Minggu, 29 Januari 2012

Suster nge.....ntot

suster nge.......ntot



?Skak? kata Maman seraya menaruh biji caturnya dengan wajah senang.

?Brengsek, kok bisa-bisanya, orang mau ngejebak malah kejebak !? Jono dengan keki menggebrak pelan meja itu.

Malam itu, jam sebelas lebih, cuaca sangat tidak bersahabat. Sejak jam sebelasan tadi hujan sudah turun dengan derasnya disertai guruh dan petir. Di tempat yang sepi depan pintu kamar mayat itulah Maman, si penjaga kamar mayat dan Jono, si satpam rumah sakit menghabiskan waktunya dengan bermain catur. Maman (67 tahun), dalam usia senjanya masih kuat bekerja hingga jam seharusnya orang tidur seperti ini walaupun sudah agak bongkok dan beruban. Sudah hampir sepuluh tahun dia menyambung hidup sebagai penjaga kamar mayat di rumah sakit ini, istrinya sudah meninggal tanpa meninggalkan anak. Kesepian dan suasana angker sudah menjadi temannya sehari-hari, maka mendengar suara-suara aneh dan cerita-cerita seram lainnya sudah tidak membuatnya merinding lagi, istilahnya sudah kebal dengan hal-hal seperti itu. Jono (41 tahun), baru setahun lebih bekerja di rumah sakit ini setelah pindah dari perusahaan sebelumnya yang bangkrut. Dia seorang pria berbadan tegap dan wajahnya yang sedikit bopengan terkesan sangar, pas untuk profesinya itu. Sungguh, malam itu menjadi malam panjang bagi mereka, suasana hujan dengan angin yang dingin mudah membuai orang hingga ngantuk.



?Weleh, dingin-dingin gini dapet giliran malem? kata Jono lalu meneguk kopinya ?padahal enaknya tidur suasana gini mah?

?Hati-hati lu, tidur disini bisa-bisa dicolek-colek yang di dalem sana tuh? canda Pak Maman menunjuk ke kamar mayat.

?Wahaha, Pak Maman mulai lagi deh cerita dunia lainnya?

?Ee?kenapa enggak disini kan kamar mayat, yang aneh-aneh gitu udah sering lah?

?Iya sih apalagi malem-malem gini, di kantor tempat saya dulu juga pernah sih, ya tapi gua sendiri sih belum pernah ngalamin, teman katanya pernah, Eh, omong-omong jam berapa nih Pak ?? tanyanya.

?Wah sepuluh menit lagi jam dua belas nih? jawab Pak Maman melihat jamnya.

?Ya udah, lagi yuk Pak? katanya sambil menyusun kembali biji catur ?penasaran saya, pengen belajar ilmunya Bapak?

Pak Maman pun menerima tantangannya dan tak lama kemudian mereka mulai memusatkan pikiran pada papan catur. Hening sekali suasana disana, bunyi yang terdengar hanya bunyi rintik hujan, angin dan suara biji catur dipindahkan. Tak lama kemudian terdengar bunyi lain di lorong itu, sebuah suara orang melangkah, suara itu makin mendekat sehingga mengundang perhatian dua orang itu.

?Siapa tuh ya, malem-malem kesini ?? tanya Jono yang dijawab Pak Maman dengan mengangkat bahu.



Suara langkah makin terdengar, dari tikungan lorong muncullah sosok itu, ternyata seorang gadis cantik berpakaian perawat. Di luar seragamnya dia memakai jaket cardigan pink berbahan wol untuk menahan udara dingin malam itu. Suster itu ternyata berjalan ke arah mereka.

?Malam Pak? sapanya pada mereka dengan tersenyum manis.

?Malam Sus, lagi ngapain nih malem-malem kesini? balas Jono.

?Ohh?hehe?anu Pak abis jaga malam sih, tapi belum bisa tidur, makannya sekalian mau keliling-keliling dulu?

?Oh iya kok saya rasanya baru pernah liat Sus disini yah ?? tanya Jono.

?Iya Pak, saya baru pagi tadi sampai disini, pindahan dari rumah sakit *****? jawabnya, ?jadi sekalian mau ngenal keadaan disini juga?

?Oo?pantes saya baru liat, baru toh? kata Pak Maman.

?Sus ga tau apa, ini kan kamar mayat? kata Jono menunjuk tempat itu, ?tuh itu tuh, ga takut ??

?Ah Bapak, masa suster takut sih sama mayat? jawabnya tersenyum, ?lagian saya kan udah disana juga?

Kedua orang itu bengong dan agak kaget mendengar kalimat terakhir, apalagi suster muda itu diam sesaat sambil menatap ke arah pintu ruangan itu.

?Maksudnya sudah biasa disana ngeliat mayat, gitu loh? lanjutnya membuat kedua orang itu bernafas lega.



?Dasar si Sus, saya kira apa, bikin deg-degan aja ah? kata Jono.

?Emang bapak kira apa ?? tanyanya lagi sambil menjatuhkan pantatnya pada bangku panjang dan duduk di sebelah Jono.

?Wow, hoki gua? kata pria itu dalam hati kegirangan.

?Dikirain suster ngesot yah Jo hahaha? timpal Pak Maman mencairkan suasana.

?Hehehe iya dikira suster ngesot, nggak taunya suster cantik? kedua pria itu tertawa untuk menghangatkan suasana.

?Kalau ternyata memang iya gimana Pak? kata gadis itu dengan suara pelan dan kepala tertunduk yang kembali membuat kedua pria itu merinding melihat gelagat aneh itu.

Tiba-tiba gadis itu menutup mulutnya dengan telapak tangan dan tertawa cekikikan.

?Hihihi?bapak-bapak ini lucu ah, sering jaga malam kok digituin aja takut? tawanya.

?Wah-wah suster ini kayanya kebanyakan nonton film horror yah, daritadi udah dua kali bikin kita nahan napas aja? kata Pak Maman.

?Iya nih, suster baru kok nakal ya, awas Bapak laporin loh? kata Jono menyenggol tubuh samping gadis itu.

Sebentar kemudian suster itu baru menghentikan tawanya, dia masih memegang perutnya yang kegelian.

?Hihi?iya-iya maaf deh bapak-bapak, emang saya suka cerita horror sih jadi kebawa-bawa deh? katanya.

?Sus kalau di tempat gini mending jangan omong macem-macem deh, soalnya yang gitu tuh emang ada loh? sahut Pak Maman dengan wajah serius.



?Iya Pak, sori deh? katanya ?eh iya nama saya Virna, suster baru suster baru disini, maaf baru ngenalin diri?emmm Bapak Jono yah? sambil melihat plat nama di dada satpam itu.

?Kalau saya Suherman, tapi biasa dipanggil Maman aja, saya yang jaga kamar mayat disini? pria setengah baya itu memperkenalkan diri.

?Omong-omong Sus ini mau kemana sebenarnya ?? tanya si satpam.

?Ya itu liat-liat aja, kalau udah ngantuk baru bobo ntar, ga tau nih kok rasanya belum ngantuk aja sih? katanya. ?eerr?maaf ada yang punya rokok gak, boleh minta satu?

Mereka tersenyum lalu merogoh kantongnya untuk mengeluarkan bungkus rokok masing-masing.

?Oke deh, saya ambil yang Pak Maman aja, apinya dari Pak Jono? kata Virna karena kedua pria itu dengan cepat menyodorkan bungkus rokok yang sudah dibuka ke arahnya.

Diambilnya sebatang dari bungkus si penjaga kamar mayat lalu disulutkannya pada lighter si satpam.

?Berani juga yah Sus ini, baru masuk udah berani ngerokok? kata Jono sambil memandang wajah cantik yang sedang mengepulkan asap dari mulutnya.

?Iya abis gimana Pak, suntuk banget sih, lagian dikit-dikit aja kok, biasanya sih jarang saya ngerokok gini?

Malam itu mereka mereka merasa beruntung sekali mendapat teman ngobrol seperti suster Virna, biasanya suster-suster lain paling hanya tersenyum pada mereka atau sekedar memberi salam basa-basi.



Merekapun terlibat obrolan ringan, kedua pria itu tidak lagi mempedulikan permainan caturnya dan mengalihkan perhatiannya pada suster Virna yang ayu itu. Sejak awal tadi mereka sudah terpesona dengan gadis ini. Pria normal mana yang tidak tertarik dengan gadis berkulit putih mulus berwajah kalem seperti itu, rambut hitamnya disanggul ke belakang sehingga menampakkan leher jenjangnya, tubuhnya yang ramping lumayan tinggi (168 cm), pakaian perawat dengan bawahan sebatas lutut itu menambah pesonanya, dari betisnya yang putih mulus itu sudah terbayang bentuk pahanya yang indah. Jono, si satpam, makin mendekatkan duduknya dengan gadis itu sambil sesekali mencuri pandang ke arah belahan dadanya melalui leher bajunya. Suasana malam yang dingin membuat nafsu kedua pria itu mulai bangkit, apalagi Pak Maman sudah lama ditinggal istri dan Jono sendiri sudah cerai lima tahun yang lalu dan selama ini ia memenuhi kebutuhan biologisnya hanya dengan pelacur-pelacur kelas pinggir jalan yang tentu saja kualitasnya tidak seperseratusnya suster muda di sebelahnya ini. Semakin lama mereka semakin berani menggoda suster muda itu dengan guyonan-guyonan nakal dan obrolan yang menjurus ke porno. Virna sendiri sepertinya hanya tersipu-sipu dengan obrolan mereka yang lumayan jorok itu.

?Terus terang deh Sus, sejak Sus datang kok disini jadinya lebih hanget ya? kata Jono sambil meletakkan tangannya di lutut Virna dan mengelusnya ke atas sehingga pahanya mulai tersingkap.



?Eh?jangan gitu dong Pak, mau saya gaplok yah ?!? Virna protes tapi kedua tangannya yang dilipat tetap dimeja tanpa berusaha menepis tangan pria itu yang mulai kurang ajar.

?Ah, Sus masa pegang gini aja gak boleh, lagian disini kan sepi gini, dingin lagi? katanya makin berani, tangannya makin naik dan paha yang mulus itupun semakin terlihat.

?Pak saya marah nih, lepasin gak, saya itung sampai tiga? wajah Virna kelihatannya BT, matanya menatap tajam si satpam yang tersenyum mesum.

?Jangan marah dong Sus, mendingan kita seneng-seneng, ya ga Jo ?? sahut Pak Maman, entah sejak kapan tiba-tiba saja sudah di sebelahnya sehingga tubuhnya diapit kedua pria tidak tau malu itu.

Penjaga kamar mayat itu dengan berani merangkul bahu Virna dan tangan satunya menyingkap rok suster muda itu di sisi yang lain. Suster itu tidak bergeming, tidak ada tanda-tanda penolakan walau wajahnya masih terlihat marah.

?Satu?? suster itu mulai menghitung namun kedua orang itu malah makin kurang ajar, dan tangannya makin nakal menggerayangi paha yang indah itu, ?dua?!? suaranya makin serius.

Entah mengapa suster itu tidak langsung beranjak pergi atau berteriak saja ketika dilecehkan seperti itu. Kedua pria yang sudah kerasukan nafsu itu menganggapnya sandiwara untuk meninggikan harga diri sehingga mereka malah semakin nafsu.

?Tig?? sebelum Virna menyelesaikan hitungannya dan bergerak, si satpam itu sudah lebih dulu mendekapnya dan melumat bibirnya yang tipis.

?Mmm?mmhh !? suster itu berontak dan mendorong-dorong Jono berusaha lepas dari dekapannya namun tenaganya tentu kalah darinya, belum lagi si tua Pak Maman juga mendekapnya serta menaikkan rokknya lebih tinggi lagi. Virna merasa hembusan angin malam menerpa paha mulusnya yang telah tersingkap juga tangan-tangan kasar mengelusinya yang mau tak mau membuatnya terangsang.



?Aahh?jangan?mmhh !? Virna berhasil melepaskan diri dari cumbuan si satpam tapi cuma sebentar, karena ruang geraknya terbatas bibir mungil itu kembali menjadi santapan Jono.

Pak Maman yang mendekap dari belakang meremas-remas dadanya yang masih tertututp seragam suster dan mengelus paha indahnya yang menggiurkan. Virna terus meronta, tapi sia-sia malah pakaiannya semakin tersingkap dan topi perawatnya jatuh ke lantai. Pak Maman melepaskan jaket cardigan pinknya sehingga lengannya yang berkulit halus itu terlihat. Lama-lama perlawanan suster Virna melemah, sentuhan-sentuhan pada daerah sensitifnya telah meruntuhkan pertahanannya. Birahinya bangkit dengan cepat apalagi suasananya sangat mendukung dengan hujan yang masih mengguyur dan dinginnya malam. Bulu kuduk Virna merinding merasakan sesuatu yang basah dan hangat di lehernya. Ternyata si tua Maman itu sedang menjilati lehernya yang jenjang, lidah itu bergerak menyapu daerah itu sehingga menyebabkan tubuh Virna menggeliat menahan nikmat. Mulut Virna yang tadinya tertutup rapat-rapat menolak lidah Jono kini mulai membuka. Lidah kasap si satpam itu langsung menyeruak masuk ke mulut suster itu dan meraih lidahnya mengajaknya beradu lidah. Virna pun menanggapinya, lidahnya mulai saling jilat dengan lidah pria itu, liur mereka saling tertukar. Sementara Pak Maman mulai melucuti kancing bajunya dari atas, tangan keriput itu menyusup ke dalam cup branya, begitu menemukan putingnya langsung dimain-mainkannya benda itu dengan gemasnya.



Di tengah ketidakberdayaannya melawan kedua brengsek itu, Virna semakin pasrah membiarkan tubuhnya dijarah. Tangan Jono menjelajah semakin dalam, dibelainya paha dalam gadis itu hingga menyentuh selangkangannya yang masih tertutup celana dalam. Sementara atasan Virna juga semakin melorot sehingga terlihatlah bra biru di baliknya.

?Kita ke dalam aja biar lebih enak? kata Pak Maman.

?Iya bener Pak, disini kalau ada yang datang malah berabe? Jono menyetujui.

?Kalian emang kurang ajar yah, kita bisa dapet masalah kalau gak lepasin saya !? Virna masih memperingatkan keduanya.

?Udahlah Sus, kurang ajar- kurang ajar, kan lu juga suka ayo !? Jono narik lengan suster itu bangkit dari kursi, ?ntar saya laporin loh ada suster ngerokok di tempat kerja?

?Iya Sus, seneng-seneng dikin napa? Dingin-dingin gini emang enaknya ditemenin cewek cantik kaya Sus? timpal Pak Maman.

Mereka menggelandang suster itu ke ruang di antara kamar mayat dan koridor tempat mereka berjaga. Virna disuruh naik ke sebuah ranjang dorong yang biasa dipakai untuk menempatkan pasien atau jenazah yang hendak dipindahkan. Kedua pria itu langsung menggerayangi tubuh Virna yang terduduk di ranjang. Jono menarik lepas celana dalam gadis itu hingga terlepas, celana itu juga berwarna biru, satu stel dengan branya. Kemudian ia berlutut di lantai, ditatapnya kemaluan suster itu yang ditumbuhi bulu-bulu yang lebat, bulu itu agaknya rajin dirawat karena bagian tepiannya terlihat rapi sehingga tidak lebat kemana-mana. Virna dapat merasakan panasnya nafas pria itu di daerah sensitifnya. Pak Maman mempreteli kancing baju atasnya yang tersisa, lalu bra itu disingkapnya ke atas. Kini terlihatlah payudara suster Virna yang berukuran sedang sebesar bakpao dengan putingnya berwarna coklat.



?Uuuhh?Pak!? desah Virna ketika lidah Pak Maman menelusuri gundukan buah dadanya.

Lidah itu bergerak liar menjilati seluruh payudara itu tanpa ada yang terlewat, setelah basah semua, dikenyotnya daging kenyal itu, puting mungil itu digigitinya dengan gemas.

?Aahh !? tubuh Virna tiba-tiba tersentak dan mendesah lebih panjang ketika dirasakannya lidah panas Jono mulai menyapu bibir vaginanya lalu menyusup masuk ke dalam. Virna sebenarnya jijik melakukan hal ini dengan tua bangka dan satpam bopeng ini, tapi rupanya libidonya membuatnya melupakan perasaan itu sejenak. Mulut Pak Maman kini merambat ke atas menciumi bibirnya, sambil tangannya tetap menggerayangi payudaranya. Sementara di bawah sana, si satpam makin membenamkan wajahnya di selangkangan Virna, lidahnya masuk makin dalam mengais-ngais liang kenikmatan suster muda itu menyebabkan Virna menggelinjang dan mengapitkan kedua paha mulusnya ke kepalanya, topi satpamnya sampai terjatuh tersenggol tangan gadis itu.

?Jo?Jo, lu jaga di luar dulu gih, kalau ada orang datang liat ke sini kan gawat? suruh Pak Maman mengganggu si satpam yang sedang enak-enaknya menikmati vagina Virna, ?Ntar kalau ada yang cari bilang gua lagi ke WC?

?Yah si Bapak mau enaknya sendiri, saya juga udah konak nih Pak !? protes Jono.

?Allah, ayolah ntar juga lu dapet bagian, ke orang tua harus ngalah dikit dong, daripada kita kepergok hayo !?

Jono pun terpaksa keluar ruangan itu dengan hati dongkol, tapi dia berpikir benar juga kalau tidak ada yang jaga di luar bakal berisiko ada yang memergoki, maka diapun terpaksa berjaga diluar dengan hati gelisah, ingin segera menikmati tubuh mulus suster Virna yang baginya merupakan kenikmatan terbesar dan terlangka dalam hidupnya.



?Nah, sekarang tinggal kita duaan Sus? kata Pak Maman membuka pakaiannya ?pokoknya malam ini Bapak bakal muasin Sus hehehe !?

Virna tertegun melihat pria tua itu sudah telanjang bulat di hadapannya, tubuhnya terbilang kurus sampai tulang rusuknya agak tercetak di kulitnya, namun demikian penisnya yang sudah menegang itu lumayan besar juga dengan bulu-bulu yang sebagian sudah beruban. Dia naik ke ranjang ke atas tubuh gadis itu, wajah mereka saling bertatapan dalam jarak dekat. Pak Maman begitu mengagumi wajah cantik Virna, dengan bibir tipis yang merah merekah, hidung bangir, dan sepasang mata indah yang nampak sayu karena sedang menahan nafsu.

?Pak, apa ga pamali main di tempat ginian ?? tanya Virna.

?Ahh?iya sih tapi masabodo lah, yang penting kita seneng-seneng dulu hehehe? habis berkata dia langsung melumat bibir gadis itu.

Mereka berciuman dengan penuh gairah, Virna melingkarkan tangannya memeluk tubuh tua Pak Maman. Ia masih memakai seragam susternya yang sudah terbuka dan tersingkap dimana-mana, bagian roknya saja sudah terangkat hingga pinggang sehingga kedua belah pahanya yang jenjang dan mulus sudah tidak tertutup apapun. Pak Maman sudah lama tidak menikmati kehangatan tubuh wanita sejak ditinggal mati istrinya sehingga dia begitu bernafsu berciuman dan menggerayangi tubuh Virna. Mendapat kesempatan bercinta dengan gadis seperti Virna bagaikan mendapat durian runtuh, belum pernah dia merasakan yang secantik ini, bahkan almarhum istrinya ketika muda pun tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengannya.



Setelah lima menitan berciuman sambil bergesekan tubuh dan meraba-raba, mereka melepas bibir mereka dengan nafas memburu. Pak Maman mendaratkan ciumannya kali ini ke lehernya. Kemudian mulutnya merambat turun ke payudaranya, sebelumnya dibukanya terlebih dulu pengait bra yang terletak di depan agar lebih leluasa menikmati dadanya.

?Eemmhh?aahhh?aahh !? desahnya menikmati hisapan-hisapan penjaga kamar mayat itu pada payudaranya, tangannya memeluk kepala yang rambutnya sudah tipis dan beruban itu.

Virna merasakan kedua putingnya semakin mengeras akibat rangsangan yang terus datang sejak tadi tanpa henti. Sambil menyusu, pria itu juga mengobok-obok vaginanya, jari-jarinya masuk mengorek-ngorek liang senggamanya membuat daerah itu semakin basah oleh lendir.

?Bapak masukin sekarang yah, udah ga tahan nih !? katanya di dekat telinga Virna.

Virna hanya mengangguk. Pak Maman langsung menempelkan penisnya ke mulut vagina gadis itu. Terdengar desahan sensual dari mulut gadis itu ketika Pak Maman menekan penisnya ke dalam.

?Uuhh?sempit banget Sus, masih perawan ga sih ?? erang pria itu sambil terus mendorong-dorongkan penisnya.

Virna mengerang dan mencengkram kuat lengan pria itu setiap kali penis itu terdorong masuk. Setelah beberapa kali tarik dorong akhirnya penis itu tertancap seluruhnya dalam vagina suster itu.

?Weleh-weleh, enaknya, legit banget Sus padahal udah gak perawan? komentar pria itu, ?pernah sama siapa nih Sus sebelumnya, kalo boleh tau ??

Sebagai jawabannya Virna menarik wajah pria itu mendekat dan mencium bibirnya, agaknya dia tidak berniat menjawab pertanyaan itu.



Pak Maman mulai menggoyangkan pinggulnya memompa vagina gadis itu. Desahan tertahan terdengar dari mulut Virna yang sedang berciuman. Pria itu memulai genjotan-genjotannya yang makin lama makin bertenaga. Lumayan juga sudah seusia kepala enam tapi penisnya masih sekeras ini dan sanggup membuat gadis itu menggelinjang. Dia mahir juga mengatur frekuensinya agar tidak terlalu cepat kehabisan tenaga. Sambil menggenjot mulutnya juga bekerja, kadang menciumi bibir gadis itu, kadang menggelitik telinganya dengan lidah, kadang mencupangi lehernya. Virna pun semakin terbuai dan menikmati persetubuhan beda jenis ini. Dia tidak menyangka pria seperti si penjaga kamar mayat itu sanggup membawanya melayang tinggi. Pria itu semakin kencang menyodokkan penisnya dan mulutnya semakin menceracau, nampaknya dia akan segera orgasme.

?Malam masih panjang Pak, jangan buru-buru, biar saya yang gerak sekarang !? kata gadis perawat itu tanpa malu-malu lagi.

Pak Maman tersenyum mendengar permintaan suster itu. Merekapun bertukar posisi, Pak Maman tiduran telentang dan Virna menaiki penisnya. Batang itu digenggam dan diarahkan ke vaginanya, Virna lalu menurunkan tubuhnya dan desahan terdengar dari mulutnya bersamaan dengan penis yang terbenam dalam vaginanya. Mata Pak Maman membeliak saat penisnya terjepit diantara dinding kemaluan Virna yang sempit. Ia mulai menggerakkan tubuhnya naik turun dengan kedua tangannya saling genggam dengan pria itu untuk menjaga keseimbangan.



?Sssshhh?oohh?yah?aahh !? Virna mengerang sambil menaik-turunkan tubuhnya dengan penuh gairah.

Tiba-tiba matanya menangkap sesuatu di pintu, dilihatnya Jono, si satpam itu sedang mengintip adegan panas mereka melalui pintu yang dibuka sedikit. Virna malah tersenyum nakal ke arahnya, sambil terus menggoyang tubuhnya. Tangannya meraih ujung roknya lalu ditariknya ke atas seragam yang berupa terusan itu hingga terlepas dari tubuhnya. Seragam itu dijatuhkannya di lantai sebelah ranjang itu, tidak lupa dilepaskannya pula bra yang masih menyangkut di tubuhnya sehingga kini tubuhnya yang sudah telanjang bulat terekspos dengan jelas. Sungguh suster Virna memiliki tubuh yang sempurna, buah dadanya montok dan proporsional, perutnya rata dan kencang, pahanya juga indah dan mulus, sebuah puisi kuno melukiskannya sebagai kecantikan yang merobohkan kota dan meruntuhkan negara. Jono menutup lagi pintu itu dan kembali ke mejanya, dia sudah tidak sabar menunggu gilirannya. Dia berusaha tidak melakukan masturbasi agar bisa melampiaskannya semaksimal mungkin pada suster itu. Jono hanya bisa gelisah telah menunggu lebih dari dua puluh menit, dua batang rokok telah dihabiskannya. Ternyata perintah Pak Maman untuk berjaga di depan tidak salah karena tak lama kemudian di dengarnya langkah kaki.

?Wei, jangan terlalu ribut dulu ada yang datang? Jono melongokkan kepala ke dalam untuk memperingatkan Pak Maman dan Virna yang sedang berasyik-masyuk.

Virna pun terpaksa mengurangi ritmenya agar desahannya tidak terlalu kencang.



?Eh, Dokter Ary?pagi, ngapain nih jam segini ?? sapanya pada orang itu yang adalah salah satu dokter yang shift malam.

?Pagi, biasalah, jaga?abis dari WC sekalian ngontrol, serem juga yah jam segini disana sepi gitu?eh iya, omong-omong Pak Maman mana ?? tanya dokter berusia 40an itu.

?Sakit perut tuh katanya, lagi ke WC yang disana, makannya saya jaga disini dulu?

?Oh gitu yah, ok deh Jo, saya balik ke dalem dulu yah? pria itu berpamitan.

?Omong-omong Dok, suster-suster baru belakangan ini cakep-cakep juga yah hehehe?

?Ah, tau aja lu Jon, tapi emang iya sih saya udah liat beberapa fotonya, katanya besok siang baru datang sini? jawab Dokter Ary sambil berlalu.

?Besok?? Jono bertanya dalam hati dengan heran ?ketinggalan info kali lu, orang di dalem sana udah ada satu kok hehehe?

Jono kembali dan memberi tanda pada mereka bahwa sudah aman.

?Cepetan dong Pak Maman, udah kebelet nih !? sahutnya.

?Iya-iya sebentar lagi nih sabar !?

Kembali Virna dan penjaga kamar mayat itu memacu tubuhnya dalam posisi woman on top. Virna demikian liar menaik-turunkan tubuhnya di atas penis Pak Maman, dia merasakan kenikmatan saat penis itu menggesek dinding vagina dan klitorisnya.

?Ayo manis, goyang terus?ahh?enak banget !? kata Pak Maman sambil meremasi payudara gadis itu.

Wajah Virna yang bersemu merah karena terangsang berat itu sangat menggairahkan di mata Pak Maman sehingga dia menarik kepalanya ke bawah agar dapat mencium bibirnya.


Akhirnya Virna tidak tahan lagi, ia telah mencapai orgasmenya, mulutnya mengeluarkan desahan panjang. Pak Maman yang juga sudah dekat puncak mempercepat hentakan pinggulnya ke atas dan meremasi payudara itu lebih kencang. Ia merasakan cairan hangat meredam penisnya dan otot-otot vagina suster itu meremas-remasnya sehingga tanpa dapat ditahan lagi spermanya tertumpah di dalam. Setelah klimaksnya selesai tubuh Virna melemas dan tergolek di atas tubuh tua itu. Virna yang baru berusia 24 tahun itu begitu kontras dengan pria dibawahnya yang lebih pantas menjadi kakeknya, yang satu begitu ranum dan segar sementara yang lain sudah bau tanah.

?Asyik banget Sus, udah lama saya gak ginian loh !? ujar Pak Maman dengan tersenyum puas.

?Yuk udah kan Pak Maman, gantian dong !? terdengar suara Jono dari pintu sana.

?Iya-iya tunggu saya pake baju dulu? jawab Pak Maman, ?udah dulu yah Sus, gantian sama si Jono dulu, saya harus jaga lagi?

Setelah memakai kembali pakaiannya Pak Maman mempersilakan si satpam mengambil gilirannya.

?Tuh sana, selamat ngentot, pokoknya asoy banget deh? katanya, ?eh tadi siapa emang yang dateng ??

?Dokter Ary, tenang dia cuma abis dari WC aja kok, sekarang Bapak yang jaga yah !?

Jono buru-buru masuk dan menemukan tubuh telanjang Virna yang sedang duduk di ranjang dorong itu.

?Hehehe?sekarang sama saya yah Sus, dijamin lebih puas daripada sama Pak Maman tadi? katanya sambil membuka jaket dan meletakkannya di sebuah meja.


Virna turun dari ranjang dan berjalan menghampirinya. Jantung Jono semakin berdegub melihat suster cantik itu sudah berdiri di hadapannya tanpa sehelai benangpun di tubuhnya. Butir-butir keringat masih nampak di tubuhnya yang putih mulus bekas pergumulan dengan Pak Maman tadi. Virna membantu membukakan pakaiannya, ketika melepaskan kemejanya, Jono merasakan telapak tangan lembut gadis itu membelai dadanya, enak sekali sampai matanya terpejam menikmati. Virna melemparkan kemeja itu ke meja tempat Jono menaruh jaketnya. Setelah bagian atas lepas, kini gadis itu berlutut di depannya. Tangannya bergerak lincah membuka sabuknya dan meloroti resleting celananya.

?Gile nih malem, ga nyangka bisa dapet yang ginian? dia seperti masih belum percaya hal yang dialaminya itu.

Lidah Virna bergerak liar menjilati batang penis yang hitam itu sambil tangannya melakukan gerakan mengocok. Setelah batang itu basah oleh ludahnya, ia membuka mulut dan memasukkan benda itu ke dalamnya. Penis itu dihisap-hisap sampai Jono merem-melek keenakan. Virna sendiri sebenarnya merasa mulutnya kepenuhan dengan penis sebesar itu, namun dia tidak perlu waktu lama untuk beradaptasi.

?Uuhh?enak Sus, enak banget !? erang Jono sambil meremas-remas rambut Virna.

Tubuh Jono bergetar menahan nikmatnya dioral suster itu terlebih ketika lidah itu menjilati kepala penisnya yang bersunat. Tidak ingin orgasme terlalu dini, diangkatnya tubuh Virna hingga berdiri dan digiringnya ke arah ranjang dorong tadi.


Virna duduk di tepi ranjang sementara Jono berdiri diantara kedua belah pahanya. Bibir mereka beradu dan berciuman dengan penuh gairah. Tangan kasar Jono bergerilya menjamahi punggung, payudara dan pahanya. Di tengah percumbuan nan panas itu Jono menarik lepas sanggul Virna sehingga rambutnya indahnya yang hitam legam itu tergerai hingga sebatas dada atas.

?Aaahh?pelan-pelan Pak !? desah Virna ketika satpam itu melesakkan penisnya ke vaginanya.

Penis satpam itu lebih besar dan keras dari milik Pak Maman sehingga walaupun vagina Virna sudah becek tetap saja ada rasa nyeri waktu benda itu memasukinya.

?Sshh?tahan yah Sus, sempit sekali nih, uuuhh !? eragnya sambil terus mendorong masuk penisnya.

Setelah masuk setengahnya, didesakkannya penis itu dalam-dalam hingga masuk semua. Virna menggeliat dan mendesah menerima sodokan itu. Jono mulai menyetubuhi Virna yang duduk di ranjang sambil berdiri. Ukuran penisnya yang besar itu memberi rasa nyeri pada Virna terutama ketika gerakannya kasar. Kesesakannya justru menyebabkan gesekan dengan dinding vagina dan klitoris lebih terasa. Lama-lama Virna pun sudah melupakan sakitnya dan hanyut dalam kenikmatan.

?Oh?Pak?terussshh?!? mulut Virna menceracau

Di tengah dinginnya malam dan hujan yang sudah tinggal rintik-rintik tubuh mereka malah berkeringat karena bergairahnya percintaan itu. Mereka bagaikan,


Bebek mandarin bermain di air,

Burung phoenix melintasi bebungaan.

Dengan birahi mereka berjalin bak tanaman rambat,

Tubuh mereka berpadu dalam kegairahan.

Ujung lidah sang gadis menghantarkan liur yang manis,

Pinggangnya yang seperti willow dipenuhi nafsu,

Bibirnya yang seperti ceri menghantarkan nafas berat.

Mata berbinar, butir keringat mengalir dari tubuh harumnya

Dada lembut berguncang, embun menitik di kulit sang gadis.

Sang pria merasakan kecantikan bak dewi,

Bagaikan harimau lapar menerkam domba

Sang gadis dalam buaian kenikmatan,

Bagaikan ikan haus dalam air

Tetesan air surga jatuh ke dalam dua helai kelopak teratai merah.


Menatap wajah cantik Virna yang sedang terangsang berat dengan rambut telah terurai itu menambah semangat satpam itu. Frekuensi genjotannya semakin naik membuat ranjang itu bergoyang-goyang. Sambil terus menggenjot Jono dengan nikmatnya melumat payudara Virna yang membusung, sebentar saja kulit payudara itu sudah penuh dengan ludah dan bekas cupangan yang memerah.

?Oohh?saya?saya keluar Pak?aaahh?aahh !? erang Virna tanpa malu-malu.

Gadis itu memeluk erat-erat tubuh kekar si satpam sambil mengeluarkan cairan orgasme dari vaginanya yang menyebabkan penis pria itu semakin lancar menyodokinya. Tubuhnya terlonjak-lonjak seperti kesetrum dan mulutnya mengerang nikmat. Virna sangat puas dan lemas sekali setelah orgasme panjang itu, namun pria itu masih terus memompa vaginanya. Hingga lima menit setelah orgasmenya, Virna belum merasakan tanda-tanda pria itu akan klimaks, dia begitu perkasa baginya sehingga gairahnya kini mulai naik lagi. Jono mengajaknya berganti gaya, disuruhnya suster itu menungging di atas ranjang lalu ia memposisikan diri di belakangnya untuk melakukan doggie style. Diarahkannya penis itu pada vaginanya yang sudah penuh dengan cairan yang meluber membasahi daerah selangkangan dan paha dalamnya. Kali ini dia tidak terlalu sulit melakukan penetrasi berkat bantuan cairan itu. Setiap kali Jono menggenjot terdengar bunyi tumbukan yang timbul dari beradunya pantat gadis itu dengan selangkangannya.

?Enak?terus?iyah gitu terus !? Virna mendesah sambil ikut menggoyangkan pinggulnya sehingga penis itu menancap makin dalam.


Ketika sedang asyik menunggangi Virna, tiba-tiba pintu membuka dan masuklah Pak Maman yang nafsunya bangkit lagi dan minta jatah sekali lagi.

?Itu diluar gak ada yang jaga gimana ?? tanya Jono.

?Jam segini udah sepi banget disini, tenang aja, lagian cuma sebentar kok, gua ngaceng lagi nih !? katanya.

Karena ranjang itu tidak muat untuk tiga orang terpaksa mereka turun ke lantai. Jono meneruskan genjotan doggie stylenya sementara Pak Maman duduk di sebuah bangku dengan celana sudah dipeloroti. Virna sambil bersandar pada paha Pak Maman mengoral penis itu sesuai yang dimintanya. Tangan Jono terus saja menggerayangi tubuh Virna, kadang diremasnya payudara atau pantatnya dengan keras sehingga memberi sensasi perih bercampur nikmat bagi gadis itu. Sedangkan Pak Maman sering menekan-nekan kepala gadis itu sehingga membuat Virna terkadang gelagapan.

?Gila nih duaan barbar banget sih? kata Virna dalam hati.

Walau kewalahan dithreesome seperti ini, namun tanpa dapat disangkal Virna juga merasakan nikmat yang tak terkira. Tak lama kemudian Jono mencabut penisnya lalu berpindah ke depan. Virna kini bersimpuh di depan kedua pria yang senjatanya mengarah padanya menuntut untuk diservis olehnya. Virna menggunakan tangan dan mulutnya bergantian melayani kedua penis itu hingga akhirnya penis Jono meledak lebih dulu ketika ia menghisapnya.


Sperma si satpam langsung memenuhi mulut gadis itu, sebagian masuk ke kerongkongannya sebagian meleleh di bibir indah itu karena banyaknya. Pria itu melenguh dan berkelejotan menikmati penisnya dihisap gadis itu. Tak lama kemudian Pak Maman pun menyemburkan isi penisnya dalam kocokan Virna, cairan itu mengenai wajah samping dan sebagian rambutnya. Tubuh Virna pun tak ayal lagi penuh dengan keringat dan sperma yang berceceran.

?Sus hebat banget, sepongannya dahsyat, saya jadi kesengsem loh? puji Jono ketika beristirahat memulihkan tenaga.

?Sering-sering main sini yah Sus, saya kalau malem kan sering kesepian hehehe? goda Pak Maman.

?Iya Non, gimana mau kan sering-sering main sama kita ?? tanya Jono sambil meremas pantat Virna yang berkaca dan menata kembali rambutnya.

Virna tersenyum dengan hanya melihat pantulan di cermin, katanya, ?Kenapa nggak, saya puas banget malem ini, mulai sekarang saya pasti sering mendatangi kalian?

Jam telah menunjukkan pukul setengah dua kurang, berarti mereka telah bermain cinta selama hampir satu setengah jam. Virna pun berpamitan pada mereka setelah memakai jaket pinknya. Sebelum berpisah ia menghadiahkan masing-masing sebuah ciuman di mulut. Jono membalas ciuman itu dengan bernafsu, dipeluknya tubuh langsing itu sambil meremas pantatnya selama dua menitan.

?Nakal yah, ok saya masuk dulu yah !? katanya sebelum membalik badan dan berlalu.

Lelah sekali mereka setelah menguras tenaga dengan perawat cantik itu sehingga selama sisa waktu itu agak terkantuk-kantuk. Setelah pagi mereka pun pulang dan tertidur di tempat masing-masing dengan perasaan puas.


Sore harinya jam lima, ketika sedang bersantai di sebuah warung sambil menikmati pisang goreng dan kopinya, Jono terperangah melihat berita sore di televisi.

?Seorang perawat bernama Virna Darmawan, berusia 24 tahun, ditemukan tewas mengenaskan di kamar mandi kostnya. Tubuhnya ditemukan dalam keadaan telanjang bulat di bawah siraman shower, kematiannya disebabkan oleh arus listrik yang bocor saat sedang mandi. Jenazah korban baru saja ditemukan pagi ini jam delapan oleh seorang teman kostnya. Sementara waktu kematiannya diperkirakan kemarin sore sekitar jam tujuh atau delapan. Jenazah saat ini telah dibawa ke?.?

Tubuh Jono seperti mati rasa dengan mulut melongo saat gambar di televisi memperlihatkan foto korban yang tidak lain adalah gadis yang semalam bercinta dengannya. Jantungnya serasa berhenti berdetak dan mulutnya tidak sanggup berkata apa-apa.

?Jo?Jo, kenapa lu, emang lu kenal sama tuh cewek ?? tanya Bu Parti sang pemilik warung melihat reaksi Jono.

?Ehh?ii-iya?iya itu kan suster di rumah sakit saya? jawabnya gugup, ?ka-ka-kasian yah, masih muda gitu?

Jono buru-buru membayar tagihannya dan meninggalkan warung itu.


Berita tentang kematian perawat itu menjadi bahan pembicaraan di rumah sakit itu.

?Kasian yah, padahal hari ini dia baru mau masuk kerja disini?

?Kos-kosan jaman sekarang payah, masa keamanannya ga terjamin gitu sih, ini jelas kesalahan pihak kost?

?Masih muda, cantik lagi, tapi nasibnya kok kaya gitu, ck..ck?ck?

Itulah sebagian pembicaraan para dokter, perawat, dan karyawan rumah sakit yang didengar Jono ketika tiba di tempat kerjanya hari itu jam tujuh. Jono semakin ketakutan dan pucat mendengar semua itu, berarti yang semalam itu siapa, manusia atau bukankah itu, seribu satu pertanyaan berkecamuk di benaknya. Hal yang serupa pun dirasakan oleh Pak Maman, ia baru mendengar berita itu ketika tiba di rumah sakit sore itu. Walaupun sudah sering mengalami kejadian-kejadian aneh selama bertugas namun belum pernah menghadapinya secara langsung apalagi sampai bermain cinta seperti kemarin itu.

?Jadi siapa yang kemarin malem main sama kita itu ?? tanya Jono pada Pak Maman di tempat yang sama seperti kemarin.

?Mana gua tau, yang pasti sekarang gua jadi gak enak, gimana kalau dia datengin kita lagi?lu inget kan terakhir dia omong apa? wajah Pak Maman tersirat rasa ketakutan.

Malam itu jam sepuluh ketika mereka bertugas, obrolan mereka masih didominasi kejadian semalam dan kematian perawat muda bernama Virna itu. Angin yang berhembus membangkitkan bulu kuduk apalagi mereka masih dibayang-bayangi kejadian itu.


?Pak nggak sebaiknya kita cari orang pintar aja, saya takutnya ada apa-apa? kata Jono.

?Yah, gimana yah, gini aja?? Pak Maman mendadak menghentikan kata-katanya karena dia merasa ada yang memegang pergelangan kakinya di bawah meja sana.

Jono juga merasakan hal yang sama, mereka terpaku saling memandang satu sama lain, nafas serasa berat dan jantung seakan berhenti berdetak. Pelan-pelan mereka mengarahkan bola matanya ke bawah sana. Virna, sang perawat itu telah berada di sana dengan seragam kerjanya. Rambutnya kini terurai, sebagian menggantung di wajahnya yang pucat. Dia tersenyum pada mereka, namun senyum itu bukanlah senyum semanis kemarin, senyumannya yang sekarang begitu menakutkan, matanya yang merah dengan lingkaran hitam disekelilingnya seperti itu menatap dalam-dalam seolah menembus sampai ke tulang.

?WHUUAAA?!? mereka berteriak bersamaan dan berlarian tunggang langgang.

Sex On The Blue Campus

Siang itu rasanya gerah sekali, aku menghapus peluh yang menetes hampir seperti hujan (itu sih namanya deres! )
dengan sapu tangan coklat yg selalu kutaruh di saku celana sebelah kanan, setengah celingak-celinguk di depan papan
pengumuman jadwal ujian, aku beranjak gontai melangkahkan kaki ke kantin fakultas ekonomi di belakang kampus.

Beberapa anak angkatan di bawahku tersenyum menyapa ke arahku sambil menundukkan kepala, aku kurang seberapa mengenal mereka,
tapi kubalas senyuman itu dengan ramah sambil tetap menunjukkan kerepotanku membawa buku-buku akuntansi yang super duper
berat itu.

Singkat cerita, setelah menenggak sebotol kecil sprite dingin dan membayarnya, aku kembali ke gedung X, menanti kuliah siang
yang terasa lama, karena waktu itu masih jam 11 lebih, dan kampus sepi karena hari jum'at. Akupun memilih duduk di bangku
semen di bawah rindangnya pohon-pohon hijau taman gedung X.

Sekitar 10 atau 15 menit melamun, sesosok gadis yang kukenal melangkah tergesa-gesa sambil membetulkan kacamata, dan tampak
sama kerepotannya dengan aku, membawa setumpuk buku yang tampak tak seimbang dengan ukuran tangannya yang mungil. Gadis
berkulit putih itu tampak mengenaliku, lalu setengah berlari menghampiriku sambil mengurai seulas senyum manis, "Haaiii"
serunya. "Hai juga", sahutku...Dia langsung mengibaskan tangannya ke bangku semen tempatku duduk, takut ada debu yang
akan mengotori celana jeans putih ketatnya, seketat jeans itu membelit pantat indahnya yang terbungkus CD berenda,
yang nampak samar tercetak padat pada lekukan antara paha, selangkangan, dan batas paha belakangnya, aku sedikit
menelan ludah...

Dia menunduk, tak sengaja memperlihatkan bra krem berendanya yang tampak menggantung ragu, menampakkan belahan dan sedikit
puting kemerahan dari dadanya yang ber-cup B, lalu segera mengambil posisi duduk menyilangkan kaki di sampingku dan
memulai obrolan dengan segala keluh kesah kerepotannya di rumah mengerjakan tugas akuntansi manajemen, sampai ribetnya
mengurusi manajemen pabrik pakaian milik ayahnya yang sedikit mengalami mis-manajemen

Aku menanggapinya dengan senyum dan komentar-komentar singkat yang membangun, sampai tanpa sadar tangannya mendarat di
tengah pahaku, tak sengaja menyenggol kemaluanku yang entah kenapa menegang sejak dia duduk beberapa menit yang lalu,
spontan dia nyeletuk bingung (atau berlagak bingung?) : "Eh, lho, kamu kok 'bangun'?" "Sejak kapan, hayooo...mikirin
apa? mPasti yang jorok-jorok ya?", dan komentar itu semakin panjang seiring makin merahnya mukaku, aku hanya bisa
menunduk malu.

Tanpa bisa kutebak dia memberikan sebuah kejutan yang sangat-sangat membuat aku surprise setengah mati jantungan
"Emmm, mau 'dibantuin' ngga?"

:: Penjelasan :: Gadis itu Rossa, pacarku selama 1 tahun ini, dan kita udah biasa "ehm-ehm", gitu lho pembaca ::

Wow, pikirku, hemmm, aku setengah bingung juga, bagaimana kita bisa 'gituan' di kampus? Setengah sadar bibirku
mengucap, "Wah, Ros...dimana?", "Kita ke lantai 3 aja yuk, kan masih sepi?", setengah ragu namun dikalahkan oleh
nafsu, aku menurut saja dengan sarannya. Biar nggak bikin curiga OB nya kampus yang bagian nge-pel, Rossa pun beranjak
duluan ke lantai 3 dan langsung menuju kamar mandi, lalu menguncinya dari dalam, selang 5 menit, aku menyusul naik ke
lantai 3 dan setelah memastikan sama sekali tidak ada orang, aku menuju kamar mandi yang letaknya di pojok dan relatif
terhalang pembatas ruangan, aku mengetuk pintu kamar mandi yang tertutup...

Cklik, terdengar slot dibuka, lalu aku mendorong pelan pintu itu sedikit, menyelinap, lalu cepat-cepat menutupnya
seraya menghela nafas panjang karena deg-deg'an sekaligus capek merasakan terjalnya tangga gedung X .
Rossa tersenyum sambil langsung menarik pinggangku mendekat, sehingga bibirku yang setengah terbuka langsung dilumat
nya. Buku-buku ku hampir jatuh, segera kutaruh di tepi bak kamar mandi dengan setengah terburu-buru, dan langsung
tanganku ter-alih membuka kancing kemeja Rossa, dan menyelipkan tanagnku ke sela-sela bra-putih nya.

Bunyi kecipak ciuman seolah bergema, menyadarkan kami yg larut dalam ciuman untuk mengurangi volume suara yang akan
membuat orang 'penasaran' saat mendengarnya itu. Aku yang sangat tak sabar mencumbu Rossa dengan ganas, leher dan
telinganya tak luput dari sasaran jilatan lidahku, yang membuatnya mendesah manja. Dilepasnya kacamatanya dan ditaruh
di dalam tasnya yang tergantung di pintu, lalu tangannya beraksi dengan lihai melepas kancing celana, memelorotkan celana
panjang kainku, dan menyelipkan tangannya untuk meraih, menarik, dan meng-urut batang kemaluanku yang menegang dan
puncaknya berubah kemerahan karena terangsang.

Aku juga melakukan hal yang sama dengan menarik celana panjang jeans ketat nya sebatas paha, berikut celana
dalam putih berendanya yang sexy, lalu meraba kemaluannya dengan gemas, karena bulu-bulunya tampak selesai dicukur,
sehingga belahan pinknya sangat menggoda. Jari telunjuk dan manis tangan kananku mengarah ke bibir kemaluannya dan
menariknya ke samping kiri dan kanan, sementara jari tengahku memainkan klitorisnya yang mungil dan mulai menegang.
"OOuucchh..." Rintih Rossa di telingaku sambil matanya berkerjap-kerjap merasakan nikmat yang menjalari tubuhnya.
"Ssshhh...Ahhh", balasku merasakan nikmatnya kocokan tanagn Rossa yang dibasahi sedikit air. Sambil terus meremas
dada mungilnya yang mulus, adegan slaing meraba itu berlangsung selama beberapa menit.

"Damien...",bisiknya sambil mendorong tubuhku perlahan menjauh, aku mengerti apa yang dimauinya. Aku membantunya
melepas celana jeans dan celana dalamnya, menggantungnya di dekat tas. Rossa lalu duduk di tepian bak kamar mandi,
satu kakinya diangkat ke atas kloset duduk, tangannya ke belakang menyangga tubuhnya, dan setengah meliuk
menggoda dengan menggoda dengan tatapan penuh birahinya, dia menyorongkan vaginanya ke depan, sambil tangannya meraih dadanya sediri,
memilin putingnya, dan meremas payudaranya dengan gerakan memutar ke atas.

Aku langsung melepas celanaku, menaruhnya, lalu segera berjongkok di depan selangkangan Rossa, lalu menjilati belahan
vaginanya yang terbuka lebar, menjejalkan hidungku, menghirup aroma wangi khas vaginanya yang selalu harum karena dia rajin
membasuhnya dengan ramuan jawa dan meminum jamu-jamu yang selalu membuat kondisi vaginanya "fresh".

"Sshhh...Ahhh..." desahnya sambil meremas rambutku. Kuselipkan dua jemariku, kuputar dan kutusukkan perlahan dalam-dalam,
lalu kutarik dengan cepat, untuk kembali kuhunjamkan ke dalam sambil menjilati ujung klitorisnya...Rossa semakin
menggelinjang ke-enak-an, bibirnya digigit, dan mulai meracau.

Didorongnya pundakku tiba-tiba, dan keluar kata singkat dari bibirnya yang berpulas lipstik pink tipis menggoda :
"Duduk di kloset gih...", senyumnya tersimpul...Aku segera bangkit, menutup kloset, dan duduk di atasnya, mengangkangkan
kaki, sehingga batang kemaluanku mendongak seolah menantang, dengan testis terkerut karena terangsang.
Rossa tak berlama-lama, langsung berlutut bertumpu pada kedua telapak atas kakiku yang masih bersepatu, memandangku
sebentar dengan gemas. Kuelus rambut sebahunya, kuremas gemas, lalu kudorong perlahan ke arahku. Seolah menngerti,
dikerjapkannya dengan jenaka kedua bola matanya, bibirnya menyungkup menyambut kepala penisku yang sudah demikian
merona merah...cup...dikecupnya, lalu dijulurkannya lidahnya tepat pada lubang bagian atas, ditariknya garis ke bawah
lewat jalur pada kepala penis, batang bawah, terus ke bawah, dan di lahapnya sebelah bola testisku, dikulum, dipijat
digigit kecil, dan diputarnya kembali lidahnya ke atas, membuatku menggelinjang tertahan. Sungguh sensasi yang sangat luar
biasa...

Aksi nekat kami masih berlangsung sampai saat terdengar suara langkah mendekat yang membuat desah nafas kami sama-sama
tertahan sesaat...
"Sssttt...", instruksiku singkat agar Rossa menghentikan aktifitasnya.Kami sama-sama diam sampai akhirnya
suara langkah yang sempat mendekat itu beranjak terdengar menjauh. Kami saling memandang dengan sedikit rasa tegang dan
deg-deg'an yang masih tersisa dalam hati...Tapi kemudian berubah menjadi senyum merona pada wajah kami masing-masing

Batang kemaluanku yang sempat melemas kembali digenggam oleh Rossa, sambil kembali dia dengan gemas mengecup dan mengulum
penisku,
dengan sesekali membuat gerakan "deep throat" yang membuat nafasku tertahan,seolah akan mencapai klimaks saja.
"Damien...eemmmhhh...masukin sekarang aja ya?" Pintanya manja. Akupun segera berdiri dan membimbing kedua lengannya untuk
bangkit. Aku berdiri membelakanginya, sementara dia membalikkan diri untuk berpegang pada tepian bak kamar mandi, mengambil
posisi menungging sambil berdiri. Aku segera mengelus pantatnya yang mulus & menggairahkan itu, mencari sela-sela di antara
rambut kemaluannya yang tipis, daging bertumpuk kemerahan itu tampak menggoda dengan sedikit lelehan bening yang mengalir basah.
Aku mengarahkan batang penisku ke belahan merekah itu dengan tangan kiri, sementara tangan kananku terlingkar lewat paha kanan
Rossa, membuat huruf V terbalik dari arah depan, membuka bibir kemaluannya agar mempermudah penetrasi. Kugesekkan kepala penisku
perlahan untuk merasakan sensasi hangatnya cairan miliknya, dan setelah licin, aku mulai mendorong kepala penisku ke dalam mulut
vaginanya yang mulai melebar, terus semakin dalam, setelah masuk sepertiganya aku berhenti.

Kedua belah tanganku meraih payudaranya dari belakang, merabanya, memberi pijatan kecil pada putingnya yang menegang,
meremasnya, sementara Rossa membalikkan lehernya ke arah mukaku. Aku menggapai bibirnya yang terbuka,mengulumnya,memainkan
lidahku di dalam mulutnya yang mengeluarkan rintihan-rintihan pelan, sambil menggerakkan pantatku dengan gerakan mendorong
ke depan, membuat penisku semakin tertanam dalam hangatnya dua belah daging lembut lembap yang seolah merangkul dan
menghisapnya dalam sebuah lobang hitam.

"Emmmhhkkk...Ahk..." Suara Rossa tertahan sesaat aku menancapkan penisku dengan gerakan tusukan mendalam, bibirnya masih
menempel dan mendesah, mengeluarkan aroma nafas hangatnya yang mulai memburu. Rossa menggoyangkan pantatnya dengan gerakan
memutar, sementara aku memaju-mundurkan penisku dengan sedikit memiringkan pantatku, menciptakan sensasi luar biasa bagi kami
berdua..."Aaahhh...Eehhk...Ouch...Damien...", seru nya perlahan sambil terus menggoyangkan pantatnya. Peluh menetes di lehernya
yang kujilati, dan cairan dari kemaluannya membuat sensasi suara bergesekan yang terdengar merdu di telinga...
"Cpak...cpak...Slllrrppp...", membuatku semakin bersemangat meremas payudara Rossa yang saat ini demikian keras. "Masukin
yang dalem dooo...ngg...", pintanya. Aku menurutinya dengan memperlahan gerakanku dengan tetap mempertahankan ritme, irama,
dan tusukan yang semakin intensif, agresif dan dalam.

Ingin aku memandang wajah Rossa lebih leluasa saat bercinta, aku mencabut kemaluanku, membalikkan badan Rossa dengan segera,
mendudukkannya di tepian bak kamar mandi, membimbing kedua kakinya melingkari pantatku, dan kembali aku menusukkan penisku.
Aku memluk punggungnya, menahan tubuhnya agar tak terjatuh ke belakang, sambil terus menggoyangkan pantatku, menggauli Rossa
yang terengah-engah sambil memejamkan matanya sambil menciumi bibir dan mulutku dengan penuh gairah."Damien...cepetin donk,
please, aku mau nyampai nih...", serunya di antara desahan nafas yang memburu dan lenguhannya yang menggairahkan.
Aku menciumi bibirnya sambil mempercepat gerakanku, menahan agar teriakan orgasmenya tak terdengar dari luar kamar mandi.
"Damien, sekarang ya...sekarang...!", aku memberi beberapa tusukan mendalam sambil menggoyang pantatku memutar,
"Sleppp...sleppp...", dan disambut gelora dahsyat hentakan tubuh Rossa yang terhempas pada dada dan perutku.

"Aaahhkk...Damien...Ooucchhhkgg..Ermmmhhh", tangannya menggapai testisku dan meremasnya, membuat gerakan ku semakin mendalam
di dalam hangatnya vagina Rossa yang mengeluarkan lelehan lendir bening keputihan yang membasahi seluruh batang penis dan
testisku. Rossa melemas, namun masih memeluk dan menciumiku..."Ah, curang, kamu belum nyampai ya?" tanyanya. "Iya nih",
sahutku sambil tersenyum..."Kamu memang perkasa ya", pujinya. "Ah, bisa aja kamu", aku lalu mencabut penisku, dan tampak
lelehan dari vaginanya menetes ke lantai kamar mandi, dan sebagian mengalir di paha mulusnya. "Ayo sini aku keluarin kamu",
katanya singkat, dan aku dibimbingnya duduk di kloset, dia membelakangiku, duduk di atas pangkuanku dengan mengangkangkan
kakinya lebar-lebar, sambil tangan kirinya membimbing penisku kembali membelah vaginanya yang basah...

"Aaahhhsss..."..."Enak banget Ross", seruku di telinganya saat dia mulai menaik-turunkan pantatnya, memompa sumur spermaku
untuk segera muncrat ke atas, ke dalam vagina hangatnya...Rossa mengerang bergairah saat kubantu menghempaskan pantatnya
dalam-dalam, sehingga aku bisa merasakan bahwa seluruh kedalaman vaginanya telah kujelajahi, tekstur vaginanya yang rapat
terasa mentok pada satu permukaan yang kuyakini sebagai mulut rahim, terasa licin, padat, keras, menghantam permukaan kepala
penisku berkali-kali.

"Ahhh, Ross, sini balik badan", instruksiku, yang langsung disambut gerakan cepat Rossa mencabut penisku, memutar badannya
menghadapku, untuk kemudian kembali menaiki "pelana" pangkuanku. Tanpa dibantu kedua tangannya, Dia menduduki penisku dengan cepat,
sehingga langsung melesak ke dalam vaginanya dengan cepat dan penuh sensasi. Aku menaik turunkan pantat kenyalnya berkali-
kali sampai pada satu titik, aku merasa akan orgasme. Kukulum puting dadanya yang menegang merah, kuhisap, dan seiring
aku mencapai klimaksku, kucium bibirnya dengan ganas, sambil mengerang dalam belitan lidah Rossa yang terampil.

"Aaaahhkk...Ross...Ouuuchh...""Emmmhh..kk...", pahaku menegang sesaat, pantatku terhunjam dalam, batang kemaluanku hilang
tertelan vaginanya yang merekah merah, spermaku muncrat deras ke dalam vaginanya yang disambut lenguhan panjang Rossa yang ternyata
meraih orgasmenya untuk kali yang kedua..."Ahhhh", "Damien...", Tubuhnya memompa beberapa kali sampai penisku melemah...
Lelehan spermaku dan cairan vaginanya meluber keluar membasahi paha, selangkangan, dan kemaluan kami...Rossa menciumiku dengan
lembut..."Kamu hebat banget sih, sayang", senyumnya...Aku hanya menjawab pujiannya dengan senyuman...

Setelah membasuh diri bergantian, saat akan keluar dari pintu, tiba-tiba penisku menegang kembali entah apa sebabnya.
"Ross...aku masih...", Rossa langsung menjamah batang penisku dari luar celana yang telah kukenakan. Tanpa berkata lebih
lanjut, secara cepat dia membuka resleting dan mengeluarkan batang penisku, "Dasar, kok nggak dari tadi sih", serunya gemas.
Aku hanya nyengir. Selanjutnya Ia langsung berjongkok dan melakukan blow job,"Kamu ngga'capek?", tanyaku, dia hanya menggelengkan
kepala, sambil terus menghisap batang kemaluanku dari pangkal ke ujung dengan rapat dan cepat, tangannya meremas testisku
dengan lembut, dan tangan satunya mengocok batang penis sampai lehernya dengan cepat..."Ahhh, ROss, aku keluar sekarang..."
"Crrrttt...crrrttt..."Mulut Rossa terasa semakin liat dan hangat dengan tumpahan spermaku dalam mulutnya, dibalurkannya ke seluruh batang
kemaluanku untuk kemudian dihisapnya dengan keras sampai lepas, ditelannya cairan semen itu mentah-mentah...
Aku selalu terpesona dengan aksinya menelan cairan kelelakian tanpa ada rasa canggung itu.
Selesai mengelap mulutnya, dia mencium bibirku, membuatku merasakan sendiri rasa sisa cairan semenku, memberi sensasi ciuman
luar biasa...

Dan kamipun berciuman hangat di kedua pipi dan kening, sebelum perlahan setengah mengendap-endap, ROssa terlebih dahulu
keluar dari kamar mandi menuju ruang kuliah, dan setelah aku kembali membasuh diri, aku segera menyusulnya ke ruang kelas
dan duduk di sebelahnya. Beberapa anak yang telah datang di kelas melihat ke arah kami dan menguraikan senyum sapaan
seperti biasa kepada kami berdua, maklum, di kampus kami sudah terkenal berpacaran...

Di sela-sela mata kuliah yang diajarkan siang itu, Rossa membisikkan sebuah kata di telingaku :

"Damien...I love you..."

membuatku tersenyum dan semangat, walau jujur, siang itu panas sekali

Permainan Cinta Di Kamar Mandi

Halo kenalkan, aku Panji Anugerah (nama samaran). Seorang pria berusia 37 tahun, menikah, dengan seorang wanita yang sangat cantik dan molek. Aku dikaruniai Tuhan 2 orang anak yang lucu-lucu. Rumah tanggaku bahagia dan makmur, walapun kami tidak hidup berlimpah materi.
Boleh dibilang sejak SMA aku adalah pria idaman wanita. Bukan karena fisikku yang atletis ini saja, tapi juga karena kemampuanku yang hebat (tanpa bermaksud sombong) dalam bidang olahraga (basket dan voli, serta bulu tangkis), seni (aku mahir piano dan seruling) dan juga pelajaran (aku menduduki peringkat ketiga sebagai pelajar terbaik di SMAku). Bedanya waktu di SMA dahulu, aku tidak terlalu tertarik dengan hal-hal seperti seks dan wanita, karena saat itu konsenterasiku lebih terfokus pada masalah akademisku.

Bakat playboyku mulai muncul setelah aku menjadi seorang kepala rumah tangga. Aku mulai menyadari daya tarikku sebagai seorang pria normal dan seorang pejantan tangguh. Sejak diangkat sebagai kabag bagian pemasaran inilah, pikiran-pikiran kotor mulai singgah di otakku. Apalagi aku juga hobi menonton film-film biru.

Wanita lain yang sempat hadir dihatiku adalah Maya. Dia adalah rekan kerjaku, sesama pegawai tapi dari jurusan berbeda, Accounting. Dia berasal dari Surakarta, tinggal di Bandung sudah lama. Kami sempat menjalin hubungan gelap setahun setelah aku menikah dengan Lilis, istriku. Hubungan kami tidak sampai melakukan hal-hal yang menjurus kepada aktivitas seksual. Hubungan kami hanya berlangsung selama 6 bulan, karena dia pindah ke lain kota dan dinikahkan dengan orang tuanya dengan pria pilihan mereka. Dasar nasib!!! Niatku berpoligami hancur sudah. Padahal aku sudah berniat menjadikannya istri keduaku, walau istri pertamaku suka atau tidak. Karena frustasi, untuk beberapa bulan hidupku terasa hampa. Untungnya sikapku ini tidak bertahan lama, karena di tahun yang sama aku berkenalan dengan seorang teman yang mengajariku gaya hidup sehat, bodybuilding.

Saat itu, sekitar tahun 1998, yang namanya olahraga fitness, bukanlah suatu trend seperti sekarang. Peminatnya masih sedikit. Gym-gympun masih jarang. Sejujurnya aku malas berbodybuilding seperti yang dilakukan temanku itu. Apalagi saat itu sedang panas-panasnya isu politik dan kerusuhan sosial. Belum lagi adanya krismon yang benar-benar merusak perekonomian Indonesia. Untungnya perusahaan tempatku bekerja cukup kuat bertahan badai akibat krismon, hingga aku tidak turut diPHK. Namun temanku yang sangat baik itu terus memotivasiku, hingga tak sampai 3 bulan, aku yang tadinya hanya seorang pria berpostur biasa-biasa saja-walaupun aku bertubuh atletis, menjadi seorang atlet bodybuilding baru yang cukup berprestasi di kejuaraan-kejuaraan daerah maupun nasional. Hebatnya lagi kantorku dan seluruh keluargaku ikut mendukung semua aktivitasku itu. Kata mereka "kantor kita punya Ade Rai baru, hingga kita tidak perlu satpam atau bodyguard baru" suatu anekdot yang sudah menjadi santapanku berhari-hari.

Semakin berlalunya waktu, aktivitas bodybuilderku kukurangi. Apalagi aku sudah diangkat menjadi kabag pemasaran sekarang, di mana keuntungan mulai berpihak pada perusahaan tempatku bekerja. Aku mulai bertambah sibuk sekarang. Namun untuk menjaga fisikku agar tetap bugar dan prima, aku tetap rutin basket, voli, dan bersepeda. Hanya 2 kali seminggu aku pergi ke tempat fitness. Hasilnya tubuhku tetap kelihatan atletis dan berotot, namun tidak sebagus ketika aku menjadi atlet bodybuilding dadakan.

Sewaktu aku menjadi atlet bodybuilding, banyak wanita melirikku. Beberapa di antaranya mengajakku berkencan. Tapi karena saat itu aku sedang asyik menekuni olahraga ini, tanggapan dan godaan mereka tidak kutanggapi. Salah satu yang suka menggodaku adalah Mia. Dia adalah puteri tetangga mertuaku. Baru saja lulus SMA, dan dia akan melanjutkannya ke sebuah PTn terkenal di kota Bandung. Gadis itu suka menggoda di setiap mimpiku dan bayangannya selalu menghiasi pikiranku saat aku menyetubuhi istriku. Kisahku dengan Mia akan kuceritakan lain waktu.

Seperti biasanya, aku bangun pagi. Pagi itu aku bangun pukul 04.30 pagi. Setelah cuci muka, aku mulai berganti pakaian. Aku akan melakukan olahraga pagi. Udara pagi yang sehat memang selalu memotivasiku untuk jogging keliling kompleks perumahanku. Dengan cuek aku memakai baju olahraga yang cukup ketat dan pas sekali ukurannya di tubuh machoku ini. Kemudian aku mengenakan celana boxer yang juga ikut mencetak pantatku yang seperti dipahat ini. Aku sengaja bersikap demikian demi mewujudkan impianku, menggoda Mia dengan keindahan tubuhku. Menurut kabar, dia juga suka jogging. Niatku bersenang-senang dengan Mia memang sudah lama kupendam. Namun selama ini gadis itu selalu membuatku gemas dan penasaran. Dia seperti layangan yang diterbangkan angin, didekati menjauh, dijauhi mendekat.

Tak berapa lama jogging, tubuhku pun sudah mulai keringatan. Peluh yang membasahi kaus olahragaku, membuat tubuh kokoh ini tercetak dengan jelas. Aku membayangkan Mia akan terangsang melihatku. Tetapi sialnya, pagi itu tidak ada tanda-tanda Mia sedang berjogging. Tidak kelihatan pula tetanggaku lainnya yang biasa berjogging bersama. Padahal aku sudah berjogging sekitar 30 menit. Saat itu aku baru sadar, aku bangun terlalu pagi. Padahal biasanya aku jogging jam 06.00 ke atas. Dengan perasaan kecewa aku balik ke rumah mertuaku. Dari depan rumah itu tampak sepi. Aku maklum, penghuninya masih tertidur lelap. Tadi pun saat aku bangun, tidak terdengar komentar istriku karena dia sedang terlelap tidur setelah semalaman dia menemani anakku bermain playstation. Saat aku berjalan ke arah dapur untuk minum, aku melihat ibu mertuaku yang seksi itu sedang mandi. Tampaknya dia sudah bangun ketika aku berjogging tadi.

Kamar mandi di rumah mertuaku memang bersebelah-sebelahan dengan dapurnya. Setiap kali anda ingin minum, anda harus melewati kamar mandi itu. Seperti disengaja, pintu kamar mandi itu dibiarkan sedikit terbuka, hingga aku bisa melihat bagian belakang tubuh molek mertuaku yang menggairahkan itu dengan jelas. Mertuaku walaupun usianya sudah kepala 4, tapi masih kelihatan seksi dan molek, karena dia sangat rajin merawat tubuhnya. Dia rajin senam, aerobik, body language, minum jamu, ikut diet sehat, merawat tubuhnya. Dia rajin senam, aerobik, body language, minum jamu, ikut diet sehat, sehingga tak heran tubuhnya tidak kalah dengan tubuh wanita muda usia 30-an.

Melihat pemandangan syur itu, kontan batangku mengeras. Batang besar, panjang, dan keras itu ingin merasakan lubang hangat yang nikmat, basah, dan lembab. Batang itu juga ingin diremas-remas, dikulum, dan memuncratkan pelurunya di lubang yang lebih sempit lagi. Sambil meremas-remas batangku yang sudah mulai tegak sempurna ini, kuperhatikan terus aktivitas mandi mertuaku itu. Akhirnya timbul niatku untuk menggaulinya. Setelah menimbang-nimbang untung atau ruginya, aku pun memutuskan nekat untuk ikut bergabung bersama ibu mertuaku, mandi bersama. Kupeluk dia dari belakang, sembari tanganku menggerayang liar di tubuh mulusnya. Meraba mulai dari leher sampai kemaluannya. Awalnya ibu mertuaku kaget, tetapi setelah tahu aku yang masuk, wajah cantiknya langsung tersenyum nakal.

"Panji, nakal kamu" katanya sambil balas memelukku. Dia berbalik, langsung mencium mulutku. Tak lama kami sudah berpagut, saling cium, raba, dan remas tubuh masing-masing. Dengan tergesa kubuka bajuku dibantu mertuaku hingga aku sudah bertelanjang bulat. Batangku pun mengacung tegang, besar, dan gagah.

Kami pun melakukan pemanasan sekitar 10 menit dengan permainan oral yang nikmat di batangku, sebelum kemaluannya kutusuk dengan batangku. Permainan birahi itu berlangsung seru. Aku menyetubuhinya dalam posisi doggy style. Aku merabai payudaranya yang kencang itu, meremas-remasnya, mempermainkan putingnya yang sudah mengeras. 30 menit berlalu, ibu mertuaku sudah sampai pada puncaknya sebanyak 2 kali. 1 kali dalam posisi doggy, 1 kali lagi dalam posisi berhadap-hadapan di dinding kamar mandi. Namun sayangnya, batangku masih saja mengeras. Aku panik karenanya. Aku khawatir jika batangku ini masih saja bangun sementara hari sudah mulai pagi. Aku khawatir kami akan dipergoki istriku. Rupanya mertuaku mengerti kepanikanku itu. Dia kembali mengoral batangku yang masih bugar dan perkasa ini, lalu dia berbisik mesra,

"Jangan khawatir panji sayang, waktunya masih lama" katanya nakal.
Aku bingung mendengar ucapannya, tapi kubiarkan aktivitasnya itu sambil terus mendesah-desah nikmat. Tiba-tiba ibu mertuaku menghentikan perbuatannya itu. Dia langsung berdiri. Melihat itu, aku pun protes,
"Lho, bu, aku khan belum keluar?" suaraku parau, penuh birahi.
"Sabar sayang, kita lanjut di kamarku saja yuk" katanya mesra.
Aku pun tambah bingung. "Tapi khan ada bapak?" suaraku masih saja parau, karena birahi.

"Tenang saja, bapakmu itu sudah pergi tak lama setelah kamu jogging tadi, dia ada tugas ke Jawa" sahut ibu mertuaku sambil mengemasi pakaian olahragaku yang tercecer di kamar mandi dan kemudian menggandengku ke arah kamarnya. Begitu sampai di kamarnya, aku disuruhnya telentang di ranjang, sementara dia mengelap sisa-sisa air, keringat, dan sabun di tubuhnya dengan handuk kering yang sudah ada di kamarnya. Lalu dia melakukan hal yang sama padaku. Setelah itu dia langsung saja mengambil posisi 69, mulai mengoral batangku kembali. Tak lama nafsuku pun bangkit kembali. Kali ini aku bertekad akan membuat mertuaku keluar sampai tiga kali. Aku memang khawatir hubunganku di pagi ini akan ketahuan istriku, tapi persetanlah...que sera-sera. Apapun yang akan terjadi terjadilah.

Aku pun balik menyerang ibu mertuaku. Mulut dan lidahku dengan ganas mempermainkan miliknya. Tanganku juga ikut aktif merabai, meremasi bibir kemaluan dan menusuki lubang anal ibu mertuaku. Kelentitnya yang sudah membengkak karena rangsangan seksual kujilati, dan keremasi dengan gemas. Kumainkan pula apa yang ada di sekitar daerah kemaluannya. Gabungan remasan jari, kobokan tangan di kemaluannya, dan serangan lidahku berhasil membuat mertuaku keluar lagi untuk yang ketiga kalinya. "Aaaaahhhh.... panji sayang ...." jerit nikmat ibu mertuaku. Cairan birahi ibu mertua keluar deras dari lubang vaginanya. Langsung saja kuhisap dan kutelan habis hingga tidak ada yang tersisa.

Akupun tersenyum, lalu aku merubah posisiku. Tanpa memberikan kesempatan ibu mertuaku untuk beristirahat, kuarahkan batangku yang masih bugar dan perkasa ini ke arah vaginanya, lalu kusetubuhi dia dalam posisi misionaris. Kurasakan batangku menembus liang vagina seorang wanita kepala 4 yang sudah beranak tiga, tapi masih terasa kekenyalan dan kekesatannya. Tampaknya program jamu khusus organ tubuh wanita yang dia minum berhasil dengan baik. Miliknya masih terasa enak dan nikmat menggesek batangku saat keluar masuk.
Sambil menyetubuhi ibu mertuaku, aku mempermainkan buah dadanya yang besar dan kenyal itu, dengan mulut dan tanganku. Kuraba-raba, kuremas-remas, kujilat, kugigit, sampai payudara itu kemerah-merahan. Puas bermain payudara tanganku mempermainkan kelentitnya, sementara mulutku bergerilya di ketiaknya yang halus tanpa bulu, sementara tangan satunya masih mempermainkan payudaranya. Tangan ibu mertuaku yang bebas, meremas-remas rambutku, dan mencakar-cakar punggungku. Posisi nikmat ini kami lakukan selama bermenit-menit, hingga 45 menit kemudian ibu mertuaku mencapai orgasmenya yang keempat. Setelah itu dia meminta istirahat. Aku sebenarnya malas mengabulkan permintaannya itu, karena aku sedang tanggung, hampir mencapai posisi puncak. Namun akhirnya aku mengalah.

"Panji kamu hebat banget deh, kamu sanggup membuat ibu keluar sampai empat kali" puji ibu mertuaku.
"Aah ibu bisa saja deh" kataku merendah.
"Padahal kamu sudah jogging 45 menit, tapi kamu masih saja perkasa" lanjut pujiannya.
"Itukan sudah jadi kebiasaanku, bu" aku berkata yang sebenarnya.
"Kamu benar-benar lelaki perkasa, Lilis beruntung mendapatkanmu" puji mertuaku lagi.

Lalu kami bercakap-cakap seperti biasanya. Sambil bercakap-cakap, tangan ibu mertuaku nakal bergerilya di sekujur tubuhku. Terakhir dia kembali mempermainkan batangku yang sudah mengerut ukurannya.

Aku bangkit, lalu beranjak dari tempat tidur. Ibu mertuaku memandangku heran, dikiranya aku akan keluar dari kamarnya dan mengakhiri permainan cinta kami. Tapi kutenangkan dia sambil berkata, "Sebentar bu, aku akan mengecek keadaan dulu". Aku memang khawatir, aku takut istri dan anakku bangun. Dengan cepat kukenakan kembali pakaian olahragaku dan keluar kamar mertuaku. Ternyata dugaanku salah. Hari memang sudah beranjak pagi, sekitar jam 6.15 menit, tapi istri dan anakku belum juga bangun. Penasaran kuhampiri kamarku dan kamar tempat anakku tidur. Ternyata baik anak maupun istriku masih tertidur lelap. Aku lega melihatnya. Sepertinya permainan playstation semalam, berhasil membuat mereka kolaps. Aku mendatangi jam weker di kamar keduanya, lalu kustel ke angka 9 pagi.

Aku menatap wajah istriku yang tertidur penuh kedamaian, sambil berkata dalam hati, "Tidurlah yang lama sayang, aku belum selesai menikmati tubuh ibumu" lalu mengecup pipinya. Setelah itu, aku kembali ke kamar mandi, mencuci tubuhku, lalu balik lagi ke kamar mertuaku. Kami terlibat kembali dalam persetubuhan nikmat lagi. Dalam persetubuhan terakhir ini, aku dan ibu mertuaku sama-sama meraih orgasme kami bersama dalam posisi doggy anal. Sesudahnya aku balik ke kamar istriku, setelah membersihkan diri di kamar mandi untuk yang terakhir kali, dan kemudian mengenakan baju tidurku kembali.

Begitulah cerita seksku dengan Ibu mertuaku di suatu pagi hari yang indah. Tidak ada Mia, ada Arini, mertuaku yang molek dan menggairahkan.

Kamar rahasia

Kulit Ratna putih, halus dan lembut: layaknya gadis keturunan pada umumnya. Wajahnya tidak seberapa cantik: polos dan berkacamata. Seorang mahasiswi yang cerdas dan rajin -- typical seorang gadis nerd. Tidak ada yang istimewa dari Ratna -- tubuhnya kurus, dada dan pantat yang relatif kecil, selain itu -- orangnya juga alim dan sopan.

Ratna yang saat ini sedang menempuh kuliah di salah satu universitas swasta di kota S tinggal bersama ci Donna yang menyewakan salah satu dari 2 kamarnya yang kosong kepada Ratna. Penampilan ci Donna berbeda sekali dengan Ratna: di usianya yang hampir 30, ci Donna boleh dibilang sangat pandai merawat tubuhnya -- kulit putih halus dengan ukuran toket sedang: 34. Parasnya cantik, rambut panjang bergelombang.

Rupanya, ci Donna yang sudah lama tidak merasakan belaian pria -- menyimpan; lebih tepatnya menimbun libido yang secara perlahan-lahan telah menggerogoti moralnya (walaupun belum sampai mengenai akal sehatnya). Selama ditinggalkan kekasihnya sejak 7 tahun yang lalu, ia sering merasa kesepian -- tak jarang ia berusaha memuaskan dirinya sendiri dengan berbagai peralatan dan VCD yang disewanya / dibeli melalui pembantunya, karena ia sendiri sebenarnya malu kalau harus terang-terangan membeli atau menyewa benda-benda seperti itu.

Demikian pula untuk bermain dengan pria yang tidak dikenal, ci Donna menganggap mereka tidak bersih sehingga ia takut untuk berhubungan badan dengan mereka. Namun demikian, ini tidak mengurangi fantasi ci Donna dalam membayangkan bentuk seks yang diinginkannya. Bahkan sejak 2 tahun yang lalu, ia juga mulai tertarik untuk melakukan hubungan seks dengan sesamanya. Ini dapat dilihat dari reaksinya terhadap Ratna sehari-hari, tak jarang ia menelan air ludah dan menjilati kedua bibirnya apabila melihat Ratna mengenakan kaos ketat apabila ia ke kampus. Padahal, bentuk tubuh Ratna begitu biasa -- apalagi apabila dibandingkan dengan dirinya sendiri yg jauh lebih seksi.

Apa yang dilihat pada diri Ratna adalah dirinya sendiri 10 tahun silam; ketika ia masih berada di awal-awal usia 20 tahun: alim dan rajin -- namun begitu naif. Ci Donna sendiri bertekad untuk memberinya 'pelajaran' suatu saat. Namun -- sesudah agak lama tinggal bersama Ratna, barulah Ci Donna mengetahui bahwa ia sudah tidak perawan lagi: ketika ia masih SMP dulu -- pacarnya sendiri memperkosanya dan sejak saat itu, Ratna begitu minder dan seringkali menhindar dari pergaulan sekitarnya, hingga saat ia kuliah. Ci Donna mengetahui hal ini dari Ratna sendiri yang memandang Ci Donna sebagai wanita yang sabar, bijaksana dan dewasa.

Pucuk dicinta ulam tiba, seminggu yang lalu -- adik ci Donna yang laki-laki tiba dan hendak menginap untuk satu bulan karena suatu urusan. 'Sekali tepuk 2 lalat' -- inilah yang ada dalam pikiran ci Donna melihat adiknya sendiri dan Ratna.

Suatu sore sejak 3 hari kedatangan adiknya -- Ci Donna sudah mempersiapkan rencana yang baik: pertama adiknya, kemudian Ratna. Biasanya, Ratna tiba di kos pukul 19:00 dan ia hendak memulai rencananya itu pukul 18:30 dengan melakukan 'pemanasan' terhadap adiknya. Pukul 18:30, Donna memanggil adiknya untuk masuk ke kamarnya. Tanpa berprasangka apa-apa, adiknya masuk ke kamarnya. Dilihatnya Ci Donna yang mengenakan celana pendek jins ketat dan kaos tanpa lengan yang ketat pula -- ia sedang menghadap ke cermin dan mengikat rambutnya yang bergelombang halus itu.

Melihat bayangan adiknya di cermin, Ci Donna tersenyum dan berkata: "Masuk saja, cici cuman sebentar koq." Diam-2, adiknya memperhatikan cicinya dan berpikir: "Cantik juga, walaupun sudah kepala tiga. Badannya juga begitu padat dan seksi.." Ci Donna yang mengerti bahwa dirinya sedang diperhatikan adiknya sendiri hanya tersenyum simpul -- tiba2 ia berdiri, mendekati adiknya dan menggandeng tangannya. Adiknya kaget sekali namun ia tidak berkata apa2. Ci Donna membimbing adiknya menuju sebuah pintu sambil sesekali melirik ke belakang dan tersenyum simpul ke arah adiknya.

Ci Donna membuka pintu kamar tersebut dan menyalakan lampunya. Ternyata, apa yang dilihat adiknya adalah sesuatu yang menakjubkan namun juga membuatnya sedikit shock: sebuah kamar yang cukup luas -- dengan seluruh dinding ditutupi bahan kedap suara berwarna pink. Ranjang yang terletak di tengah ruangan, sebuah TV lengkap dengan stereo-setnya yang mewah: juga 3 teve hitam-putih kecil yang menampakkan situasi di ruang tamu, kamar Ratna dan kamarnya sendiri.

Namun yang membuatnya begitu kaget dan sedikit takut adalah koleksi VCD, video dan DVD porno yang berserakan di lantai. Berbagai alat bantu seksual, dan sebuah manekin lengkap dengan penis palsunya segala. Tahulah ia apa yang diinginkan dari cicinya -- tanpa disadarinya, Ci Donna sudah mengunci pintu kamar dan mulai melepaskan pakaiannya satu persatu. Namun ia berhenti sampai pakaian dalam saja. Jadilah Ci Donna hanya mengenakan bra dan celana-dalam warna hitam, ia berdiri begitu seksi dan menggoda dengan rambutnya terikat (untuk memudahkannya saat permainan nanti, begitulah yang ada di pikiran Ci Donna). "Sudahlah, kamu menurut saja -- toh kamu disini hanya sebulan. Masa kamu tidak kasihan sama cici yg sudah lama tidak merasakan hangatnya tubuh pria ?"

Adiknya masih ragu. Ci Donna tahu ini -- dan tanpa membuang banyak waktu, ia segera maju ke depan membuka celana pendek adiknya dengan mudah (entah bagaimana, adiknya tidak mampu melawan cicinya sendiri). Mulailah ia mengoral batang kemaluan adiknya itu. Ci Donna mempercepat gerakan mengocoknya dengan tangan kanan, dia menengadah dan menatap wajah adiknya dengan tatapan tajam penuh birahi -- ia mendesis sambil berkata: "Sss.... awas kalau kamu berani keluar sebelum aku. Lebih baik kamu cari kos lain saja, meskipun kamu adikku !"

Sesudah berkata demikian, ci Donna memasukkan seluruh batang kemaluan adiknya ke dalam mulutnya. Ia menggerakkan kepalanya maju mundur -- membuat batang kemaluan adiknya keluar-masuk dengan sangat cepat. Adik ci Donna hanya dapat mengerang nikmat mendapat perlakuan seperti itu dari cicinya yang ternyata sangat berpengalaman dalam hal memuaskan pasangan mainnya, ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengecewakan cicinya. Di tengah-Di tengah-tengah permainan, Ci Donna melepaskan branya dengan tangan kirinya yang masih bebas. Diliriknya teve hitam putih yg secara rahasia memonitor kamar Ratna. Ternyata ia baru saja datang, dan waktu menunjukan pukul 18:55. Tepatlah perhitungannya: adiknya yang nafsunya sedang menanjak pasti akan mau diajaknya berkompromi.

Ci Donna menghentikan oralnya, dan tahulah ia bahwa adiknya agak kecewa. "Tunggu sebentar -- aku ada tugas buat kamu: bawalah Ratna ke kamar ini." Adiknya mengerti apa yang diinginkan ci Donna. Sementara adiknya pergi memanggil Ratna -- ia segera mematikan monitor2-nya, melepas celana dalamnya yang sedikit basah dan bersembunyi di sebelah pintu. Begitu adiknya masuk bersama Ratna -- ia segera mengunci kamarnya lagi dan mendorong Ratna hingga jatuh ke ranjang. Ratna yang bertubuh kurus dan lelah sehabis kuliah tidak dapat memberikan perlawanan yang berarti terhadap perlakuan Ci Donna yang begitu tiba2 tersebut. Ci Donna melucuti kaos ketat yang dikenakan Ratna dengan buas.

"Kyaaaaa.....!!!" Ratna menjerit, namun percuma karena ruangan tersebut kedap suara. Adik Ci Donna hanya diam saja karena shock melihat keganasan cicinya -- apalagi dengan sesama jenis ! Ci Donna telah sampai pada branya. Dengan kasar, ia merenggut bra Ratna dan melemparkannya ke lantai. Ci Donna melihat sepasang toket Ratna yang kecil. "Seharusnya kamu tidak usah pakai bra sama sekali. Toh tidak memberi perbedaan yang berarti..." Ci Donna melanjutkan dengan melepas kancing celana jins Ratna dan membuka ritsluitngnya dan melepaskannya.

"Pahamu putih dan mulus juga yah..." Terakhir, Ci Donna menurunkan celana dalam Ratna. Ratna tak dapat berbuat apa-apa terhadap Ci Donna yang terus menggerayangi tubuhnya dan sesekali menciuminya. Tiba-tiba Ci Donna berdiri dan berjalan menuju lemari. Diambilnya sebuah penis palsu (dildo) dan semacam lotion. Ia mengolesi dildonya dengan lotion tersebut dan memberikannya kepada adiknya, "Kamu pakai juga. Aku tidak mau dia berteriak-teriak kesakitan." Adik Ci Donna menurut -- ia melepas seluruh pakaiannya dan mulai mengolesi batang kemaluannya dengan lotion yang diberikan cicinya.

"Jangan ci... saya takut." Ratna yang sudah lemas berkata dengan penuh kekuatiran, melihat ci Donna mengenakan penis palsu (dildo) bergerigi dengan ukuran yang cukup mengerikan seperti mengenakan celana dalam. Ci Donna dengan cepat bergerak ke arah Ratna. "Diam. Mana lotionnya." Sesudah mendapatkan lotion, ia mulai mengolesi dinding vagina Ratna sambil berkata: "Kamu jangan takut, percaya sama cici saja. Sesudah itu, ia membalikkan tubuh Ratna dan melumasi lubang pantatnya pula.

"Ayo -- kamu lubang yang satunya !!" ci Donna memerintahkan adiknya untuk mengentot Ratna yang malang di lubang anusnya. Adiknya menurut, ia berpindah -- duduk di atas ranjang. Ci Donna memapah tubuh Ratna dengan lembut dan menempatkannya di atas adiknya. Ratna yang tidak berdaya hanya dapat memandang sorot mata penuh nafsu ci Donna yang sedari tadi sibuk mengatur posisi dan membantu adiknya memasukkan batang kemaluannya ke dalam lubang anus Ratna. Bles ! Batang kemaluan adik ci Donna akhirnya berhasil masuk ke dalam anus Ratna yang sudah tidak keruan bentuknya karena sedari tadi diobok-obok oleh ci Donna.

Rasa sakit bercampur nikmat membuat Ratna membelalakkan matanya, ia membuka mulutnya dan merintih "Aaa..." Ci Donna membaringkan Ratna dari posisi terduduk menjadi terlentang dengan adiknya di bawahnya (dan batang kemaluannya yang sudah menancap ke dalam lubang anus Ratna). "Ratna, aku yakin kamu akan menyukai ini dan pasti ketagihan sesudah ini." Ci Donna memasukkan dildo-nya ke dalam lubang kemaluan Ratna.

Ratna yang berada di tengah dengan keadaan tak berdaya, berusaha menahan nikmat bercampur nyeri di lubang kemaluan yang sudah dihujami dildo dari ci Donna -- serta batang kemaluan adik ci Donna yang menancap di lubang anusnya. Mulailah ranjang bergoyang... mulanya perlahan, namun semakin lama semakin cepat... demikian pula dengan rintihan-rintihan Ratna... "Aaa... aaa..." Ratna masih mengenakan kaca mata minusnya ketika permainan ini dimulai.

Ci Donna tertawa melihat Ratna berusaha bertahan: "Jangan ditahan dan jangan dilawan Ratna -- nikmati saja, sayang !!" Perlahan-lahan rintihan Ratna mulai berubah menjadi jeritan nikmat penuh birahi... "Ah... ah.. yesss... mmmhh... MMMM... AAAHHH...." Kenikmatan disetubuhi di kedua lubangnya secara bersamaan membuat Ratna kehilangan kendali. Ratna yang sopan dan alim perlahan larut... perlahan berubah menjadi Ratna yang liar, sifat liar yang seakan ditularkan dari ci Donna -- meracuni pikiran Ratna yang semula begitu bersih dan polos. "Yah... teruskan !! LEBIH CEPAT LAGI CI DONNA... !! AA... AAAAA.... MMMHHH... MMM..."

Ratna menggenggam seprei ranjang dengan sangat kuat, keringat meluncur deras dari sekujur tubuhnya -- membuat kulitnya tampak mengkilat di bawah cahaya lampu. Hal ini membuat Ci Donna semakin bernafsu mempercepat gerakan pinggulnya. Ratna semakin menikmatinya -- ia memejamkan matanya sambil memegang rambut ci Donna. "AGH.... Enak sekali... Ci... aa... aku.. belum pernah.... uuuh.... senikmat ini..." Adik Ci Donna menganal lubang pantat Ratna sambil meremas-remas kedua toket Ratna dari belakang, walaupun ukuran toket Ratna relatif kecil -- namun ini tidak mengurangi rangsangan demi rangsangan yg diterimanya. "Auuh... ah.." mulut Ratna menganga dan mengeluarkan teriakan-teriakan yg semakin tdk jelas. Tubuhnya pun mulai menegang; tahulah Ci Donna bahwa "anak didiknya" saat ini hampir mencapai puncak kenikmatan.

Ci Donna mengurangi kecepatan bermainnya dan mengubah gerakan maju-mundurnya menjadi gerakan mengaduk dengan menggoyangkan pinggulnya. Ratna secara alami mengikuti gerakan Ci Donna dengan menyesuaikan gerakan pinggulnya. Hal ini justru menambah kenikmatan bagi Ratna. Sampai akhirnya -- tubuh Ratna benar-benar menegang dan Ratna melepaskan teriakan yang cukup panjang dan memenuhi seluruh ruangan kedap suara tersebut. Sesudah itu, teriakan berhenti dan seluruh ruangan menjadi sepi. Ci Donna mencabut dildo dari lubang vagina Ratna, ternyata dildo tersebut sudah ditutupi cairan kental dan bahkan saat Ci Donna menariknya keluar -- ada sebagian dari cairan tersebut menetes dan adapula yang masih merekat antara dinding vagina Ratna dengan dildo Ci Donna.

Adik Ci Donna juga mencabut dildonya dari lubang anus Ratna dan merebahkan Ratna yang sudah lemas di ranjang. Ratna masih memejamkan kedua matanya -- Ci Donna melepas kacamata Ratna yang masih dikenakannya dan meletakkannya di meja yg terletak di tepi ranjang. "Lain kali, kalau mau main -- jangan lupa lepas dulu kacamatanya..." Ci Donna tersenyum dan mencium Ratna, kemudian ia melepaskan dildonya dan menggelatakannya begitu saja di lantai. Ia memandang adiknya dan berkata: "Kamu jangan bengong saja, kamu masih punya tugas satu lagi." Sesudah berkata demikian, ia duduk di lantai -- melebarkan kedua pahanya: mengarahkan lubang vaginanya yang sudah basah ke arah adiknya.

Kemudian ia menunjuk ke arah vaginanya: "Ayo: gunakan lidahmu." Adiknya mengerti apa yg harus dilakukan. Ia menjilat-jilat lubang kemaluan ci Donna dengan hati-hati. Keenakan,c ci Donna memejamkan matanya -- nafasnya tak beraturan: desahan- desahan nikmat meluncur keluar tak terkontrol dari mulutnya. Ia menjambak rambut adiknya dan menekan-nekan wajah adiknya itu ke lubang vaginanya: "Errghh.... aaaghh... niiikkkmmaaatt sekkaallii... ssss....!!" Ci Donna benar-benar menikmati setiap hisapan dan jilatan yang diberikan adiknya ke liang kewanitaannya, namun di tengah ambang sadar dan tidak -- Donna ingat bahwa ia tidak ingin mencapai orgasme dengan cara seperti ini. "Aah... tunggu say -- bee... berhentii duluu.. mmmh... sekarang giliran... cici ngerjain punya kamuuu..."

Adik Ci Donna menurut dan berhenti. Ci Donna bergerak kemudian berjongkok membelakangi adiknya, sekarang ia dalam keadaan berjongkok menghadap pantat adiknya. Adiknya agak kebingungan dengan tingkah laku cicinya. Namun Donna cuek saja: tangan kirinya ia lewatkan di antara kaki adiknya, dan dengan tangannya itu ia mencengkeram buah pelir adiknya dengan halus dan mulai memijat- mijatnya. "Tenang saja, sayang -- kujamin kamu akan suka sekali..." Ci Donna tersenyum penuh nafsu, dan dengan tangan kiri masih memegang buah pelir adiknya -- ia mengangkat telapak tangannya, menghadapkannya ke arah wajahnya -- dan meludahi tangannya sendiri kemudian mengerut-ngerutkan tangannya.

Kemudian ia melingkarkan tangan kanannya dari pinggang sebelah kanan adiknya -- langsung menuju ke arah kontol adiknya. Dan mulailah ia mengocok-ngocoknya batang kemaluan adiknya itu dengan tangan kanannya yang sudah dilumasi air ludahnya sendiri. "Aaaghh... duh, enak sekali ci..." Ci Donna meneruskan gerakan tangannya sampai ia merasa batang kemaluan adiknya sudah cukup keras. Sesudah itu, ia membalikan badannya dan mengambil posisi nungging di lantai. Tahulah adik ci Donna apa yang diinginkan cicinya ini. Ia juga mengatur posisi di belakang cicinya: "Awas ya -- pokoknya aku nggak mau anal. Maenin lubangku yang biasa aja." Adiknya menurut, dan permainan dimulai.

Adik ci Donna memulai gerakannya dengan perlahan, "Mmm... masih kurang, lagi dong !" Gerakan dipercepat, Ci Donna memejamkan matanya keenakan. Ia menambah kenikmatan dengan menggesek-gesek klit-nya sendiri, dengan sebelumnya membasahi jari-jarinya dengan cara mengulumnya sendiri. "Uuuaah.... enaaakk sayaang... Mmmh..." Permainan ini berlangsung agak lama sampai ci Donna minta ganti posisi lagi. Kali ini ia ingin disetubuhi dengan posisi tubuh menyamping. Ci Donna menyampingkan tubuhnya yang seksi dan sudah mandi keringat tadi ke arah kanan, sementara adik Ci Donna mengangkat paha mulus cicinya sebelah kanan dan menyandarkannya ke bahu sebelah kirinya.

Dengan demikian, ia dengan leluasa dapat memasukkan batang kemaluannya ke lubang ci Donna. Ia mulai bergerak maju mundur, "Aaahh... mmm...." Untuk sekedar menambah kenikmatan, ia mengarahkan tangan kanannya ke arah pantatnya sendiri dan menggerakan jari tengahnya keluar- masuk lubang pantatnya. "Kyyaaaaaahh.... uuuuhhhh......" Tubuh ci Donna terus bergoyang-goyang -- toketnya pun bergerak naik turun tak beraturan mengkuti irama tubuhnya. Adik ci Donna yg sedari tadi bergitu terangsang dengan gerakan toket cicinya sendiri itu sudah tak tahan lagi, ia memajukan tangan kanannya guna meremas toket kanan cicinya itu. "Oh -- susumu begitu empuk ci..." Ci Donna hanya tersenyum, ia mencabut tangannya dari lubang pantatnya -- dan ikut meremas toketnya bersama-sama dengan tangan adiknya itu. Permainan terus berlangsung, Ci Donna merasakan tubuhnya sendiri mulai menegang -- ia sendiri sudah tidak mampu berpikir jernih lagi.

Hanya kenikmatan yang dirasakan sekujur tubuhnya sekarang. "AAAAHHH..... AAAAKKUUUU.... MMMH..." Keluarlah Ci Donna, mencapai orgasme yang diidam-idamkannya dalam posisi menyamping. Tercapailah segala keinginannya selama ini.

Demikian pula adik ci Donna, ia segera berdiri karena sudah tidak tahan lagi, dan ci Donna mengetahui hal ini -- karena ia sudah berhasil meraih orgasme, maka ia berniat membantu adiknya untuk mengeluarkan seluruh peju yang sangat ia inginkan itu. Ci Donna berjongkok, tersenyum menggoda ke arah adiknya dan mulai mengocok batak kemaluan adiknya "Nah, sekarang cici ingin merasakan nikmatnya cairan kejantananmu. Ayo sayang... keluarkan -- jangan ragu... ayo !" Ci Donna memainkan batang kemaluan adiknya naik turun dengan gerakan memutar sambil sesekali menjilat pangkal kemaluan adiknya. "Aih... masih belum keluar juga... sebentar.." Sambil mengocok batang kemaluan adiknya dengan menggunakan tangan kanannya, ci Donna memijat buah pelir adiknya. "Ah... ci.. aku mau keluar nih.. !!" Ci Donna langsung mengarahkan ujung batang kemaluan adiknya ke arah mulutnya, menyambut cairan peju yang segera muncrat masuk ke dalam mulutnya.

Ratna yang sedari tadi tergeletak lemas berusaha bangkit dan merangkak menuju ci Donna dan adiknya. "Ci Donna... saya juga mau...", kata Ratna sambil menunjuk ke arah mulutnya sendiri. Tetes peju terakhir sudah habis meluncur turun ke dalam mulut ci Donna yang seksi. Ci Donna menelan sedikit peju adiknya dan menahan sisanya di dalam mulutnya. Ia tersenyum dengan mulut belepotan peju adiknya, membelai Ratna, kemudian membaringkannya, dan meletakkan kepala Ratna di pangkuannya. Ratna yang sudah lemas hanya menurut seperti anak kecil. Dengan gerakan yang lembut, ci Donna menyentuh bibir Ratna dan menggerakannya ke bawah dengan jari telunjuknya.

Ratna mengerti apa yang dimaksud ci Donna, ia membuka mulutnya. Bibirnya bergetar. Ci Donna kembali tersenyum -- ia mengarahkan mulutnya tepat di atas bibir Ratna yang sudah merekah, kemudian membuka dan memuntahkan peju lengket yang sudah bercampur dengan air liur ci Donna, turun memasuki mulut Ratna.

Peju dalam mulut ci Donna sudah habis dipindahkan ke dalam mulut Ratna. Ci Donna tersenyum lebar dengan sedikit sisa peju bercampur liur pekat yang menetes dari ujung bibirnya.

Kembali, dengan gerakan lembut -- ci Donna memberi isyarat kepada Ratna untuk menutup mulutnya. Ratna menuruti dan tersenyum bersamaan dengan ci Donna. "Nah, aku tidak pernah pelit kepada gadis manis seperti kamu. Ambillah bagianmu dan nikmatilah." Ratna menelan peju yang sudah diberikan ci Donna kepadanya. "Terima kasih ci.." Kemudian ia bangkit dan duduk -- Ratna menyentuh wajah ci Donna dengan lembut. Ratna kembali membuka mulutnya, bergerak maju ke arah bibir ci Donna sambil menjulurkan lidahnya. Ci Donna yang mengerti maksud Ratna segera menyambut ciuman Ratna dengan menjulurkan lidahnya pula. Mereka berciuman sampai lama -- dan saling menjilati sisa-sisa peju hingga bersih.

Sejak saat itu, kehidupan ci Donna dan Ratna selalui dipenuhi dengan petualangan: hampir setiap bulan Ratna 'menjebak' teman kuliahnya -- entah itu pria atau wanita. Mungkin dalam kesempatan lain, Ratna dapat membagi kisah petualangannya disini...

Gairah Tubuh Rina, Anak Teman Bisnisku

Aku adalah seorang mahasiswa tingkat akhir di perguruan tinggi di Bandung, dan sekarang sudah tingkat akhir. Untuk saat ini aku tidak mendapatkan mata kuliah lagi dan hanya mengerjakan skripsi saja. Oleh karena itu aku sering main ke tempat abangku di Jakarta.

Suatu hari aku ke Jakarta. Ketika aku sampai ke rumah kakakku, aku melihat ada tamu, rupanya ia adalah teman kuliah kakakku waktu dulu. Aku dikenalkan kakakku kepadanya. Rupanya ia sangat ramah kepadaku. Usianya 40 tahun dan sebut saja namanya Firman. Ia pun mengundangku untuk main ke rumahnya dan dikenalkan pada anak-istrinya. Istrinya, Dian, 7 tahun lebih muda darinya, dan putrinya, Rina, duduk di kelas 2 SMP.

Kalau aku ke Jakarta aku sering main ke rumahnya. Dan pada hari Senin, aku ditugaskan oleh Firman untuk menjaga putri dan rumahnya karena ia akan pergi ke Malang, ke rumah sakit untuk menjenguk saudara istrinya. Menurutnya sakit demam berdarah dan dirawat selama 3 hari. Oleh karena itu ia minta cuti di kantornya selama 1 minggu. Ia berangkat sama istrinya, sedangkan anaknya tidak ikut karena sekolah.

Setelah 3 hari di rumahnya, suatu kali aku pulang dari rumah kakakku, karena aku tidak ada kesibukan apapun dan aku pun menuju rumah Firman. Aku pun bersantai dan kemudian menyalakan VCD. Selesai satu film. Saat melihat rak, di bagian bawahnya kulihat beberapa VCD porno. Karena memang sendirian, aku pun menontonnya. Sebelum habis satu film, tiba-tiba terdengar pintu depan dibuka. Aku pun tergopoh-gopoh mematikan televisi dan menaruh pembungkus VCD di bawah karpet.

"Hallo, Oom Ryan..!" Rina yang baru masuk tersenyum. "Eh, tolong dong bayarin bajaj... uang Rina sepuluh-ribuan, abangnya nggak ada kembalinya."

Aku tersenyum mengangguk dan keluar membayarkan bajaj yang cuma dua ribu rupiah.

Saat aku masuk kembali.., pucatlah wajahku! Rina duduk di karpet di depan televisi, dan menyalakan kembali video porno yang sedang setengah jalan. Dia memandang kepadaku dan tertawa geli.

"Ih! Oom Ryan! Begitu to, caranya..? Rina sering diceritain temen-temen di sekolah, tapi belon pernah liat."

Gugup aku menjawab, "Rina... kamu nggak boleh nonton itu! Kamu belum cukup umur! Ayo, matiin."

"Aahhh, Oom Ryan. Jangan gitu, dong! Tuh liat... cuma begitu aja! Gambar yang dibawa temen Rina di sekolah lebih serem."

Tak tahu lagi apa yang harus kukatakan, dan khawatir kalau kularang Rina justru akan lapor pada orangtuanya, aku pun ke dapur membuat minum dan membiarkan Rina terus menonton. Dari dapur aku duduk-duduk di beranda belakang membaca majalah.

Sekitar jam 7 malam, aku keluar dan membeli makanan. Sekembalinya, di dalam rumah kulihat Rina sedang tengkurap di sofa mengerjakan PR, dan... astaga! Ia mengenakan daster yang pendek dan tipis. Tubuh mudanya yang sudah mulai matang terbayang jelas. Paha dan betisnya terlihat putih mulus, dan pantatnya membulat indah. Aku menelan ludah dan terus masuk menyiapkan makanan.

Setelah makanan siap, aku memanggil Rina. Dan.., sekali lagi astaga... jelas ia tidak memakai BH, karena puting susunya yang menjulang membayang di dasternya. Aku semakin gelisah karena penisku yang tadi sudah mulai "bergerak", sekarang benar-benar menegak dan mengganjal di celanaku.

Selesai makan, saat mencuci piring berdua di dapur, kami berdiri bersampingan, dan dari celah di dasternya, buah dadanya yang indah mengintip. Saat ia membungkuk, puting susunya yang merah muda kelihatan dari celah itu. Aku semakin gelisah. Selesai mencuci piring, kami berdua duduk di sofa di ruang keluarga.

"Oom, ayo tebak. Hitam, kecil, keringetan, apaan..?"

"Ah, gampang! Semut lagi push -up! Kan ada di tutup botol Fanta! Gantian... putih-biru-putih, kecil, keringetan, apa..?"

Rina mengernyit dan memberi beberapa tebakan yang semua kusalahkan.

"Yang bener... Rina pakai seragam sekolah, kepanasan di bajaj..!"

"Aahhh... Oom Ryan ngeledek..!"

Rina meloncat dari sofa dan berusaha mencubiti lenganku. Aku menghindar dan menangkis, tapi ia terus menyerang sambil tertawa, dan... tersandung!

Ia jatuh ke dalam pelukanku, membelakangiku. Lenganku merangkul dadanya, dan ia duduk tepat di atas batang kelelakianku! Kami terengah-engah dalam posisi itu. Bau bedak bayi dari kulitnya dan bau shampo rambutnya membuatku makin terangsang. Dan aku pun mulai menciumi lehernya. Rina mendongakkan kepala sambil memejamkan mata, dan tanganku pun mulai meremas kedua buah dadanya.

Nafas Rina makin terengah, dan tanganku pun masuk ke antara dua pahanya. Celana dalamnya sudah basah, dan jariku mengelus belahan yang membayang.

"Uuuhh... mmmhhh..." Rina menggelinjang.

Kesadaranku yang tinggal sedikit seolah memperingatkan bahwa yang sedang kucumbu adalah seorang gadis SMP, tapi gairahku sudah sampai ke ubun-ubun dan aku pun menarik lepas dasternya dari atas kepalanya. Aahhh..! Rina menelentang di sofa dengan tubuh hampir polos!

Aku segera mengulum puting susunya yang merah muda, berganti-ganti kiri dan kanan hingga dadanya basah mengkilap oleh ludahku. Tangan Rina yang mengelus belakang kepalaku dan erangannya yang tersendat membuatku makin tak sabar. Aku menarik lepas celana dalamnya, dan.. nampaklah bukit kemaluannya yang baru ditumbuhi rambut jarang. Bulu yang sedikit itu sudah nampak mengkilap oleh cairan kemaluan Rina. Aku pun segera membenamkan kepalaku ke tengah kedua pahanya.

"Ehhh... mmmaaahhh..," tangan Rina meremas sofa dan pinggulnya menggeletar ketika bibir kemaluannya kucium.

Sesekali lidahku berpindah ke perutnya dan mengemut perlahan.

"Ooohh... aduuhhh..," Rina mengangkat punggungnya ketika lidahku menyelinap di antara belahan kemaluannya yang masih begitu rapat.

Lidahku bergerak dari atas ke bawah dan bibir kemaluannya mulai membuka. Sesekali lidahku membelai kelentitnya dan tubuh Rina akan terlonjak dan nafas Rina seakan tersedak. Tanganku naik ke dadanya dan dadanya dan meremas kedua bukit dadanya. Putingnya sedikit membesar dan mengeras.

Ketika aku berhenti menjilat dan mengulum, Rina tergeletak terengah-engah, matanya terpejam. Tergesa aku membuka semua pakaianku, dan kemaluanku yang tegak teracung ke langit-langit, kubelai-belaikan di pipi Rina.

"Mmmhh... mmmhhh... ooohhhmmm..," ketika Rina membuka bibirnya, kujejalkan kepala kemaluanku.

Mungkin film tadi masih diingatnya, jadi ia pun mulai menyedot. Tanganku berganti-ganti meremas dadanya dan membelai kemaluannya.

Segera saja kemaluanku basah dan mengkilap. Tak tahan lagi, aku pun naik ke atas tubuh Rina dan bibirku melumat bibirnya. Aroma kemaluanku ada di mulut Rina dan aroma kemaluan Rina di mulutku, bertukar saat lidah kami saling membelit.

Dengan tangan, kugesek-gesekkan kepala kemaluanku ke celah di selangkangan Rina, dan sebentar kemudian kurasakan tangan Rina menekan pantatku dari belakang.

"Ohhmm, mam... masuk... hhh... masukin... Omm... hhh... ehekmm..."

Perlahan kemaluanku mulai menempel di bibir liang kemaluannya, dan Rina semakin mendesah-desah. Segera saja kepala kemaluanku kutekan, tetapi gagal saja karena tertahan sesuatu yang kenyal. Aku pun berpikir, apakah lubang sekecil ini akan dapat menampung kemaluanku yang besar ini. Terus terang saja, ukuran kemaluanku adalah panjang 15 cm, lebarnya 4,5 cm sedangkan Rina masih SMP dan ukuran lubang kemaluannya terlalu kecil.

Tetapi dengan dorongan nafsu yang besar, aku pun berusaha. Akhirnya usahaku pun berhasil. Dengan satu sentakan, tembuslah halangan itu. Rina memekik kecil, dahinya mengernyit menahan sakit. Kuku-kuku tangannya mencengkeram kulit punggungku. Aku menekan lagi, dan terasa ujung kemaluanku membentur dasar padahal baru 3/4 kemaluanku yang masuk. Lalu aku diam tidak bergerak, membiarkan otot-otot kemaluan Rina terbiasa dengan benda yang ada di dalamnya.

Sebentar kemudian kernyit di dahi Rina menghilang, dan aku pun mulai menarik dan menekankan pinggulku. Rina mengernyit lagi, tapi lama-kelamaan mulutnya menceracau.

"Aduhhh... ssshhh... iya... terusshh... mmmhhh... aduhhh... enak... Oommm..."

Aku merangkulkan kedua lenganku ke punggung Rina, lalu membalikkan kedua tubuh kami hingga Rina sekarang duduk di atas pinggulku. Nampak 3/4 kemaluanku menancap di kemaluannya. Tanpa perlu diajarkan, Rina segera menggerakkan pinggulnya, sementara jari-jariku berganti-ganti meremas dan menggosok dada, kelentit dan pinggulnya, dan kami pun berlomba mencapai puncak.

Lewat beberapa waktu, gerakan pinggul Rina makin menggila dan ia pun membungkukkan tubuhnya dan bibir kami berlumatan. Tangannya menjambak rambutku, dan akhirnya pinggulnya menyentak berhenti. Terasa cairan hangat membalur seluruh batang kemaluanku.

Setelah tubuh Rina melemas, aku mendorong ia telentang. Dan sambil menindihnya, aku mengejar puncakku sendiri. Ketika aku mencapai klimaks, Rina tentu merasakan siraman air maniku di liangnya, dan ia pun mengeluh lemas dan merasakan orgasmenya yang kedua.

Sekian lama kami diam terengah-engah, dan tubuh kami yang basah kuyup dengan keringat masih saling bergerak bergesekan, merasakan sisa-sisa kenikmatan orgasme.

"Aduh, Oom... Rina lemes. Tapi enak banget."

Aku hanya tersenyum sambil membelai rambutnya yang halus. Satu tanganku lagi ada di pinggulnya dan meremas-remas. Kupikir tubuhku yang lelah sudah terpuaskan, tapi segera kurasakan kemaluanku yang telah melemas bangkit kembali dijepit liang vagina Rina yang masih amat kencang.

Aku segera membawanya ke kamar mandi, membersihkan tubuh kami berdua dan... kembali ke kamar melanjutkan babak berikutnya. Sepanjang malam aku mencapai tiga kali lagi orgasme,dan Rina... entah berapa kali. Begitupun di saat bangun pagi, sekali lagi kami bergumul penuh kenikmatan sebelum akhirnya Rina kupaksa memakai seragam, sarapan dan berangkat ke sekolah.

Kembali ke rumah Firman, aku masuk ke kamar tidur tamu dan segera pulas kelelahan. Di tengah tidurku aku bermimpi seolah Rina pulang sekolah, masuk ke kamar dan membuka bajunya, lalu menarik lepas celanaku dan mengulum kemaluanku. Tapi segera saja aku sadar bahwa itu bukan mimpi, dan aku memandangi rambutnya yang tergerai yang bergerak-gerak mengikuti kepalanya yang naik-turun. Aku melihat keluar kamar dan kelihatan VCD menyala, dengan film yang kemarin. Ah! Merasakan caranya memberiku "blowjob", aku tahu bahwa ia baru saja belajar dari VCD.