SPY, gitu deh bahasa gaulnya.aku kaget juga setelah tau bahwa dia membuka situs-situs yg berhubungan dengan sex dan pornografi. Mukaku memerah, entah suka atau benci, tp yg jelas kaget sekali. Dengan nekat kucoba mendekati computernya, lalu kutanya dia,
“hayooooo Rena lagi buka apa”,
Karena tanpa persiapan dia langsung kelabakan seperti di anak ayam kehilangan induk nya dan dengan cepat dia menutup kolom situs-situs tersebut. Tapi dengan cepat aku menjawab,
”nga papa lah ama gue ini, nyantai aja lagi”.
Langsung saja muka dia memerah, entah malu atau takut.
lalu dia menjawab,
“emang nya tadi Roy liat Rena lagi buka apa?”, tanyanya.
“liatlah, nga perlu ke sini juga Roy bias liat dari computer roy “,
jawab ku sambil mengedipkan mata, lalu dia tertawa kecil dan tersenyum manis seperti gadis yg masih polos. Lalu dengan cepat aku tidak menyia nyiakan kesempatan ini aku langsung berkata,
“mau di temenin nga Rena biar Roy cariin situs2 yg lebih bermutu”.
Dia diam sejenak lalu menjawab,
“ya udah Roy duduk di sebelah Rena aja”,
katanya lembut penuh arti.
Waduh bakalan seru nih batin ku, untung aja temen-temen ku yg lain pada bermain basket di dekat situ, jadi semuanya lancar tanpa hambatan. Kami sempet ngobrol sejenak, dan dari situ ku ketahui bahwa dia anak pejabat di kota ini, dalam batin ku aku berkata wah ternyata anak pejabat neh.

Lalu mulai kucarikan dia situs situ porno yg belum pernah dia lihat,
kulihat raut muka nya berubah seperti cacing kepanasan tangannya tak bisa diam, aku lihat dia sangat terangsang dengan gambar-gambar dan video yg aku carikan lewat internet. Wah cepet honey dia batinku,
lalu tak kubiarkan dia hanya melihat saja, lalu aku berbisik,
“Ren dari pada liat, punya ku nganggur neh, kan sayang klo di diemin”, ia kaget kukira dia marah.
Eh ternyata dia malah lansung memegang senjataku yg dari tadi sudah on ketika aku duduk di sebelah nya, kontan saja aku kaget dan senang. Lalu dengan cepat aku juga merangsang dia dengan memegang payudara yg sangat indah itu dari belakang.
Untung warnet lagi sepi batinku dalam hati, aneh nya saat itu tak ada satupun pelanggan yg datang, yah mungkin di karenakan hujan yg cukup deras. Kulihat dia kurang puas memegang senjataku jika terhalang oleh celana pendek ku, lalu dia mencoba memelorotkan celana ku hingga batang kemaluan ku bisa dalam posisi enak untuk di kocok oleh tangan nya yg lembut itu.dan dia berkata,
“Roy punya kamu gede juga ya”,
Aku hanya terdiam.
Tanpa sadar aku sangat menikmatinya,
hingga aku hampir berteriak “ah uchhhh ahhh terus Ren” lalu Rena dengan cepat menutup mulutku dengan ciuman bibir nya yg lembut dan sangat sensual itu. Wah untung sepi coba klo banyak orang tadi di sini bakalan berabe batin ku. Setelah dia puas dia mencium bibirku,
dia melanjut kan dengan menciumi kemaluan ku, sungguh luar biasa gadis anak pejabat yg masih polos ini melakukan hal-hal dalam sex yg sangat mengairahkan.

Aku di buat sangat puas oleh nya bahkan aku dibuat tak berdaya,
10 menit kemudian aku mengangkat kepalanya dan aku bisikan mesra di telinga nya, Ren gantian masak kamu terus yg muasin aku kamu kan belom puas, dia tersemyum pertanda iya. Langsung saja aku puaskan dia di antara sekat-sekat yg menjadi pembatas di antara computer computer di warnet ini. Dia kulihat sangat menikmati permainan ku,
aku mencoba sedikit membuka baju nya untuk melepas Bh nya.
Karena kami melakukan nya di tempat umum aku mencoba untuk menahan diriku untuk tidak mencoba menelanjanginya, sehingga aku tetap merangsang payudaranya di balik seragam sekolah nya, tanpa bisa melihat payudaranya yg berukuran 34 b itu. Dia terdengar mendesah lembut dan sangat sexy,
“ah ah..u ah..hhhhhh.ahhhhh” terdengar dari mulut nya.
Berkali kali ku pilin putting nya dia mengelinjang hebat sekali,dan merancau tidak karuan.
”ah uh. roy terus sayanggggg…royyy…ahhhhhh”.
Setelah merangsang buah dada nya aku langsung mencoba mengelus vagina nya dengan jari ku, karena dia memakai rok SMUsehingga tidak sulit untuk melakukan nya.Kurasakan vagina nya sudah sangat basah di karenakan rangsangan ku di buah dada nya tadi, bulu-bulu kemaluanya juga kuraba, wow sangat rapi batin ku. Aku berusaha tidak memasukan jari ku ke vagina nya karena dia masih perawan.
Kucoba merangsang dia lewat gesekan-gesekan lembut di tangan ku,
kurasakan badannya kejang dan keringat keluar dari seragam sekolah nya yg tanpa memakai Bh itu.
Dia berulang kali mendesah,
“Roy ampunnNn Roy sayang YUyy nikmatttTTttt………”.
Padahal itu Baru kugesek dengan tangan bagaimana klo kumasukan senjataku ke dalam vagina nya batin ku.
Setelah 10 menit melakukan itu dia berteriak.
“ahhhhHH..hhhhh SSSshhhhhh”,
dan seketika itu juga dia mengalami orgasme pertamanya.
Kemudian dia terkulai lemas di pelukanku, sambil membelai dia aku membenarkan posisi celanaku dan dia juga mencoba membenarkan letak posisi seragam dan rok nya itu.
Lalu aku mengambilkan air minum untuk dia lalu berkata,
“yah gitu aja dah jebol gimana klo ML bisa-bisa Rena nga bisa bangun 2 hari gara-gara kehabisan stamina dong”. Candaku.
Lalu dia menjawab,
”eh enak aja kan tadi baru training, jadi ya butuh pelatihan dolo kayak tadi”.
Aku hanya tertawa kecil, eh malah dia langsung bilang Roy mau njarain Rena yang lebih expert lagi nga, klo mau abis ini aja kita pergi mau nga tanya nya. Sejenak aku berpikir tapi langkah langkah kaki datang menuju tempat itu dan kulihat wajah wajah teman-teman ku muncul, diantaranya Ronald, Jefry dan Rudi.
Langsung saja kusapa,

“abis basket kalian”,
dengan tersenyum Jefry hanya menjawab,
”dari pada ngurusin basket mendingan ngurusin Rena”.
Mereka pun semua tertawa dan kulihat Rena juga tersenyum nakal dan berusaha menunggu jawabanku. Lalu setelah teman-teman ke belakang aku bisikan ke telinga Rena ya udah tar gue ajarain yg lebih hot lagi ya, Rena tersenyum dan aku pergi berkemas untuk pergi bersama dengan rena.

Setelah itu kami pergi dengan meminjam mobil milik Ronald.
Dalam perjalanan aku bertanya,
“mau kemana ini Ren”,
dia menjawab.
”di rumah Rena aja kan Papa Mama sedang pergi ke Jakarta kak Adi sedang ke Jogja”,
aku kaget dan berkata,
”bener nih di rumah mu”,
“iya bener” katanya.
Setelah kami sampai di rumah nya aku kaget juga dengan rumah nya yg besar seperti istana itu wah gede banget rumah nya dan juga indah.
Setelah memarkir mobil ku aku di bimbing Rena untuk masuk ke rumah nya.Wah tampak nya dia terlihat tidak sabar.
Lalu aku menunggunya mandi sambil nonton tv dan menikmati hidangan yg sangat enak, kayak Raja nih batin ku.
Setelah dia selesai mandi, ia menghampiri ku hanya dengan memakai handuk yg dia balutkan di tubuh nya, ketika melihat nya,
tenggorokanku seperti tidak dapat menelan kue-kue yg tadi aku makan, dan dengan segera Rena mengambil jus jeruk yg ada di meja kamar nya lalu meminumnya, setelah itu mencium bibir ku dan mengalirkan jus jeruk yg telah dia minum tadi seolah-olah induk yg memberikan makan anak-anak nya.

Setelah itu dia membuka handuk nya yg tadi membungkus tubuh nya yg putih mulus dan sexy itu. wah payudara nya benar-benar luar biasa kencang dan besar, tak kusangka anak SMU kelas tiga sudah sematang, bulu-bulu halus yg ketika di warnet tadi aku pegang, aku bisa melihatnya dengan jelas. Sungguh pemandangan yg luar biasa.
Tanpa segan-segan lagi dia memintaku untuk men servicenya.
Dia berkata,
”ayo kok malah diem katanya mau ngajarin”,
ucapnya,
aku berkata kamu
“kamu cantik banget Ren tubuh mu juga sexy”.
Tanpa menunggu dia bicara langsung saja kubenamkan kepalaku di payudaranya itu dan mencoba untuk merangsang salah satu bagian sensitife itu, lalu dia mulai mendesah seperti tadi,
“ah OuchHhh uhhhhhh Ahhhhhh……..”,
dia sangat menikmatinya bahkan sesekali dia menjambak rambut ku,
kulihat payudaranya sangat kencang dan kenyal sekali sesekali aku meremas-remas nya dan aku pun juga sangat menikmatinya, payudara yg indah. Lalu kuteruskan dengan menciumi bagian kewanitaan nya,
dia terlihat memejamkan mata sangat menikmatinya, dan dia meremas remas payudaranya sendiri mencoba merangsang tubuh nya sebaik mungkin. ketika clitoris nya ku hisap-hisap dia sangat kewalahan dan berteriak-teriak,
“roy aduhh Enak ah ouchhhh ahhhHh uhh”.
5 menit kemudian, giliran dia merangsang diriku.kulihat dia mengocok penisku dengan lembut dan menghisapnya bagaikan permen lollipop yg sangat manis,
“ohh ahhhhhhh hahhhh”,
aku sangat menikmatinya, dia menjilati batang kemaluan dan tidak ketinggalan buah zakar ku juga ikut dia hisap.
Aku sudah tak bias berkata apa apa lagi selain menikmati permainanya. Ketika aku hampir memuntahkan laharku aku mencoba melepaskan senjataku dari hisapan nya dan gengamannya, lalu kubaringkan dia diranjangnya dan aku berbicara mesra,
”tahan ya sayang, pertama-tama sakit tp nanti juga enak kok”,
kataku. Dia mengangguk pertanda iya. Kucoba membobol vagina nya ternyata sangat sulit, pada usaha pertama melesat dan setelah ku
oleskan kream di vaginanya, pada usaha ketiga aku berhasil memasukan separo penis ku ke dalam kemaluannya.
Dia menjerit kesakitan,
“Royy sakitT Royyyyyy ampunnNnNnnnnn”,
jerit nya, tapi aku tetap melakukannya dan bless seluruh batang kemaluan ku sekarang berada di dalam nya bersamaan dengan percak-percak darah keperawanannya.
Kubiarkan diam sejenak supaya vaginanya terbiasa menerima kehadiran benda asing itu, setelah kurasakan vaginanya bisa menerima penisku, kucoba menarik maju mundur.
Jeritan sakit yg tadi dia ucapkan berganti dengan desahan-desahan wanita yg sedang mengalami persetubuhan yg sangat nikmat.dan tidak henti-henti nya dia selalu mendesah dan setengah berteriak.
“ah terus Roy Sayang kocok terus bikin Rena puas ah ouchhhhh shhhhh terus kocok jangan berhenti sayangggg… “,
rancau nya, aku juga sangat menikmati denyutan-denyutan di dalam vaginanya itu, gerakan menghisap yg sangat nikmat sekali di alami oleh penis ku kemudian aku membalikan posisinya supaya kami bisa melakukan doggy style.
Lalu ku suruh dia berdiri dan bersandar di depan kaca meja rias nya dan kumasukan senjataku dari belakang sehingga aku bisa menikmati keindahan tubuh nya dan payudaranya serta paras cantik wajahnya dari kaca tersebut.
15 menit kejadian itu berlangsung ku dengar dia berteriak,
“ahhhh roy aku keluarrrrrrrrrrr…….”,
oh tampak nya dia baru saja mendapatkan orgasme pertamanya.
Kucabut penisku dari dalam vaginanya dan membiarkan Rena istirahat sebentar.

Setelah cukup istirahat.dia mengajakku untuk melanjutkan nya di kamar mandinya yg seperti kolam renang itu karena sangat luas.
Kontan saja Karena terburu nafsu aku langsung tancap gas dan segera memasukan penis ku ke dalam vagina nya yg merah merekah itu.
aku sangat menikmati guyuran shower yg membasahi tubuh kami,seolah-olah membasahi jiwa yg kekeringan akan kehausan sex.
Rena terus merancau dan akhirnya aku sangat merasakan kenikmatan yg luar biasa, penis ku yg dari tadi di sedot kurasakan sangat membengkak dan mencapai klimaks sampai ubun-ubun rasanya,
aku berteriak,
“Rena aku mauuuuuuu keeee luuu arrrrrrrrrrrrrrrrrr mauuu diii kelluariinnn dii mannna.jeritku menahan nikmat”,
dia sambil ngos-ngosan bilang
“di dalam ajjjaaaaa”,
lalu aku berkata,
“ nga papa rennn”,
rena menjawab,
“laggiii masaaaaaa tiiiidakkk suburrrrrr”,
dan rena juga tampak merancau lagi dan berteriak,
“yaaaa uuu daaa hhhhh kii taaa ssssaaammaa saaammaaaaaaaaaaaaaaaa”.
Aku tak dapat menahan lagi dan jebolah pertahananku kusemburkan maniku di dalam vaginanya dia juga tampak mencapai orgasme keduanya.
Setelah itu dia masih menjilati kemaluanku dan membersihkan sisa-sisa
maniku, lalu kami mandi bersama.
Setelah selesai aku pamit pulang, aku pamit dengan mengecup kening Rena dan berkata pelajaran nya udah cukup kan, dia hanya tersenyum dengan lembut sungguh seperti gadis yg sangat polos dan berkata ,
“Roy besok kesini ya ajak Ronald, Jefry ama Rudi, jangan lupa loh “.
Aku cukup bingung kok ngajak yg lain segala ya batin ku.

Lalu selepas jam 6 malam esok nya kami ber 4 berkunjung ke rumah rena. Betapa kaget nya kami ketika di sana kami di sambut dengan mesra oleh keempat gadis yg sangat cantik di antaranya Karina,
Monica, Cindy dan Rena tentunya, lalu tanpa basa-basi lagi mereka berkata.
“wah wah kak roy jahat kok kita kita kemaren nga di ajak sech yg di ajak cumin Rena aja,nga suka ya ma kita kita “,
kontan saja aku sendiri kaget.
Dan teman temanku juga ikutan binggung,
lalu tanpa rasa malu rena
“menjawab roy kemaren ma aku ML loh”.
Aku kaget kenapa dia membuka rahasiaku tapi sebelum aku sempat bicara rena menjawab
“jadi hari ini Ronald, Jefry ama Rudi ngajarin Karina , Monica and Cindy, terus Rena tentunya ama roy dong”,
katanya.
Tentu saja teman- teman ku nga jadi marah malah jadi senang, alu aku berkata dalam hati wah rejeki mereka juga neh. Lalu kami pergi ke daerah Kaliurang dah menyewa sebuah villa di sana dan melewati hari dan malam penuh akan nafsu, gairah dan kehausan akan sex.

Dan sampai sekarang jika ada waktu kami masih melakukan nya baik di kamar mandi warnetku, di rumah Rena, di hotel atau villa.
Bahkan sekarang banyak pelanggan wanita ku menjadi kekasih ku hanya untuk semalam/one night stand.begitu juga dengan teman-teman ku Ronald, Jefry dan Rudi mereka juga kalang kabut menerima order dari para wanita yg kesepian. Tapi atas dasar suka sama suka, maaf kami bukan Gigolo.
Sekian kisah ku lain kali aku lanjut kan dengan kisah ku dengan para pelanggan net ku , wilda, ima, susy dan masih banyak lagi, baik itu pengalaman sex party ataupun one on one
buat para cewek yg kesepian, silahkan hubungin aku lewat email ku aja pasti aku bantu jalan pemecahannya.

cinta dibangku sekolahan

Suasana sepulang sekolah merupakan suasana yang cukup menyenangkan apabila semua orang bisa memandangnya dari sudut pandang Mitha. Dan Mitha menikmati setiap peristiwa yang terjadi di depan matanya, merasakan tawa yang keluar dari bibirnya ketika melihat seorang siswa menjatuhkan jajanannya dari kantung tasnya, dan menggelengkan kepalanya ketika melihat dua anak yang saling berpegangan tangan menyusuri lorong-lorong kelas dan tersipu malu tatkala beberapa siswa yang berkerumun menyoraki mereka. Indahnya cinta.
"Mitha," sebuah suara menyapanya, "maaf aku membuatmu menunggu." Mitha menoleh dan melihat Gara berlari-lari kecil menghampirinya sambil terengah-engah. "Ah, ngga apa-apa kok." jawabnya sambil lalu, toh ia menikmati suasana ini.
"Yuk." Gara menggamit lengannya dan menggandengnya menuju parkiran sepeda motor di depan sekolah.

Mitha membiarkan angin menyibak rambutnya saat sepeda motor Gara menelusuri jalan raya menuju ke rumahnya. Tangannya terjulur memeluk pinggang Gara erat-erat, tangannya yang lain memegangi helm yang menutupi kepalanya supaya tidak terbawa oleh angin saat mereka melaju. Mendadak Gara memelankan laju sepeda motornya.
"Mitha," Gara berkata lembut, "kita cari tempat untuk ngobrol yuk."
Mitha mendesah mengiyakan dan merasakan kegalauan yang sejak kemarin mengamuk di hatinya semakin menjadi-jadi.

Gara membelokkan sepeda motornya memasuki sebuah gang kecil, menelusuri jalanan sempit itu, dan berhenti di pekarangan sebuah rumah kecil yang rindang ditumbuhi pepohonan. Mitha semakin kacau. Gara menurunkan penopang sepeda motornya, menunggu sampai Mitha turun, dan melangkah ke arah teras rumah. Mitha menggenggam tali tasnya erat-erat, mencoba mengusir galau hatinya dan mengikuti langkah Gara. Mitha mendudukkan dirinya di atas kursi taman di depan Gara duduk, menatap lurus ke ujung-ujung sepatunya.

Mitha memejamkan matanya mendengar setiap kata-kata penjelasan Gara. Air mata mulai mendesak keluar dari kantung matanya. "Maafkan aku," desis Gara. Ah, mungkin kata-kata itulah yang paling banyak dilatihnya semalaman supaya bisa diucapkannya saat ini. "Aku mau pulang," Mitha akhirnya berbisik lirih. "Aku antar ya?" Gara bangkit berdiri dari kursinya. "Thanks, tapi aku sebaiknya pulang sendiri," Mitha mengeraskan hatinya, tak ingin kelihatan cengeng di depan Gara. Gara memandang punggung Mitha yang berjalan menyusuri pekarangan dan menghilang di balik pagar, Gara menendang meja tamunya, merasakan nyeri di ujung kakinya dan di dalam hatinya.

Mitha merasakan hatinya sedikit tenang saat kakinya melangkah semakin jauh dari rumah Gara, Mitha menolehkna kepalanya, menatap atap rumah itu yang menyembul di atas pepohonan. Tak ada lagi Gara yang manis, yang membelai rambutnya dengan lembut, membuatnya tertawa riang, yang ada hanyalah angin yang menghembus sepoi, menjadi saksi bisu berakhirnya hubungan cinta yang telah empat tahun terjalin di antara mereka.
Mitha tidak memperdulikan beberapa pasang mata yang menatapnya bertanya-tanya selama perjalanan pulang di dalam angkutan umum itu, yang diinginkannya saat ini adalah menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidurnya, membenamkan kepalanya di dalam bantal dan berteriak sekuat-kuatnya melepaskan beban di hatinya.

Kota X, sehari menjelang lebaran

"Tiga...dua...satu..." Ray mengikuti detak jam dinding di atas kepalanya. Tepat pada hitungan kesatu Ray mengangkat tangannya, menopang tubuhnya, menggoyangkan kepalanya, dan memandang kegelapan ruang di sekelilingnya.
Matanya menangkap geliatan tubuh telanjang di sampingnya, bibirnya menyunggingkan senyuman nakal. Ray membungkukkan tubuhnya, menggigit kecil daun telinga gadis di sebelahnya dan berbisik, "I love you..". Gadis di sampingnya hanya mengeluh pendek, ketidak acuhan itu cukup untuk mengusik ego Ray. Tangannya terjulur menyusup ke balik kain sprei, memeluk si gadis dari belakang, menemukan, meraba, dan meremas payudara si gadis di sampingnya, membuat si gadis terbangun dan menggeliat, "Ray...." "Ssshh...enak begini," desis Ray di telinga si gadis. Ray mengangkat paha kanannya, memeluk pinggul si gadis dengan kakinya, menurunkan pinggulnya dan menyusupkan batang penisnya di lipatan paha si gadis. Si gadis mendesah kecil dan membuka pahanya. Ray membenamkan hidungnya di rambut si gadis, menciumi aroma segarnya, dan menggerak-gerakkan pinggulnya, menggesekkan penisnya di bibir vagina si gadis. Telapak tangannya meremas dan memijat payudara si gadis, membuat si gadis terengah-engah dalam kenikmatan yang diberikannya. Ray mendesis dan tertawa lirih saat si gadis menjerit kecil ketika ujung penisnya menusuk liang vagina si gadis. Ray menikmati kegusaran gadis itu yang secara impresif membalikkan tubuhnya dan berusaha menamparnya. Ray memegang pergelangan tangan si gadis, mengecup bibirnya, "Sakit ya? Kasihan deh." Dan merasakan tangan si gadis melemas, membalas ciumannya dan melumat bibirnya. Ray memandang jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul empat pagi. "Ah, puasa terakhirpun kulewatkan," desahnya. Ray bangkit dari tempat tidur dan memunguti bajunya yang berserakan, mengenakannya, dan mengecup bibir Enni dari pinggir tempat tidur sebelum melangkah menuju jendela. Maling. Dan tuduhan itu membuatnya geli.

CHAPTER I

Pantai Z, lebaran kedua, pukul 03.00 pagi

"Tapi, Ray, aku masih susah untuk melupakannya." Ray menatap mata sendu Mitha dalam-dalam, memandang kearah pasang yang mulai terlihat surut, menghisap rokoknya dalam-dalam, "Walau bagaimanapun, yang namanya cinta, memang cenderung berakhir menyakitkan, menorehkan luka kenangan yang sulit dilupakan, karena di situlah letak karasteristik sebuah perasaan cinta."
"Ah, tapi ada kan yang cintanya tetap kekal dan membawa kebahagiaan?"
Ray mengembangkan senyumnya, membuang puntung rokok yang masih setengah panjangnya itu jauh-jauh ke pasir pantai, "Jangan mengacaukan cinta dengan kasih." Mitha mengikuti gerakan puntung rokok yang melayang lalu padam setelah mencapai permukaan pasir, "Maksud kamu?" Ray bangkit berdiri, menggosokkan telapak tangannya yang terasa dingin ke pahanya, membersihkan butir-butir pasir yang menempel, "Kasih, tidak terbawa oleh nafsu, karena itu ia abadi adanya. Tetapi cinta lekat dengan nafsu, nafsu ingin memiliki, ingin mengikat, menguasai, memuaskan, dan egoisme adalah inti utama dari cinta," sampai di sini Ray menghela nafasnya, berusaha menimbulkan kesan dalam pada setiap ucapannya, "dan bukankah itu yang selalu disenandungkan orang-orang dalam lagu-lagu mereka? Pernahkah mereka membicarakan tentang kasih? Kasih yang tidak menuntut, hanya memberi, berlandaskan pengorbanan, tidak cemburu, murah hati, dan sebagainya seperti yang pernah engkau pelajari?" Mitha mengalihkan pandangannya dari Ray ke arah pantai, "Kamu tahu banyak, Ray," gumamnya, "dan mungkin kau benar." Ray tertawa, melompat kecil ke belakang Mitha, memegang pundaknya dan memijat perlahan, "Kau mengerti sekarang?"
"Tujuh puluh lima persen," senyum Mitha menikmati pijatan Ray. Ray mencium pipi si gadis dari belakang, berlari menuju mobilnya, membukakan pintu samping dan membungkuk, "Shall we go?" Mitha tertawa melihat gayanya yang konyol, menjewer kuping Ray sebelum melangkah masuk ke dalam mobil.

Kota X, awal tahun baru

Mitha merasa bingung dengan dirinya sendiri, menyaksikan Gara yang berlutut memeluk kakinya dan memohonnya kembali adalah bunga mimpinya setiap hari, dan seperti kebanyakan mimpi, Mitha hanya menganggapnya sebagai suatu pelampiasan keinginan perfeksionis yang tidak tercapai di kehidupan nyata. Namun kini......
"Mitha, aku tak bisa hidup tanpa kamu," Gara membenamkan wajahnya di sela-sela kaki gadis yang duduk di hadapannya dan membasahinya.
"Gara....." Mitha merasakan air mata mulai mengalir di pipinya. Bahkan sampai sekarang aku masih tetap menyayangimu. Mitha membungkukkan tubuhnya, memegang bahu Gara, dan mengecup ubun-ubunnya, "Bagaimana dengan keluargamu?" Gara mendekap kaki Mitha lebih erat, "Persetan dengan mereka."

Jalanan Hutan dari pantai Z ke kota X, lebaran kedua, pukul 03.15 pagi

"Alangkah susahnya melupakan cinta pertama."
Ray tersenyum, memperhatikan pepohonan yang berlari di sekitarnya, "Kata orang, cinta pertama dibawa mati, 'tul ngga?" Mitha menarik nafas panjang, "Aku tak pernah mencoba membayangkan untuk mengecup bibir seseorang dan menyerupakannya dengan Gara."
Ray menggerakkan stirnya ke kanan, menghindari kucing liar yang mendadak melintasi jalan.
"Bukankah beberapa orang justru melakukannya?"

Masa-masa kebahagiaan dan kedewasaan

Mitha memperoleh kembali kebahagiaannya yang terenggut saat perpisahannya dengan Gara. Hubungan 'backstreet' mereka berlangsung seakan begitu sempurna, penuh dengan canda tawa dan keceriaan. Namun Mitha harus rela menempuh hubungan jarak jauh tatkala Ray lebih memutuskan untuk mengikuti amanat orang tuanya sebagai seorang anak tunggal, yaitu dengan berkuliah di Surabaya, sementara Mitha memperoleh PMDK-nya dari sebuah universitas negeri terkemuka di Bandung. Gara berjanji akan menjenguknya sebisa mungkin. Mitha sadar bahwa Gara bukanlah berasal dari keluarga yang mampu, namun yang diingat dan diinginkannya saat itu adalah bahwa bagaimanapun ia harus mempertahankan hubungan ini sebisa mungkin. Mitha mengalami berbagai cobaan yang berat selama kuliahnya di Bandung, banyak lelaki yang terpikat oleh kemolekan dan keanggunannya sebagai keturunan putri keraton dan berusaha memikatnya dengan berbagai cara yang luar biasa yang cukup untuk menjatuhkan hati gadis manapun juga. Tapi Mitha masih mampu bertahan dan mengeraskan hatinya, menolak setiap uluran tangan dan godaan yang datang, dan hanya bisa melampiaskannya ketika Gara datang menjenguknya dengan kecintaan dan kerinduannya, membelai tubuhnya dan bercinta di wisma-wisma murah yang berserakan di sekitar kampusnya.

Mitha tumbuh dan berkembang menjadi seorang gadis yang lebih dewasa, dan seiring perkembangannya, Mitha menjadi semakin khawatir akan masa depan hubungan mereka yang semakin kabur semenjak rakyat mulai tersegmentasi oleh kekacauan-kekacauan berbau SARA yang marak di daerah-daerah. Hal inilah yang mampu menahan dan menguatkan dirinya ketika Gara mengendus telinganya di atas kasur murahan dan memohonnya untuk melakukan hubungan suami istri. Keinginan dan hasratnya tertahan oleh ketakutannya sendiri akan masa depan yang kabur itu, dan Gara sepertinya mengerti akan ketakutan itu, mencoba menghormati keputusannya, walaupun terkadang menjadi emosionil ketika hasratnya tak terlampiaskan.

"Gara, bagaimana dengan kita?" Mitha mendesah, merasa berat melepaskan kepergian Gara selama dua bulan ke Gresik. Di lain pihak, Mitha sadar posisi Gara yang menjadi harapan satu-satunya sebagai calon tiang penopang perekonomian keluarganya. Gara memeluk tubuh telanjang Mitha, membisikkan janji-janji indah ke kupingnya, "Aku akan menyuratimu." bisik Gara.
"Aku akan mencoba bertahan," Mitha mendesah lirih.
Gara membungkuk di atasnya, mengecup puting susunya, menindihnya dan meletakkan batang penisnya di bibir vagina gadisnya. Malam itu menjadi milik mereka, namun bagi Mitha, kenyataan itu justru menimbulkan alasan baru untuk segera mengakhiri ketidak pastian cerita cinta mereka. Dan kembali malam itu, Gara merasakan penolakan Mitha saat gadis itu mendorong tubuhnya ke samping, memegang batang penisnya dan memaksa spermanya keluar.

Jalanan Hutan dari pantai Z ke kota X, lebaran kedua, pukul 03.45 pagi

Ray merasakan pengaruh caffein itu membuat kantung kemihnya beroperasi lebih cepat. Ray mengurangi laju mobilnya dan menghentikannya di bahu jalan, "Pipis dulu." Mitha melengos dengan perasaan geli, "Gokil, ah." Ray tertawa dan keluar dari mobil.

"Aku kagum padamu," Ray berkata ketika mobil yang mereka tumpangi kembali melaju di atas jalanan hutan.
"Ah, Ray. Aku bukan gadis selemah yang kau kira."
"Mungkin cowokmu yang bego," tawa Ray, yang segera meringis ketika kepalan tinju Mitha mendarat di lengan kirinya.
Tawa mereka mengiringi instrumental Richard Clayderman yang mengalun dari tape mobil, menyeruak kegelapan hutan dan kerumunan serangga malam.

CHAPTER II

Ilustrasi Dosa

Gadis itu merintih kecil ketika bibir si Pria menyentuh dan menghisap lebut puting susunya, badannya menggelinjang di atas kasur yang mulai basah oleh keringat. Si Pria memainkan jemarinya di paha si Gadis, membelainya, menelusurinya, menemukan dan membuka lipatan paha si Gadis. Erangan dan keluhan keluar dari bibir si Gadis ketika jemari itu memasuki dan membelai dinding-dinding vaginanya, tangannya terangkat dan memeluk leher si Pria yang kini menjilati seluruh permukaan dadanya. Tangan si Pria terjulur, menuntun pergelangan tangan si Gadis ke arah penisnya, membiarkan jemari si Gadis bermain-main dengan batang penisnya yang menegang, sementara tangannya sendiri kembali menyelip di selangkangan si gadis dan memainkan bibir-bibir vagina si gadis.

Mereka berdua mengeluh, mendesah, dan menggelinjang akan setiap rangsangan yang saling mereka bagi satu dengan lainnya.

Si Pria mengangkat tubuhnya, menatap lurus ke mata si Gadis, mencari-cari jawaban atas permintaan abstraknya, mendesah saat si Gadis menganggukkan kepalanya dengan gerakan samar. Si Pria menurunkan pantatnya perlahan, memegang batang penisnya dengan tangan kanannya, dan menyentuhkan ujung penisnya menyibak bibir vagina si gadis memburu liang kehangatannya. Si Gadis menjerit lirih ketika ujung penis si Pria menusuk dan berusaha membuka jepitan liang vaginanya. Si Pria mengerang tertahan, mendengus, dan menekan penisnya lebih kuat, kepalanya menunduk dan menciumi wajah si Gadis yang mulai basah oleh keringat. Erang kesakitan keluar dari bibir si Gadis saat penis si Pria berhasil menembus selaput daranya, memenuhi liang vaginanya yang terasa berdenyut-denyut. Si Pria membiarkan gerakannya terhenti, meresapi kenikmatan denyut otot liang vagina si Gadis, menciumi lehernya, dadanya, ketiaknya yang bersih. Kesakitan dan rasa nyeri yang dirasakan si Gadis membuatnya terengah dan mengerang, meronta saat penetrasi batang penis si Pria seakan jarum yang menusuk saraf-saraf sekujur tubuhnya. Si Pria mendengus-dengus, menggerakkan pinggulnya semakin cepat, tidak mengacuhkan geliatan si Gadis dan erangan kesakitannya, mengencangkan otot pinggulnya, dan menarik keluar penisnya sebelum spermanya membanjiri liang vagina si Gadis. Kepala si Pria terangkat, mulutnya mengeluarkan desahan penuh kenikmatan. Si Gadis merasakan otot-otot tubuhnya melemas, merasakan beban yang menindih dadanya saat kepala si Pria menempel di permukaan kulit payudaranya.

Jalanan Hutan dari pantai Z ke kota X, lebaran kedua, pukul 04.15 pagi

"Sssshhh.. hhh...." Ray mengepulkan asap rokok dari tepi bibirnya. Mitha memandangi langit yang mulai berwarna kebiruan, pertanda matahari akan segera muncul. Beberapa pecari kayu bakar terpaksa meminggirkan sepeda mereka saat mobil yang dikendarai kedua anak manusia itu melaju melintas dengan kecepatan yang cukup untuk menekan udara menggoyangkan sepeda mereka. "Ray, benarkah banyak terdapat cowok oportunis di dunia ini?" Mitha membuyaran kesunyian di antara mereka. Suatu pertanyaan yang merepotkan, pikir Ray saat itu, "Seandainya saja kebanyakan pria tidak tercipta dengan pemikiran yang lebih kuat dari perasaannya, dan dengan tanpa libido yang luar biasa, mungkin jawabannya adalah tidak."
Mitha menghela nafasnya dalam-dalam, matanya masih memndangi pepohonan dari balik jendela di samping tubuhnya. "Namun," Ray meneruskan, "sekarang semuanya kita kembalikan saja kepada yang dinamakan nafsu. Nafsu mampu membuat segala cahaya menjadi kegelapan, sebaik apapun manusia, apabila nafsu menguasainya...."
"Aku tahu itu," Mitha memotong perkataan Ray.

Bandung, pertengahan Mei

Mitha merasakan kepiluan hatinya saat menyaksikan Gara yang menutupi hidung dan mulutnya dengan kedua telapak tangannya. "Maafkan aku," bahkan Mitha tidak menjadi geli merasakan anekdot ini, selintas ingatannya betapa iapun berusaha menghapalkan perkataan ini sepanjang malam untuk melatih keberaniannya, persis seperti Gara beberapa tahun lalu.
Mitha berusaha mengeraskan hatinya untuk tidak mengakui kebohongannya, berusaha mengalihkan pandangan matanya ke ujung-ujung jemari kakinya.
"Bunuhlah aku, Gara," Mitha terisak, "karena kelemahanku, apapun asalkan kau merasa puas." Mitha mencoba membangkitkan kebencian Gara kepadanya, karena ketidak mampuannya menahan godaan di saat-saat kesepiannya. Gara menurunkan tangannya, menatap Mitha dengan mata berair, merasakan saraf-sarafnya terbakar di sisi keningnya, menggeram lirih, "Alangkah ringannya kematian atas luka yang kautorehkan di jangka kepercayaanku."
Gara bangkit berdiri, kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya.

Jalanan Hutan dari pantai Z ke kota X, lebaran kedua, pukul 04.35 pagi

"Mungkin kamu akan menyetujui pendapat bahwa cinta yang bergelimang nafsu akan selalu menuntut kesetimpalan perbuatan apapun yang mengkhianatinya. Bukankah begitu, Ray?" Mitha memandang Ray yang mencoba memecah konsentrasinya.
"Kamu membuatku semakin terbawa oleh ceritamu," Ray tertawa dan membuang rokok di jepitan jemarinya keluar jendela.

Bandung, pertengahan Mei

"Gara!" jeritan lirih itu tak dihiraukannya. Gara memegang tangan Mitha dengan kasar dan menarik gadis itu berdiri, Mitha melihat pandangan mata Gara dibayangi kebencian bercampur dengan air mata, bulu-bulu roma gadis itu berdiri dan adrenalin di sekujur tubuhnya engalir semakin cepat. Gara menempelkan tubuhnya di tubuh Mitha, menjambak rambut gadis itu dan menarik kepalanya ke belakang, mendesis, "Terlalu ringan...."
Mitha dapat merasakan hawa kebencian itu menghembus wajahnya. Gara membalikkan tubuh Mitha, tetap menjambak rambut gadis itu, menekan punggungnya sampai setengah tertelungkup di atas sofa.
"Gara....." Mitha mulai merasakan kengerian itu memaksa air matanya mengalir lebih deras, sejenak keraguan akan rencananya menyeruak di benaknya, namun akankah sesorang mampu membagi alternatif lain dari kekerdilan pemikirannya saat itu?
Gara menyelipkan tangannya ke balik pakaian Mitha, meremas kasar payudara si gadis, menggeram, "AKU sekarang..." Mitha mengerang kesakitan saat kuku-kuku Gara menancap di kulitnya. Setelah merasa puas meremas, Gara mengeluarkan tangannya dan mengangkat rok Mitha melewati pinggulnya, menarik celana dalam si gadis dengan paksa, membuka kaki Mitha dengan dengkulnya. Mitha merasakan kepiluan dalam dirinya, kenyataan ini adalah yang kemudian disadarinya sebagai konsekuensi yang harus diterimanya dari pengorbanannya sebagai seorang kekasih, membuatnya membatalkan setiap keinginannya untuk meronta dan melepaskan diri. Gara menyusupkan jemarinya ke selangkangan Mitha, meremas dan menggesek dengan kasar kemaluan si gadis, membuat Mitha meringis menahan rasa sakitnya. Gara menggeram dan menggigit pinggul si gadis dalam-dalam. meninggalkan jejak kemerahan di kulit Mitha yang putih, dan menusukkan telunjuknya ke lubang vagina gadis di bawahnya. Mitha menjerit kesakitan, merasakan setiap kengerian itu menusuk dan mengoyak kemaluannya, namun jeritannya berubah menjadi isak tertahan saat Mitha mengeraskan hatinya kembali dengan menggigit bibirnya dalam-dalam. "Kamu menyukainya, KAN?" Gara menggeram, merasa puas akan kepasrahan Mitha. Gara mengeluarkan jarinya dan membuka celananya, mengeluarkan penisnya yang menegang sejak tadi karena rangsangan dari ilusinya atas persetubuhan Mitha dengan si pria itu.

Gara menahan tubuh Mitha dengan sikut kirinya, sementara tangan kanannya menggenggam batang penisnya, memainkannya seakan ragu akan tindakannya sendiri. Namun hawa kebencian dan imajinasi yang menyakitkan hatinya membuatnya seakan gila. Gara memegang pantat Mitha, membukanya dan menghujamkan penisnya sekuat tenaga ke liang vagina si gadis. Mitha membenamkan mulutnya ke sofa, mengerutkan keningnya dan menjerit sejadi-jadinya, perutnya seakan ditusuk oleh pisau tajam yang mengoyak dan mengguncang otot-otot selangkangannya.

Gara mengerang merasakan kesempitan liang vagina gadis di bawahnya, dan mendesis saat menggerakkan pinggulnya dengan kasar. Mitha merasakan kenyerian yang amat sangat, air matanya membanjiri kain penutup sofa, gadis itu menggigit kain itu sekuat tenaganya, berusaha menyalurkan semua rasa sakit di selangkangannya, tangannya menggapai-gapai dan mencengkeram pergelangan tangan Gara yang menjambak dan menekan kepalanya. Gara menggerakkan pinggulnya semakin cepat, hanyut dalam kenikmatan kebenciannya, "MAMPUS!" Gara mengerang dan menekan penisnya dalam-dalam. Mitha menjerit tertahan dari mulutnya yang terkatup, merasakan cairan sperma itu menyembur membasahi saraf-saraf di dinding liang vaginanya. Gara menekan-nekan beberapa saat, menarik keluar batang penisnya yang basah dan berwarna kemerahan, merasa puas membayangkan betapa tindakannya telah menorehkan luka di kemaluan Mitha.
Mitha terisak dalam kenyerian dan kepedihan yang dirasakannya.

Jalanan Hutan dari pantai Z ke kota X, lebaran kedua, pukul 05.05 pagi

Ray menyalakan lagi sebatang marlboro yang sudah terselip di ujung bibirnya.
"Impulsif dan emosionil," Ray mendesis, mengepulkan asap rokok keluar jendela, berusaha untuk menahan emosinya sendiri yang sedikit terhanyut. Rumah-rumah mulai banyak terlihat di pinggir jalan, pertanda bahwa mereka sudah mulai memasuki kota. "Tapi tepat seperti apa yang kuharapkan darinya."
"Ah?"

Epilog :

Pasca kejadian

Semenjak kejadian hari itu, Gara tak pernah lagi menghubungi Mitha. Mitha sendiri tidak pernah mencoba untuk mengganggu Gara, bahkan saat Gara diwisuda, Mitha hanya mendengar kabarnya dari salah seorang temannya, dan hanya bisa berdoa bersyukur karena akhirnya cita-cita Gara dan keluarganya tercapai, tanpa gangguan apapun darinya.

Kepuasan Mitha digapainya dengan keberhasilan setiap rencana pengorbanannya untuk keberhasilan Gara, kepuasan menyaksikan kebencian Gara yang mampu membuat lelaki itu melupakannya, kepuasan melihat Gara dan keluarganya berbaikan kembali setelah sekian lama berkutat atas hubungan mereka, kepuasan atas keberhasilan Gara memenuhi tuntutan orang tuanya, dan terutama, kepuasan karena akhirnya ia berhasil menyerahkan keperawanannya kepada satu-satunya orang yang ia kasihi, Gara,walaupun semuanya terasa begitu menyakitkan, dan lebih menyakitkan ketika sudut-sudut matanya menyaksikan linangan air mata di pipi dukun bayi itu saat mengangkat bakal janin dari rahimnya yang kini invalid.

Mitha merasakan hidupnya selesai, hasratnya akan keindahan dan kemolekan keduniawian yang semu di masa depannya lenyap sudah. Namun kematian ini dianggapnya sebagai sebuah kebangkitan hidup baru berwujud penyerahan seluruh jiwa dan raganya ke tangan Penciptanya dalam pelayanannya di sepanjang sisa hidup baru itu. Kenangan akan cintanya yang hanya sekali selamanya merupakan pemicu kedekatannya pada Tuhannya, dan dalam tangis pertobatannya setiap malam, nama Gara adalah satu yang takkan pernah terlewatkan.

Kota X, lebaran kedua

Ray menghentikan mobilnya, memandang matahari yang mulai melewati atap-atap rumah, "Ahh, tak terasa hari mulai pagi." Mitha tersenyum, memutar tubuhnya menghadap Ray, sahabat bermainnya sejak kecil, satu sosok yang diletakkannya di urutan kedua setelah Gara. "Ray..." Ray membalas pelukan Mitha, merasakan tanggul di kantung matanya hancur, membasahi pundak Mitha dengan air matanya, "Cengeng ah, aku tidak apa-apa kok." Ray membenamkan kepalanya, merasa bingung, karena apapun yang akan dilakukannya tidak akan mengubah apapun yang telah terjadi. Mitha menepuk punggung Ray, merasakan air matanya sendiri mengalir membasahi baju sahabatnya. "Jangan lupa kunjungi aku di sana, Ray." "Aku takkan melewatkan kesempatan itu, untuk melihat kerudung menghiasi keanggunanmu." bisik Ray di telinga Mitha. Mitha tertawa kecil di sela isaknya, "Perayu bodoh." "Tetaplah berdoa untukku," Mitha mengecup kening Ray,"terima kasih karena telah mengingatkanku bahwa kasih dan pengorbanan adalah lebih utama daripada cinta." Mitha menghapus air mata yang mengalir di pipi sahabatnya dengan ibu jarinya, merasakan kasih sayang seperti seorang ibu kepada anaknya, seperti seorang kakak kepada adik kesayangannya. "Selalu." Ray menjawab lirih, enggan melepas kepergian Mitha dan kehangatan kenangan persahabatan mereka yang sebulan berikutnya tidak akan dapat terulang seperti dulu lagi.

Ray mengamati Mitha yang keluar dari mobilnya, melangkah membuka pagar rumahnya, dan melambaikan tangan mengiringi tekanan kakinya pada pedal gas di bawahnya.

Ray menghentikan mobilnya beberapa meter kemudian, melompat turun, menghapus air mata yang mengalir kembali di pipinya, melambaikan tanganya dan berteriak,"Selamat Natal, Mitha!!" Mitha berlari kecil keluar pagar, meletakkan telapak tangannya di sisi pipinya.
"Selamat Lebaran, Ray!!"

Persahabatan dan kasih, adalah harta yang tak ternilai harganya.

THE END

Mungkinkah kejadian di atas terjadi? Ah, siapapun takkan menyangkal apabila nafsu yang berwujud emosi akan berubah menjadi tangan-tangan setan yang menghalalkan segala tindakan untuk pemuasannya. Dan hal ini dirasakan dan telah diperhitungkan secara matang oleh sahabatku, Mitha. Aku kagum dengan pola pikirnya dan perencanaannya yang brilian, dan aku terharu akan kasihnya yang begitu dalam kepada Gara. Rasa malu sangat kurasakan ketika aku berkotbah tentang pengorbanan kasih kepada Mitha, sementara pada kenyataannya, ia lebih mengerti daripada aku yang hanya berteori. Pengalaman ini ingin kubagi bersama para pembaca, karena mungkin pembaca dapat memetik beberapa point yang dianggap paling berkesan dari pengakuan ini.

Aku? Aku sudah melakukannya....
Tobat? Entahlah....

Yang kutahu aku langsung menelepon Rani begitu sampai di rumah, membangunkannya, dan mengatakan bahwa aku sangat MENGASIHI-nya.

Birahi tinggi

ama saya Eva M**** (edited), 22 tahun. Saya seorang mahasiswi yang sedang kuliah di Coventry, saya mengambil jurusan ilmu sosial. Sekarang saya ingin menceritakan pengalaman pribadi saya, jadi saya tidak lagi menceritakan tentang hasil riset saya bersama 2 teman saya.

Tanggal 11 Maret 2001, pukul 15:45 saya terbangun dari tidur siang saya, masih terasa semua badan saya letih dan pegal-pegal semua mungkin akibat dari perjalanan jauh saya tadi malam dari Lecce. Saya lihat sekeliling kamar saya masih berantakan, dan masih terlihat satu vibrator karet di sebelah komputer, majalah-majalah berserakan, baju-baju yang belum saya masukan ke dalam mesin cuci dan beberapa barang yang merusak pemandangan mata.

Sejenak saya berdiam dan berusaha mengumpulkan tenaga untuk bangkit dari tempat tidur, hingga akhirnya terdengar suara bel. Sesungguhnya masih malas sekali saya untuk menerima tamu pada saat itu. Tapi apa boleh buat, saya harus membukakan pintu.

Akhirnya dengan masih menggunakan kaos T-shirt dan celana pendek jeans dan rambut saya yang masih agak kusut sedikit, saya bukakan pintu. Wah, ternyata si Gillian yang datang, tampak ia membawa dua bungkus kantong plastik, entah apa isinya. Seperti biasa, ia langsung masuk ke dalam. Sambil berjalan masuk ia mengatakan bahwa ia baru membeli 2 kaset video blue film dan beberapa makanan ringan serta soft drink. Ia mengatakan pula bahwa ayah dan adiknya akan datang menengoknya tanggal 4 Maret. Ia tampak gembira sekali, masih tampak dengan jelas kelakuan teen. Ia langsung menuju ke dapur, ia buka refrigerator dan ia masukan beberapa kaleng minuman ringan sedangkan makanannya ia taruh di atas meja di dekatnya. Gillian adalah orang Italy, ia berumur 20 tahun dan ia adalah adik kelasku. Ia cantik sekali, badannya yang proposional, ia banyak digandrungi laki-laki di kampus.

Saya tidak peduli apa yang akan ia lakukan lagi setelah itu, sehingga saya memutuskan untuk masuk ke kamar dan berusaha merapikan dan membersihkan kamar saya yang sangat berantakan. Saya taruh barang-barang pada tempat semula saya ambil hingga beberapa kali saya keluar masuk kamar. Saya lihat sepintas Gill sibuk menyalakan video dan ia ingin melihat film yang baru ia beli. Saya vacum, saya lap pada bagian tertentu dan saya semprot sedikit dengan pengharum ruangan, setelah semuanya saya kira sudah cukup, saya mandi.

Cukup lama juga saya di dalam kamar mandi, saya ingin melepaskan semua rasa lelah saya yang masih tersisa. Saya berendam dengan air hangat, sambil mendengarkan musik dari radio dengan walkman.

Setelah selesai, saya berpakaian, dan saya tidak mendengar ada tanda-tanda kehidupan dari Gill, saya penasaran apa gerangan yang ia lakukan?

Oh My Godness, rasanya saya tidak percaya dengan apa yang saya lihat. Gillian sedang menonton blue film sambil mengemil makanan kecil dan tampak sedikit berantakan. Ia tampak serius sekali melihat filmnya. Saya duduk di sebelahnya, dan menghadap ke TV, tampak di layar TV, satu perempuan sedang disetubuhi dengan 3 laki-laki. Kelihatannya Gill mengikuti dengan serius, ia tidak menggubris saya.

"Agh, blue film.. rasanya bosan sekali saya melihat blue film, adegan yang dipertontonkan hanya itu-itu saja, yang berubah hanyalah pemainnya saja. Huh..." pikir saya dalam hati melihat pertunjukan di TV. Akhirnya saya putuskan untuk tetap duduk dan posisi saya sedikit agak turun sehingga pangkuan pada tubuh saya hanyalah kedua siku dan pantat serta kepala bagian belakang saja. Karena saya tidak berminat apa-apa terhadap yang ada di TV, saya menerawang ke atas, saya memikirkan keluarga saya di Jakarta, saya jadi memikirkan mama, adik dan saudara-saudara. "Sedang apa ya mereka sekarang?" tanyaku dalam hati. Saya pun ingat pada beberapa kejadian dan kenangan manis dengan pacar saya William. Rasanya lama saya berkhayal sedangkan Gill tetap sibuk dengan kegiatannya. Hingga akhirnya, ia membuka pembicaraan yang sempat membuat saya kaget.
"Ev, apa kamu lihat begitu hebatnya pria Greek itu, dia begitu jantan sekali... Ooh, saya menjadi terangsang sekali.." katanya sedikit menggebu.
"Mmm... bolehkah saya masturbate di sini? Ev? Saya benar-benar ingin berfantasi berhubungan dengan keparat Greek itu.." tanyanya sedikit terbata-bata takut saya menolak dan mohon kepada saya untuk membolehkannya.

Saya diam sejenak, saya lihat ke arahnya, dan ia menengokku juga. Tampak sekali bahwa ia sudah benar-benar terangsang akibat dari apa yang telah ia lihat. Raut wajahnya terlihat merah padam seakan menyatakan akan gairah seksnya yang terpendam. Saya tersenyum padanya, saya benar-benar tersenyum melihat kelakuannya dan bahasa tubuhnya.

Tanpa menjawab pertanyaan sekaligus permintaannya, saya beranjak dari tempat duduk, saya bangkit dan menuju ke dalam kamar. Dalam perjalanan, Gill mengatakan pada saya sambil melihat saya ingin tahu ke mana saya pergi, ia mengatakan dengan memelas, "Saya benar-benar terangsang, Ev..."

Saya mengambil satu vibrator saya yang dapat bergetar dan bergerak naik turun kira-kira panjangnya 8 inches, dan saya keluar dari kamar, sambil membawa vibrator di tangan. Saya melihat wajah Gill begitu senang, ia tampak tersenyum. Manis sekali senyumannya. Saya serahkan vibrator saya pada dia sambil mengatakan, "Gill, kalau kamu mau masturbate, gunakan ini, ini akan sangat membantumu..." Setelah menyerahkan pada Gill, saya pergi ke dapur, saya mencari-cari makanan dan membuat 2 gelas teh. Saya benar-benar merasa lapar sekali. Saya ingat-ingat, terakhir saya makan adalah tadi pagi sekitar jam 04:30.

Saya membuat mie instan 2 bungkus sambil menunggu matang, saya intip Gillian dari kaca jendela. Astaga! Dia sudah masturbate! sedangkan pertunjukan yang ada di TV sudah berubah, tampak di layar TV seorang laki-laki yang sedang dikerjai oleh dua wanita, penisnya dihisap, sedangkan yang satunya lagi sedang menikmati setiap hisapan, jilatan laki-laki tersebut pada vaginanya. Tampak Gill sedang mengeluar-masukan vibrate milik saya, walaupun kurang jelas sebab ia duduk membelakangi saya.

Sekali lagi, saya tidak peduli dengan apa yang sedang saya lihat, saya tetap melanjutkan kegiatan saya memasak mie instant dan memakannya sendirian. Beberapa kali terdengar lengkuhan dan desahan Gill, rasanya ia menikmati apa yang sedang ia lakukan. Saya tetap makan dan menghabiskannya.

Setelah selesai, dan mencuci piring kotor serta membersihkan beberapa bagian yang kotor, saya kembali kepada Gillian. Pelan-pelan saya berjalan mendekatinya, hingga akhirnya saya berdiri beberapa meter di belakangnya. Saya dapat melihat dengan jelas apa yang dia lakukan, saya pun dapat melihat dengan jelas bibir vagina serta payudaranya yang bulat dan putih. Ia hanya menurunkan celana dalamnya hingga lututnya dan ia merenggangkan sedikit kedua pahanya. Ia sibuk mengeluar-masukan vibrate dengan frekwensi bervariasi, kadang pelan dan halus, namun kadang juga cepat dan sedikit kasar. Sedangkan tangan kanannya mengusap-usap bibir vaginanya bagian atas sesekali meremas payudaranya sendiri bergantian.

Wow, pemandangan yang sangat mengasyikan buat semua laki-laki tentunya. Namun saya sungguh tidak terangsang dengan apa yang saya lihat atas Gill sebab saya masih normal, saya hanya suka pada kaum pria. Memang saya akui bahwa saya sedikit terangsang tapi itu bukan karena melihat tubuh Gill, melainkan terangsang karena apa yang saya lihat dari apa yang ditayangkan di TV. Terlihat di layar TV, seorang perempuan memompa penis yang berada di dalam vaginanya sedangkan wanita yang lain, sedang berusaha menjilati penis yang sedang keluar masuk di dalam vagina temannya. Wow, fantastic!
Hingga akhirnya saya tidak tahan, saya raba sedikit kemaluan saya dari balik celana pendek saya. Beberapa kali saya melakukan rangsangan pada diri saya sendiri. Rasanya dengan posisi berdiri kurang nyaman, akhirnya saya putuskan untuk duduk di sofa dekat Gill. Ketika saya datang, rupanya Gill sedikit kaget, tampak dari tubuhnya yang sedikit tersentak melihat kehadiran saya.

Dia benar-benar tidak menduga, dan yang membuat saya ingin tertawa adalah pada saat itu pula ia orgasme, jelas sekali ia bergetar, dan mengeluarkan vibrate dari dalam vaginanya dan sambil merapikan posisi duduknya. Ia tampak nervous, sungkan, malu, entah apalagi. Sambil merapikan duduknya, ia agak berdiri dan berusaha merapikan pakaiannya terutama celana dalam yang berada di bawah dengkulnya pada saat ia berdiri.

Melihat sikap yang gelagapan yang dilakukan oleh Gill, mata saya melihat ada beberapa tetes lendir dari dalam vaginanya yang jatuh di karpet. Sepertinya ia tahu apa yang saya lihat, ia buru-buru menunduk berusaha untuk membersihkannya, namun dengan cepat saya katakan padanya sambil mendekatinya dan menepuk-nepuk pundak kirinya, "It's ok.. it's ok.. I can feel what's your feel.. it's ok... I'll not angry.."

Setelah itu saya masuk ke dalam kamar, saya mengulang kembali kejadian yang baru terjadi beberapa menit yang lalu sambil tersenyum sendirian. Pada saat saya membayangkan yang baru saja terjadi, terlintas dalam pikiranku bahwa saya ingin membeli roti di mini market dekat flat saya untuk sarapan besok sebelum saya berangkat ke kampus. Saya langsung meloncat dari tempat duduk lalu berdiri dan keluar dari kamar. Saya lihat di jam dinding menunjukan pukul 16:20, saya teringat bahwa Raymond dan Middleton teman saya ingin datang ke sini untuk mengerjakan tugas untuk besok. Mereka mengatakan bahwa mereka akan datang jam 17:00. Wah, saya benar-benar bingung mengingat waktu yang mungkin tidak cukup.

Akhirnya dengan sedikit terburu-buru, saya ambil sweater, jam tangan dan berganti celana panjang. Saya berlari kecil keluar kamar. Sambil berlalu, saya katakan pada Gill bahwa nanti andai ada Ray dan Middlenton datang, bukakan pintu, katakan pada mereka saya sedang keluar beli roti di blok 12. Belum terdengar jawaban dari Gill, saya langsung menutup pintu.

Akhirnya saya dapat berbelanja keperluan saya secepat mungkin dan saya kembali lagi ke flat. Sesampainya di depan pintu, saya lihat jam tangan saya menunjukan pukul 16:50. Ugh, lega rasanya, dan sepertinya masih ada waktu 10 menit lagi untuk mandi sebelum mereka datang. Setelah membuka pintu, saya kaget melihat bahwa ternyata Raymond dan Middleton sudah ada di dalam. Tampak Raymond dan Gillian sedang menonton TV yang acaranya sepak bola sedangkan Middleton sedang berusaha membuka sebuah botol wine dengan wine opener.

Setelah saya tanyakan kapan mereka tiba dan sedikit berbasa-basi, saya menghampiri Raymond dan membisikan dari belakang padanya tentang Gillian, sambil tetap membawa beberapa bungkus plastik belanjaan saya. Raymond rupanya tersentak, ia langsung menoleh pada saya dan menanyakan sekali lagi, untuk meyakinkannya dan saya jawab dengan anggukan saja dan ia pun tersenyum.

Saya pun menaruh barang-barang belanjaan saya, lalu saya pamit untuk mandi sebentar. Entah dari mana asalnya, pada saat saya mandi, terlintas kembali adegan film yang saya lihat sebelum saya pergi belanja. Saya begitu terangsang sekali hingga tanpa saya sadari saya menyabuni tubuh saya dengan lembut dan tangan saya melakukan hal-hal yang merangsang diri sendiri. Saya sentuh dengan lembut klitoris saya, saya remas dengan lembut payudara dan sesekali pula saya masukan satu atau dua jari tangan saya ke dalam vagina saya. Entah berapa lama saya melakukan itu, hingga akhirnya saya orgasme. Setelah itu saya mencuci vagina saya dan saya sabuni seluruh tubuh saya sekali lagi, terlintas dalam pikiranku, bahwa setelah ini saya akan Online di internet, saya akan menonton video XXX melalui internet.

Seperti niat saya di dalam kamar mandi, setelah saya berpakaian, saya nyalakan komputer untuk masuk dalam dunia cyber. Sambil menunggu connect, saya keluar sebentar untuk mengambil segelas air putih sambil ingin melihat apa yang sedang terjadi dengan teman-teman saya. Saya lihat, Middleton sedang menikmati wine-nya sambil ikut menyaksikan apa yang ditayangkan pada TV. Sekejap saya lihat apa yang ada di TV. "Ooo.. ternyata blue film lagi... wah, ini pasti idenya Raymond, tapi apa idenya Gill?" tanyaku dalam hati. Saya lihat Raymond dan Gillian sedang duduk dan serius memperhatikan film yang ada. Mereka kelihatan tegang sekali, bisa saya lihat dari raut wajah mereka berdua sedangkan Middleton tampak lebih santai sebab ia sambil menikmati wine yang ada di hadapannya. Saya tersenyum kecut melihat ini.

Setelah saya ambil satu botol air putih dan satu gelas kosong, saya kembali ke kamar saya sambil tetap melirik kelakuan teman-teman saya, saya kembali tersenyum dan saya lihat Middleton sedang meneguk wine-nya.

Saya lihat bahwa komputer saya sudah siap, dengan cepat saya connect, sambil menunggu permintaan saya untuk dapat menonton blue film di situs Swedenteen, saya check e-mail, siapa tahu ada kabar dari William atau dari keluarga saya, saya pun ingin memberi kabar pada mereka (termasuk William) bahwa mungkin pada akhir bulan Maret, saya akan pulang ke Indonesia, saya katakan bahwa saya libur 1 bulan (walaupun sebenarnya hanya kira-kira 2 minggu), saya sampaikan pula salam kangen dan salam sayang buat mereka dan pesan agar mereka menelepon saya sebab saya kangen dengan mereka.

Setelah gono-gini, akhirnya saya dapat menonton blue film, dan saya pilih orgy diantara banyak pilihan yang lainnya. Adegan demi adegan saya tonton dengan serius hingga akhirnya saya pun merangsang diri saya, saya raba dengan lembut vagina saya naik turun dari luar celana ketat saya, nampaknya sudah agak lembab oleh beberapa lendir yang keluar. Saya buka bra dan saya lempar ke tempat tidur, lalu saya remas dan berusaha menghisap sendiri payudara saya yang berukuran 34, saya mainkan puting saya, saya pilin dengan pelan-pelan dan lembut.

"Uuuh.. ahhh.." saya mendesah karena nikmat yang saya lakukan sendiri. Saya membayangkan bersetubuh dengan pria, saya bayangkan ada sebuah penis yang dapat saya kulum atau masukan ke dalam vagina saya seperti tampak pada monitor komputer. Beberapa kali saya mendesah pelan.

Tiba-tiba terdengar 2 kali pintu kamar diketuk dan langsung dibuka begitu saja tanpa menunggu jawaban dari saya, saya sungguh kaget. Terlihat Middleton muncul di balik pintu, sebelum ia mengatakan sesuatu, saya tanyakan padanya di mana Raymond dan Gillian. "Mereka telah memulai bersenggama, Ev.." jawabnya. Setelah mendengar jawabannya itu, saya dapat menyimpulkan apa maksudnya apalagi saya lihat di balik celana pendek Hawaii-nya terlihat penisnya menegang, entah itu gara-gara film atau gara-gara Raymond dan Gill. Saya tersenyum kecil. Sambil mengangkat tangan kanan saya dan menandakan supaya ia mendekat, ia pun mendekati saya yang masih duduk di depan komputer sedangkan di layar monitor tetap menampilkan blue film orgy. Setelah dekat, Middleton melirik ke layar monitor sedangkan tangan kanan saya, berusaha menjamah penisnya dari luar celana pendeknya.

Agh, akhirnya saya dapat memegang penisnya itu, dan Middleton tetap melihat pada layar monitor. Saya usap-usap sebentar dari luar penisnya sebelum saya turunkan celana pendek itu. Wow, ternyata dia sudah terangsang sekali, terlihat dari ukuran penisnya yang sudah keras dan besar. Saya turunkan sedikit celana pendeknya hingga tampak penisnya yang sudah tegang dan naik ke atas seolah-olah mengacung-acung. Saya remas dan saya kocok pada batang penisnya diiringi dengan mendekatkan kepala saya pada penisnya. Saya julurkan lidah saya pelan-pelan hingga mengenai ujung penis Middleton, saya kulum dengan begitu lembut dan saya berusaha menghayati atas setiap kuluman saya sendiri. Saya turunkan arah jilatan lidah saya pelan-pelan hingga melewati batang penis lalu pangkal penis sehingga saya dapat menikmati dua buah bola yang menggantung di bawah penis. Saya hisap dengan lembut satu demi satu bergantian. Saya lirik mimik Middleton. Aghh, rasanya ia pun menikmatinya, ia memejamkan matanya, ia mendesah dengan pelan. Ia pegang bagian belakang kepala saya dengan tangan kirinya seakan ingin mendorongkan kepala saya hingga saya dapat mengulum penisnya.
Saya mengarahkan lidah saya ke atas lagi setelah puas dengan dua buah bolanya, saya julurkan lidah saya hingga menyapu semua daerah yang dilalui oleh lidah saya hingga kembali lagi ke ujung penis, saya mainkan sebentar lidah saya di lubang penis, saya jilat lubang itu dengan tidak teratur ke kiri dan ke kanan sehingga kepala saya pun bergerak-gerak, tubuh Middleton bergetar atas kenikmatan yang ia rasakan.

Saya mulai mengulum penisnya sedangkan tangan kanan saya menaik-turunkan kulit pada batang penisnya. Ingin rasanya saya lumat dan masukan semua ke dalam mulut saya namun saya tidak mampu menelan semua itu, penisnya yang berurat dan begitu besar, hampir sama dengan vibrator yang saya miliki.

Ketika saya sedang menikmati setiap kuluman saya pada penis Middleton, tangan kanan dan kirinya memegang kepala saya lagi, gerakannya memaju-mundurkan kepala saya. Untung ia melakukan itu tidak lama sebab saya sudah merasa tidak dapat bernafas oleh tertutupnya semua rongga mulut saya dengan penisnya yang sesekali terdengar suara dari dalam mulut saya. Sebentar saya keluarkan penis itu dalam mulut saya dan saya menarik nafas beberapa kali dengan posisi tangan Middleton tetap pada belakang kepala saya. Ia cengkeram lebih kuat sedikit dan berusaha untuk mengangkat kepala saya. Sambil mengikuti arah tangannya pada kepala saya, tangan kiri saya memegang penisnya. Setelah wajah saya mendekat, dilumatnya bibir saya dan dimasukan lidahnya dalam mulut saya, ia mencari lidah saya, ia gigit kecil bibir bagian bawah sedangkan saya mengikuti alurnya dan tanga kiri saya tetap mengocok-kocok batang penis. Namun semua itu tidak lama, setelah kira-kira saya dapat melarikan diri dari ciumannya, saya kembali ke bawah, saya lepas lumatannya. Kembali saya kulum dengan penuh nafsu penis yang ada di hadapan saya. Saya hisap dalam-dalam semampu saya dan saya mainkan lidah saya sebentar di ujung penisnya.

"Aghhh..." desahnya. Saya tidak peduli dengan kenikmatannya, saya lanjutkan kuluman saya, saya tetap jilat setiap milimeter bagian penisnya hingga terasa ada rasa asin sedikit. Tanpa dikomando, saya berdiri dan mendekatkan wajah saya pada wajahnya, dilumatnya seisi mulut saya olehnya. Saya pegang penisnya dengan tangan kanan sambil sesekali mengocoknya sedangkan tangan kiri, saya gunakan untuk meremas beberapa kali pantatnya sambil meraba dengan halus.

"Ev, gantian saya duduk ya?!" katanya kemudian, dan ia pun duduk di depan komputer di mana saya duduki sebelumnya. Ia dorong sedikit ke belakang hingga kakinya sekarang dapat menjulur ke bawah. Tampak penisnya tegak berdiri mengarah ke atas dan bergerak ke kiri dan kanan sesuai dengan gerakan tubuhnya. Sambil mencari posisi yang nyaman, saya melepaskan seluruh pakaian saya mulai dari celana hingga bra saya. Ia langsung memegang vagina saya dengan tangan kanannya, ia mainkan bagian atas vagina saya dengan jempolnya. Ia gesek-gesekan dengan lembut. Ugh, enak sekali rasanya.

Karena saya pun sudah terangsang sekali, saya tidak memberi kesempatan pada Middleton untuk menimati vagina saya. Lalu saya bergerak melangkahi tubuh Middleton dengan arah menghadap ke layar komputer. Setelah saya rasa sudah pas, sambil tetap memegang penisnya dengan tangan kanan saya, perlahan saya turunkan tubuh saya perlahan-lahan hingga akhirnya ujung vagina saya menyentuh ujung penisnya. Perlahan saya turunkan, dan berusaha mendesakan penisnya agar dapat masuk ke dalam vagina saya dengan pantat. Terasa sudah mulai masuk pada bagian ujungnya, namun saya tetap berusaha untuk mendesakan lagi, saya turunkan perlahan-lahan tubuh saya. Dan akhirnya entah sudah berapa centi yang masuk dalam vagina saya, saya rasakan getaran pada tubuh saya sendiri. Saya tahan sebentar untuk menikmatinya lalu berusaha lagi untuk menurunkan tubuh saya. Oh nikmat sekali rasanya pada saat penis itu masuk lebih ke dalam, menusuk ke dalam di vagina saya. "Aghhh... sssttt.." desah saya menikmatinya.

Setelah dengan sedikit usaha saya tadi, akhirnya penis itu menyelinap masuk dan vagina saya menjepit dengan kencang dan Middleton memegang kedua belah pinggul saya dengan kedua tangannya. Sulit diungkapkan dengan kata-kata tentang apa yang saya rasakan pada saat penis Middleton menyelip diantara kedua buah bibir vagina saya.

Pelan-pelan saya mulai menaik-turunkan tubuh saya dan tangan saya bertumpu pada meja komputer. Saya kerahkan segenap kemampuan saya untuk bertahan, saya coba mengatur nafas yang terengah-engah. Kenikmatan yang saya rasakan membuat saya merasa tidak dapat bergoyang dengan cepat, dibantu dengan tangannya yang memegang erat pinggul saya, akhirnya saya dapat bergerak lebih cepat. Sesekali saya melihat vagina saya yang sedang naik turun, tampak sekali salah satu bagian vagina saya seolah-olah ingin ikut keluar pada saat saya menaikan tubuh saya. "Ooohh..." desahku beberapa kali menahan nikmat.

Setelah saya merasa terbiasa dengan penis Middleton yang cukup besar itu, saya mulai dapat menggoyangkan pinggul saya ke kiri dan ke kanan. Makin cepat saya menggerakan tubuh saya, semakin nikmat rasanya, dan akhirnya saya pun tidak dapat menahan puncak birahi saya. Pada saat saya ingin orgasme, saya tekan seluruh tubuh saya kuat-kuat ke bawah sehingga penisnya masuk ke dalam seluruhnya.

"Aagghhh..." saya tidak dapat menahan getaran pada tubuh saya pada saat saya menyemprotkan lendir dari dalam dan getaran pada vagina saya. Dan saya berdiam sebentar untuk menikmati setiap semprotan dari dalam tubuh saya. Saya lihat lagi sepintas ke bawah dan penisnya masih dengan kerasnya tetap berapa di dalam vagina saya.

Kembali saya gerakan tubuh saya naik turun, walaupun tidak seperti sebelumnya, saya coba untuk mengocok penisnya di dalam vagina saya. Semakin cepat gerakan saya, semakin keras desahan Middleton. Rasanya saya dihipnotis oleh kenikmatan yang saya rasakan. Middleton kembali memacu tubuh saya dengan tetap memegang pinggul saya dan sesekali meremas payudara saya yang bergerak naik turun tidak beraturan, ia pilin puting saya, ia remas sebelah kiri dan pindah ke sebelah kanan.

Ditengah-tengah gerakan saya naik turun dan sesekali menggoyangkan pingul ke kiri dan ke kanan, saya sadar dengan diri saya, saya menyadari apa yang sedang saya lakukan namun saya tetap melanjutkan gerakan saya. Entah setan dari mana, akhirnya saya memutuskan untuk mengubah posisi saya, pada saat yang saya pikir tepat, saya pegang penisnya dan saya berbalik. Sehingga sekarang saya dapat melihat wajah Middleton. Saya kecup bibirnya dan saya lumat lidahnya beberapa waktu, saya arahkan kembali penisnya untuk masuk ke dalam vagina saya. Kembali lagi seperti yang saya lakukan sebelumnya, saya lakukan perlahan untuk memasukan penis itu.

Sekali lagi saya merasakan kenikmatan yang sungguh menyenangkan pada saat penis itu mulai masuk ke dalam vagina saya. "Eessstt..." desah saya sambil memejamkan mata.

Kembali saya genjot tubuh saya naik turun, saya gerakan pula pinggul saya hingga terlihat Middleton mendesah dan sesekali menjulurkan lidahnya. Tangan Middleton yang sebelumnya memegang pinggul saya, sekarang meremas-remas kedua payudara saya dengan sesekali memilin puting saya yang sudah keras. Ia pegang payudara yang bergerak naik turun dengan liarnya hingga sekarang payudara saya hanya 'dapat berdiam diri' pada tempatnya saja.

Entah berapa lama saya melakukan ini dan menikmati setiap kenikmatan dari setiap gerakan saya, hingga akhirnya Middleton mempercepat gerakan dan menarik kepalaku untuk mendekat pada wajahnya. Ia cium dan lumat bibir saya, ia mainkan lidahnya dalam mulut saya sambil melingkarkan kedua tangannya pada punggung saya.
Rasanya cukup lama juga kami berciuman dan melumat satu sama lain dan ia melepaskannya dan mengatakan pada saya bahwa ia sudah ingin klimaks. Semakin cepat gerakan tubuhnya menaik-turunkan pantat saya agar semakin cepat pula penisnya dikocok oleh vagina saya. Sambil mengikuti gerakannya, akhirnya saya putuskan untuk menghentikannya dan saya ingin mengulum penisnya agar saya dapat menikmati spermanya nanti. Benar saja, dalam hitungan detik, setelah saya cepat-cepat melepaskan penis itu dari dalam vagina saya, ia mengeluarkan sperma. Kira-kira dua atau tiga semburan pertamanya sempat mengenai rambut dan pipi saya namun cepat-cepat saya membuka mulut dan saya berusaha mengulum penisnya sehingga spermanya itu masuk ke dalam mulut saya.

Ugh, nikmat sekali, semburan spermanya sempat mengenai langit-langit dalam mulut saya, setelah kira-kira sudah habis, sebagian yang ada di dalam mulut, saya keluarkan dan sisanya saya telan. Setelah itu, saya jilat-jilat pada ujung penisnya itu, beberapa kali tubuh Middleton bergetar. Saya kulum lagi penisnya dan saya hisap lalu saya diamkan beberapa waktu di dalam mulut sambil memainkan lidah saya di dalam.

Uh, saya raba dengan telapak tangan kanan saya ke atas mulai dari pinggul hingga mengenai puting susunya dan mengenai bulu dadanya, sedangkan tangan kiri saya tetap memegang dan menggenggam penis yang masih di dalam mulut. Beberapa kali saya melakukan kuluman dan jilatan pada bagian ujung penis. Lalu saya bergerak ke atas perlahan, saya cium dan lumat bibirnya, mungkin masih tersisa rasa spermanya sendiri, terlihat dari beberapa kali ia berusaha menghindar dari ciuman saya namun saya tetap berusaha melumat bibirnya, saya julurkan lidah saya, saya jilati daerah luar bibirnya.

Akhirnya saya memeluk erat tubuh Middleton, saya peluk semampu saya sebab tubuhnya lebih besar dari saya. Saya letakan kepala saya dan menghadap ke kiri pada dadanya yang bidang. Oh My Godness, saya lihat Raymond dan Gill sedang berdiri di depan pintu, mereka melihat saya, rupanya mereka melihat beberapa adegan yang telah saya lakukan. Buru-buru saya bangkit dan saya mengambil pakaian saya dan saya hampiri mereka. Saya tanyakan bagaimana dengan seks mereka, dan saya berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuh saya, sedangkan Midlleton bangkit lalu berpakaian, rupanya ia tidak peduli dengan kehadiran Ray dan Gill.

Sebelum saya memasuki kamar mandi, sepintas saya lihat bahwa Gill dan Ray sedang duduk di sisi luar ranjang saya sedangkan Middleton sibuk berpakaian.